Demi Pemulihan Ekonomi Pascapandemi, Pembangunan Trans Sumatera Terus Berlanjut

Minggu, 07 Juni 2020 - 07:30 WIB
loading...
Demi Pemulihan Ekonomi...
Pembangunan Trans Sumatera Terus Berlanjut
A A A
Di masa sulit pandemic corona, seperti saat ini, hampir bisa dikatakan kegiatan pembangunan seolah berhenti. Sejumlah proyek pembangunan infrastruktur, khususnya yang berada di zona merah, terpaksa harus ditunda pengerjaanya.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bidang Ketenagakerjaan, menyebutkan konstruksi dan bangunan menjadi sektor lapangan kerja yang paling banyak melakukan PHK, sebesar 29,3% dari sekitar 3 juta pekerja yang di PHK (hingga awal Juni 2020), akibat dampak wabah Corona.

Sebenarnya pembangunan tidak benar-benar berhenti saat pandemi. Sejumah proyek yang tergolong proyek strategis nasional terus dikerjakan. Seperti pembangunan jalan tol. Buktinya saja, di Bulan Juni ini pemerintah akan segera mengoperasikan 4 ruas jalan tol, yang baru Mei lalu rampung dikerjakan.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, keempat jalan tol tesebut merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), yang rencananya akan mulai dioperasikan pada akhir Juni 2020. Yakni, Jalan tol Banda Aceh - Sigli seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang sepanjang 14 Kilometer.

Lalu Jalan Tol Ruas Pekanbaru - Dumai sepanjang 131 Kilometer, yang saat ini sedang dalam proses uji laik fungsi. Ruas tol selanjutnya yang siap dioperasikan adalah Manado - Kauditan 21 Km, yang merupakan bagian dari tol Manado - Bitung. Terakhir ruas tol Balikpapan - Samarinda (Balsam) Seksi 1 dan 5 sepanjang 33 Km.

Seperti diketahui, saat ini hampir semua sumberdaya pemerintah baik yang ada di pusat maupun daerah dikerahkan untuk menekan dan menanggulangi dampak dari penyebaran virus Covid 19. Ini dilakukan semata-mata bertujuan agar pendemi ini segera berakhir.

Setelah pandemi ini berlalu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menggenjot sektor ekonomi, yang selama wabah ini kondisinya merosot jauh. Keberadan infrastruktur seperti jalan tol akan jadi tumpuan agar dapat dengan cepat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, infrastruktur jalan dan jembatan, baik jalan tol maupun jalan nasional, keberadanya amat dibutuhkan untuk mendukung jalur logistik. Kelancaran arus logistik bagian yang penting dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pascapandemic Covid 19 berlalu.

Jalan tol tidak hanya bermanfaat semata-mata bagi orang yang memiliki mobil saja. Lebih dari itu, dapat meningkatkan konektivitas barang dan jasa, melancarkan distribusi barang, serta memacu berkembangnya pusat-pusat pertumbuahan ekonomi baru.

Manfaat seperti itu dirasakan oleh Wiryanto petani asal Kotabumi Lampung. Keberadaan Jalan Tol Trans Sumatera yang telah menghubungkan Provinsi Lampung dengan Sumatera Selatan. hasil kebunnya yang berupa buah dan sayuran sudah bisa dijual ke Palembang, bahkan hingga ke Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta.

Sebelumnya, hasil bumi dari lahannya seperti lada, pisang, jengkol dan sayur-sayuran cuman bisa dipasarkan hingga Bakauheni saja. Maklum saja jika teralu jauh dipasarkan bisa busuk sebelum sampai tujuan.

Wiryanto bercerita sejak adanya Trans Sumatera hasil pertanian dari Lampung bisa dikirim dengan cepat ke Palembang dan juga Jakarta. Sebagai gambaran perjalanan dari Bakauheni-Palembang yang sebelumnya ditempuh dalam waktu 12 jam, bahkan lebih. Setelah Tol Bakauheni-Palembang beroperasi jarak tempuh antara dua kota tersebut bisa dijangkau hanya dalam tempo 4 jam saja.

