Dongkrak Penerimaan Wakaf, Digitalisasi Wakaf Perlu Digelorakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Data Badan Wakaf Indonesia ( BWI ) tahun 2021 mengungkap potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp180 triliun per tahun. Realitasnya, jumlah wakaf uang yang masuk hanya mencapai Rp819 miliar.
Kondisi itulah yang membuat pemerintah dan segenap pemangku kepentingan berupaya keras meningkatkan jumlah wakaf. Salah satunya menggelorakan wakaf digital untuk sejumlah kalangan.
Lukmanul Hakim, Staff Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan mengatakan, berdasarkan data Forum Wakaf Produktif, pengguna digitalisasi wakaf didominasi kalangan milenial (usia 24-35 tahun). Angkanya mencapai 48%.
“Inilah mengapa menggelorakan wakaf digital menjadi sangat penting, mengingat kondisi masyarakat sekarang yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital,” katanya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Majelis Ulama Indonesia, dikutip Jumat (5/11/2021).
Sementara, Sekretaris Lembaga Wakaf MUI Guntur Subagja Mahardika, mengatakan perubahan teknologi mengubah perilaku masyarakat. Selama pandemi terjadi perubahan yang dilakukan konsumen secara sporadis dan massif.
Konsumen tidak lagi melakukan transaksi secara langsung, melainkan secara digital, pembayaran secara virtual, dan berinteraksi lewat media sosial. Kondisi itu, menurut Guntur, mau tidak mau menuntut lembaga-lembaga wakaf untuk masuk dan mengembangkan basis digital sebagai pengelolaan akuntabilitas ke publik.
“Semua sarana sosial media di luar platform yang dimiliki sendiri harus dioptimalkan menjadi sarana untuk mengembangkan wakaf dan juga sebagai sarana pelaporan atau akuntabilitas dari pengelolaan wakaf,” tambahnya.
Donny Fernando, Head of Sharia Group LinkAja, menyampaikan bahwa wakaf harus menjadi sebuah lifestyle bagi masyarakat muslim. Jadi, perlu adanya profesionalisme dalam pengelolaan wakaf dan juga kemudahan dalam berwakaf denganpenguatan literasi, digitalisasi dan kanal transaksi yang baik sehingga bisa meningkatkan kebermanfaatan wakaf uang untuk umat.
Donny menambahkan, layanan syariah LinkAja dibangun untuk ikut mensukseskan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Selain itu juga akan menjadi uang elektronik syariah pertama dan satu-satunya di Indonesia.
“Ini tentunya solusi-solusi yang bisa kami berikan untuk mendigitalisasi dan mempercepat fundraising terhadap wakaf uang," pungkas Donny.
Lantas bagaimana hukum wakaf secara digital? KH. Solahuddin Al Aiyub, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, mengatakan bahwa berdasarkan beberapa kitab fiqih mu'tabar, masing-masing menyebutkan bahwa tidak disyaratkan adanya qobul penerimaan terhadap orang yang ingin ikrar wakaf. Namun, cukup melakukan ikrar wakaf secara sepihak dan wakafnya bisa menjadi sah.
Dalam konteks ini, tidak perlu dipersoalkan kesamaan majelis. Oleh karena itu, dibolehkan untuk menjalankan wakaf melalui media elektronik.
“Untuk wakaf secara digital ini acuan terkait masalah syariahnya sudah sangat kuat dan dibolehkan secara syari," tutup Kiai Aiyub.
Kondisi itulah yang membuat pemerintah dan segenap pemangku kepentingan berupaya keras meningkatkan jumlah wakaf. Salah satunya menggelorakan wakaf digital untuk sejumlah kalangan.
Lukmanul Hakim, Staff Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan mengatakan, berdasarkan data Forum Wakaf Produktif, pengguna digitalisasi wakaf didominasi kalangan milenial (usia 24-35 tahun). Angkanya mencapai 48%.
“Inilah mengapa menggelorakan wakaf digital menjadi sangat penting, mengingat kondisi masyarakat sekarang yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital,” katanya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Majelis Ulama Indonesia, dikutip Jumat (5/11/2021).
Sementara, Sekretaris Lembaga Wakaf MUI Guntur Subagja Mahardika, mengatakan perubahan teknologi mengubah perilaku masyarakat. Selama pandemi terjadi perubahan yang dilakukan konsumen secara sporadis dan massif.
Konsumen tidak lagi melakukan transaksi secara langsung, melainkan secara digital, pembayaran secara virtual, dan berinteraksi lewat media sosial. Kondisi itu, menurut Guntur, mau tidak mau menuntut lembaga-lembaga wakaf untuk masuk dan mengembangkan basis digital sebagai pengelolaan akuntabilitas ke publik.
“Semua sarana sosial media di luar platform yang dimiliki sendiri harus dioptimalkan menjadi sarana untuk mengembangkan wakaf dan juga sebagai sarana pelaporan atau akuntabilitas dari pengelolaan wakaf,” tambahnya.
Donny Fernando, Head of Sharia Group LinkAja, menyampaikan bahwa wakaf harus menjadi sebuah lifestyle bagi masyarakat muslim. Jadi, perlu adanya profesionalisme dalam pengelolaan wakaf dan juga kemudahan dalam berwakaf denganpenguatan literasi, digitalisasi dan kanal transaksi yang baik sehingga bisa meningkatkan kebermanfaatan wakaf uang untuk umat.
Donny menambahkan, layanan syariah LinkAja dibangun untuk ikut mensukseskan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Selain itu juga akan menjadi uang elektronik syariah pertama dan satu-satunya di Indonesia.
“Ini tentunya solusi-solusi yang bisa kami berikan untuk mendigitalisasi dan mempercepat fundraising terhadap wakaf uang," pungkas Donny.
Lantas bagaimana hukum wakaf secara digital? KH. Solahuddin Al Aiyub, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, mengatakan bahwa berdasarkan beberapa kitab fiqih mu'tabar, masing-masing menyebutkan bahwa tidak disyaratkan adanya qobul penerimaan terhadap orang yang ingin ikrar wakaf. Namun, cukup melakukan ikrar wakaf secara sepihak dan wakafnya bisa menjadi sah.
Dalam konteks ini, tidak perlu dipersoalkan kesamaan majelis. Oleh karena itu, dibolehkan untuk menjalankan wakaf melalui media elektronik.
“Untuk wakaf secara digital ini acuan terkait masalah syariahnya sudah sangat kuat dan dibolehkan secara syari," tutup Kiai Aiyub.
(uka)