Dampak PPKM Ketat Libur Nataru, Bisa Redam Gejolak Inflasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat pascapelonggaran PPKM . Natal dan Tahun Baru (Nataru) diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi.
"Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi diperkirakan akan relatif minimal seiring dengan kebijakan pemerintah menghapus libur Nataru serta penerapan kebijakan pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia," kata dia, di Jakarta, Jumat (3/12/2021).
Dia menjelaskan, naiknya inflasi November terutama disumbang oleh inflasi inti dan harga yang diadministrasikan atau administered price seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat karena pandemi yang mulai terkendali. Hal ini terjadi di tengah inflasi komponen makanan bergejolak atau volatile food yang sedikit melambat.
Secara bulanan, terjadi inflasi sebesar 0,37 persen pada November 2021, sehingga inflasi kumulatif Januari hingga November mencapai 1,30 persen. Sementara, inflasi inti terus melanjutkan tren meningkat, mencapai kisaran 1,44 persen year on year (yoy), naik dari angka Oktober sebesar 1,33 persen (yoy).
Naiknya mobilitas masyarakat pascakebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum. Selain itu, tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diteruskan pada harga konsumen meskipun masih terbatas.
Inflasi volatile food mengalami penurunan mencapai 3,05 persen (yoy), lebih rendah dari Oktober 3,16 persen (yoy). Meski demikian, jika dibandingkan secara bulan ke bulan (mtm), harga beberapa komoditas mengalami peningkatan karena peningkatan demand, masuknya musim penghujan, serta harga komoditas global.
"Pemerintah berkomitmen untuk menjaga akses pangan masyarakat miskin dan rentan dengan tetap melakukan penyaluran bantuan sosial pangan serta melakukan stabilisasi harga pangan pokok, terutama beras. Pemerintah pusat dan daerah juga terus memantau potensi kenaikan harga pangan di akhir tahun mengingat faktor masuknya musim penghujan dan momen perayaan Nataru," ujar Kepala BKF.
Di sisi lain, inflasi administered price melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,69 persen (yoy), naik dari Oktober 1,47 persen (yoy). Naiknya inflasi komponen ini didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring semakin meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah. Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga rokok kretek filter.
Dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah terus konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan daya beli masyarakat, serta menetapkan kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan mobilitas dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan meningkatkan kembali level PPKM di Nataru.
Sebagai informasi, pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2021 berada di kisaran 1,9 persen (year on year/yoy). Prediksi tersebut melihat laju inflasi November sebesar 1,75 persen (yoy), meningkat dari angka Oktober 1,66 persen (yoy).
"Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi diperkirakan akan relatif minimal seiring dengan kebijakan pemerintah menghapus libur Nataru serta penerapan kebijakan pengetatan PPKM di seluruh wilayah Indonesia," kata dia, di Jakarta, Jumat (3/12/2021).
Dia menjelaskan, naiknya inflasi November terutama disumbang oleh inflasi inti dan harga yang diadministrasikan atau administered price seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat karena pandemi yang mulai terkendali. Hal ini terjadi di tengah inflasi komponen makanan bergejolak atau volatile food yang sedikit melambat.
Secara bulanan, terjadi inflasi sebesar 0,37 persen pada November 2021, sehingga inflasi kumulatif Januari hingga November mencapai 1,30 persen. Sementara, inflasi inti terus melanjutkan tren meningkat, mencapai kisaran 1,44 persen year on year (yoy), naik dari angka Oktober sebesar 1,33 persen (yoy).
Naiknya mobilitas masyarakat pascakebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum. Selain itu, tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diteruskan pada harga konsumen meskipun masih terbatas.
Inflasi volatile food mengalami penurunan mencapai 3,05 persen (yoy), lebih rendah dari Oktober 3,16 persen (yoy). Meski demikian, jika dibandingkan secara bulan ke bulan (mtm), harga beberapa komoditas mengalami peningkatan karena peningkatan demand, masuknya musim penghujan, serta harga komoditas global.
"Pemerintah berkomitmen untuk menjaga akses pangan masyarakat miskin dan rentan dengan tetap melakukan penyaluran bantuan sosial pangan serta melakukan stabilisasi harga pangan pokok, terutama beras. Pemerintah pusat dan daerah juga terus memantau potensi kenaikan harga pangan di akhir tahun mengingat faktor masuknya musim penghujan dan momen perayaan Nataru," ujar Kepala BKF.
Di sisi lain, inflasi administered price melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,69 persen (yoy), naik dari Oktober 1,47 persen (yoy). Naiknya inflasi komponen ini didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring semakin meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah. Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga rokok kretek filter.
Dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah terus konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan daya beli masyarakat, serta menetapkan kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan mobilitas dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan meningkatkan kembali level PPKM di Nataru.
Sebagai informasi, pemerintah memperkirakan inflasi tahun 2021 berada di kisaran 1,9 persen (year on year/yoy). Prediksi tersebut melihat laju inflasi November sebesar 1,75 persen (yoy), meningkat dari angka Oktober 1,66 persen (yoy).
(nng)