Namun diakuinya sejak wabah Covid 19 merebak, penjualan hasil buminya ikut terganggu. Ia memang sangat berharap pandemic ini segera berlalu dan pengiriman hasil buminya bisa lancar Kembali.

Manfaat yang sama juga dirasakan oleh Waluyo peternak ayam dari Kotabumi Lampung. Permintaan ayam ke Jakarta dan Palembang juga makin bertambah setelah adanya Trans Sumatera. Jumlah ayam yang mati dalam pengiriman kini juga makin sedikit, karena waktu perjalanan yang makin singkat.

Meski di tengah pandemi pembangunan jalan Tol Trans Sumatera memang terus berlanjut. Seperti yang disampaikan oleh menteri PUPR dari empat ruas jalan tol baru yang akan dioperasikan pada Bulan Juni ini, dua diantaranya, merupakan bagian dari Tol Trans Sumatera.

Trans Sumatera mulai dibangun oleh PT Hutama karya (Persero) pada 2015. Diperkirakaan jalan tol yang menghubungkan Provinsi Aceh dengan Lampung sepanjang 2.704 Km I bisa beropersi penuh pada tahun 2024. Total biaya yang dibutuhkan untuk membangunnya mencapai Rp 476 triliun.

BUMN ini mendapat perintah dari pemerintah untuk membangun Trans Sumatera melalui Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015. Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero) Muhammad mengatakan, adanya wabah Covid-19, tidak mempengaruhi pihaknya untuk terus menyelesaikan pembangunan Trans Sumatera. Tahun ini Hutama Karya memastikan bahwa lima Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Trans Sumatra tetap akan dilakukan.

Lima PPJT yang ditargetkan bisa dilakukan di tahun 2020 ini yaitu ruas Dumai-Rantau Prapat dengan panjang 176,1 kilometer. Ruas Rantau Prapat-Kisaran sepanjang 110,02 Km. Ruas Betung-Tampino-Jambi, sejauh 168 Km. Ruas Jambi-Rengat sepanjang 198,74 kilometer, dan ruas Rengat-Pekanbaru dengan panjang 103 kilometer.

Dampak Negatif

Di tengah pandemi mengapa pemerintah tetap ngotot untuk melanjutkan pembangunan Trans Sumatera yang membutuhkan dana besar. Tidak itu saja, utang Hutama Karya sejak menjadi kontraktor pembangunan jalan tol ini pun bertambah. Seperti di tahun 2019 lalu, liabilitas (kewajiban membayar utang) perseroan tercatat meningkat 28,52% menjadi Rp 69,29 triliun. Di Tahun 2020 ini, Hutama Karya juga telah menerbitkan global bonds senilai US$600 juta atau setara dengan Rp9 triliun.

Salah satu alasannya, sebagai pulau terbesar kedua di negeri ini, memiliki populasi penduduk yang besar, lebih dari 58 juta jiwa. Sumatera juga punya peran penting dalam perekonomian negara. Pulau ini dianugerahi beragam sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari karet, minyak kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, hingga gas alam.

Sumatera memiliki sekitar 4,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit atau 70% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Luas perkebunan karet di pulau ini sekitar 2,58 juta hektar atau 74,4% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Indonesia memiliki cadangan batu bara 147,6 miliar ton yang tersebar di 21 provinsi. Dari jumlah tersebut, sumber daya paling banyak terdapat di Sumatera Selatan, 50,2 miliar ton.

Berdasarkan catatan BPS, tahun 2019, Sumatera mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 21,32%. Kedua terbesar setalah Pulau Jawa. Dengan segala potensi yang dimiliki, tak berlebihan bila dikatakan membangun Sumatera berarti juga membangun masa depan Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keberadaan Tol Trans Sumatera memang penting. Menurutnya Tol Trans Sumatera diperkirakan akan mampu memberikan multiplier effect sebesar Rp 2,23 triliun per tahun. Sehingga manfaat yang dapat dipetik dari keseluruhan proyek infrastruktur ini bisa capai Rp 769,5 triliun. Jauh lebih besar dari biaya yang dibutuhkan untuk membangunnya.

