Industri Migas Hadapi Tripple Shock, Pertamina Perlu Pimpinan yang Mumpuni
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) saat ini memegang peranan penting di sektor hulu migas nasional. Terlebih pada tahun 2021, BUMN energi terintegrasi itu juga akan mengelola Blok Rokan, lapangan migas yang menjadi kontributor produksi minyak nomor dua terbesar nasional setelah Blok Cepu.
Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Tutuka Ariadji mengatakan, Pertamina akan menghadapi permasalahan teknis kelas dunia seiring masuknya Blok Rokan dalam pengelolaan BUMN tersebut. Sebab, jelas dia, Lapangan Minas di blok tersebut memiliki permasalahan teknis kelas dunia.
"Permasalahannya kelas dunia, untuk itu perlu leader di Pertamina yang bisa melihat teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Leader-nya memang perlu mengetahui politik, tapi jika tidak menguasai teknologi yang dibutuhkan buat apa," kata Tutuka dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Tutuka menegaskan pimpinan yang dibutuhkan Pertamina adalah yang bisa membawanya menjadi perusahaan kelas dunia karena masalah yang dihadapi juga kelas dunia. "Kalau dari sisi manusia Indonesia saya yakin punya reputasi yang baik, sekarang masalahnya di manajemen," katanya.
(Baca Juga: Benarkah Jajaran Direksi Pertamina Akan Dirombak? Ini Kata Ahok)
Dalam kesempatan yang sama, Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, Pertamina membutuhkan sosok yang unik, tidak hanya pintar tapi juga mengerti. Salah satu standar utama menurutnya adalah kompetensi yang mumpuni dan harus bisa diterima dan berkomunikasi dengan banyak pihak. "Paling tidak bisa berkomunikasi dengan Kementerian ESDM, BUMN, Keuangan dan yang lebih unik bisa komunikasi dengan DPR," kata Komaidi.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiranto mengatakan pimpinan di hulu migas, termasuk di Pertamina, tidak hanya harus mengerti soal teknis, tapi juga kemampuan adaptif dalam suatu kasus. Tidak hanya mementingkan sektor saja, tapi harus melihat lebih luas lagi. "Butuh sosok yang bisa melihat jangka panjang. Lebih makro akan lebih survive. Jadi harus mempunyai kemampuan prediksi ke depan," katanya.
Menurutnya, Pertamina memiliki banyak anak usahanya, yang sebagian pimpinannya akan memasuki masa pensiun. Namun usia pensiun tidak berarti tidak produktif lagi. "Kita harusnya trust pada next generation. Itu yang diperlukan ke depan. Yang masuk masa pensiun itu tetap dibutuhkan, khususnya dalam memberikan saran-saran," kata Julius.
Dia menambahkan Pertamina merupakan perusahaan besar dan BUMN. Semakin tinggi posisi, CEO atau direksi harus punya view yang lebih luas, tidak hanya teknis saja. Karena mau tidak mau berhubungan dengan nonteknis. "Idealisme yang kuat di teknis bisa terkalahkan dengan soal lain. Untuk itu harus berani. Pertamina itu pelat merah, kalau terlalu idealis, bisa mati juga. Jadi leader di Pertamina tidak hanya harus pintar, tapi pintar-pintar," kata Julius.
(Baca Juga: Harga Minyak Turun, Pertamina EP Tekankan Cost Effectiviness)
Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Tutuka Ariadji mengatakan, Pertamina akan menghadapi permasalahan teknis kelas dunia seiring masuknya Blok Rokan dalam pengelolaan BUMN tersebut. Sebab, jelas dia, Lapangan Minas di blok tersebut memiliki permasalahan teknis kelas dunia.
"Permasalahannya kelas dunia, untuk itu perlu leader di Pertamina yang bisa melihat teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Leader-nya memang perlu mengetahui politik, tapi jika tidak menguasai teknologi yang dibutuhkan buat apa," kata Tutuka dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Tutuka menegaskan pimpinan yang dibutuhkan Pertamina adalah yang bisa membawanya menjadi perusahaan kelas dunia karena masalah yang dihadapi juga kelas dunia. "Kalau dari sisi manusia Indonesia saya yakin punya reputasi yang baik, sekarang masalahnya di manajemen," katanya.
(Baca Juga: Benarkah Jajaran Direksi Pertamina Akan Dirombak? Ini Kata Ahok)
Dalam kesempatan yang sama, Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, Pertamina membutuhkan sosok yang unik, tidak hanya pintar tapi juga mengerti. Salah satu standar utama menurutnya adalah kompetensi yang mumpuni dan harus bisa diterima dan berkomunikasi dengan banyak pihak. "Paling tidak bisa berkomunikasi dengan Kementerian ESDM, BUMN, Keuangan dan yang lebih unik bisa komunikasi dengan DPR," kata Komaidi.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiranto mengatakan pimpinan di hulu migas, termasuk di Pertamina, tidak hanya harus mengerti soal teknis, tapi juga kemampuan adaptif dalam suatu kasus. Tidak hanya mementingkan sektor saja, tapi harus melihat lebih luas lagi. "Butuh sosok yang bisa melihat jangka panjang. Lebih makro akan lebih survive. Jadi harus mempunyai kemampuan prediksi ke depan," katanya.
Menurutnya, Pertamina memiliki banyak anak usahanya, yang sebagian pimpinannya akan memasuki masa pensiun. Namun usia pensiun tidak berarti tidak produktif lagi. "Kita harusnya trust pada next generation. Itu yang diperlukan ke depan. Yang masuk masa pensiun itu tetap dibutuhkan, khususnya dalam memberikan saran-saran," kata Julius.
Dia menambahkan Pertamina merupakan perusahaan besar dan BUMN. Semakin tinggi posisi, CEO atau direksi harus punya view yang lebih luas, tidak hanya teknis saja. Karena mau tidak mau berhubungan dengan nonteknis. "Idealisme yang kuat di teknis bisa terkalahkan dengan soal lain. Untuk itu harus berani. Pertamina itu pelat merah, kalau terlalu idealis, bisa mati juga. Jadi leader di Pertamina tidak hanya harus pintar, tapi pintar-pintar," kata Julius.
(Baca Juga: Harga Minyak Turun, Pertamina EP Tekankan Cost Effectiviness)