Dari kajian yang dilakukan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, diketahui pembangunan Trans Sumatera berpotensi menambah penerimaan pajak sebesar Rp 2.690 triliun dalam kurun waktu 2018-2048 atau sekitar Rp 89,7 triliun per tahun. Penerimaan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Mampu memberi tambahan bagi Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk provinsi-provinsi yang ada di Sumatera. Besarnya, Rp 9,7 triliun per tahun atau Rp 300 triliun. Trans Sumatera juga dapat membuat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik mencapai Rp 627 triliun per tahun. Dihitung-hitung, mega proyek ini pun dapat menyerap tenaga kerja selama periode 2018-2040 sebanyak 2,13 juta orang.

Semua prediksi itu memang terlihat oke, tapi semuanya itu masih hitung-hitungan di atas kertas. Faktanya tidak semua masyarakat di sumatera seperti Wiryanto atau Waluyo yang telah menikmati manfaat dari keberadaan Trans Jawa.

Lihat saja, pedagang dan juga pemilik rumah makan yang ada berada di jalan Lintas Sumatera. Mereka kini malah menurun pendapatannya akibat kendaraan pribadi bus dan truck lebih memilih melalui jalan tol ketimbang jalan lintas Sumatera (jalan nasional).

Omset mereka turun drastis hingga 70% lebih. Dulu setiap pedagang bisa mengantongi pendapatan rata-rata satu juta per hari. Apalagi disaat pandemic seperti sekarang ini kadang tidak ada pembeli yang datang. Itu seperti yang dialami oleh pedagang oleh-oleh khas Lampung yang berada di sepanjang jalan Bypass Soekarno-Hatta, Karang Maritim, Kecamatan Pajang, Lampung.

Pembangunan memang seperti dua mata pedagang. Di satu sisi mampu menghadirkan manfaat untuk banyak orang. Di sisi lain, dampak negatif juga tidak terelakkan. Seperti kerusakan alam, kehilangan pekerjaan, tergusur dari tanah kelahiran.

Hutama Karya menyadari hal itu. Sebagai upaya mengurangi dampak tersebut, mulai tahun ini, titik berat kegiatan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) dan CSR (corporate social responsibility) perseroan akan disebar ke daerah-daerah yang masuk dalam kawasan paling terdampak dari pembangunan Trans Sumatera. Yakni di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, dan Lampung.

Di lokasi tersebut, Hutama Karya, akan mengembangkan Desa Binaan atau Smart Village. Di desa-desa tersebut akan dibangun berbagai fasilitas infrastruktur pendidikan, ibadah, kesehatan, Rumah BUMN, elektrifikasi & internet, pendampingan life skill dan eksplorasi wisata potensial. “Di Program Smart Village ini kami ingin memberdayakan SDM yang ada di pedesaan. Khususnya di desa-desa yang paling terdampak dari proyek pembangunan yang dilakukan perusahaan,” kata Agus Kosasih, Manajer CSR/PKBL & Protokoler, Hutama Karya.

Meningkatkan kualitas SDM jadi tujuan utama yag ingin disasar dari Program Smart Village. Bagi perusahaan konstruksi seperti Hutama Karya, SDM memang menjadi bagian penting dari bisnis perusahaan. Sebab, pada dasarnya konstruksi yang dibangun harus mampu mengubah peradaban. Baca Juga: Kontribusi Hutama Karya Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia
Itu sebabnya fokus kegiatan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) dan CSR (corporate social responsibility) Hutama Karya mengarah ke pembangunan SDM. Keseriusan perseroan untuk bisa memberikan kontribusi terhadap peningktan kualitas SDM dapat dicermati dari anggaran yang dialokasikan. Pada 2019 sekitar 25% dari anggaran CSR PKBL sebesar Rp21 miliar digunakan untuk kegiatan pembangunan SDM. Tahun ini saat aloksi anggaran PKBL dan CSR untuk kegiatan pembangunan SDM naik. Dari anggaran Rp38 miliar, sebesar 30% dialokasikan untuk kegiatan SDM.

Upaya ini memang belum mampu mengatasi semua dampak negatif yang muncul dari pembangunan Trans Sumatera. Namun setidaknya, ada tanggung jawab sosial yang dilakukan Hutama Karya untuk mengatasi hal tersebut.
(eko)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1673 seconds (0.1#10.140)