BPOM Diminta Dengarkan Aspirasi Soal Pelabelan Kemasan Air Minum

Minggu, 26 Desember 2021 - 23:00 WIB
loading...
BPOM Diminta Dengarkan...
Pelabelan galon isi ulang harus mendengarkan aspirasi pihak yang terdampak. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Sebagai salah satu stakeholder yang ikut melakukan standardisasi keamanan pangan dan kemasan pangan di Indonesia, Badan Standardisasi Nasional ( BSN ) mengaku tidak pernah dilibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) dalam merumuskan revisi Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.



Revisi ini dilakukan khusus untuk menambahkan aturan wajib label bebas Bisfenol A (BPA) terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan Polikarbonat (PC).

Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional Hendro Kusumo mengatakan, pihaknya hanya mendapat informasi bila revisi peraturan tersebut sudah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

“Perlu kami sampaikan bahwa BSN juga tidak mengikuti proses harmonisasi rancangan peraturan ini,” ujar Hendro Kusumo dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/12/2021).

Dia mengatakan produk air minum dalam kemasan (AMDK) telah diregulasi oleh Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M-IND/PER/11/2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun Secara Wajib. Menurutnya, SNI yang menjadi dasar pemberlakuan wajib produk AMDK di antaranya SNI 3553:2015 Air mineral.

"SNI tersebut telah menetapkan persyaratan mutu, cara uji, pengambilan contoh dan juga syarat penandaan dari produk air mineral dalam kemasan. Dan syarat penandaan yang diatur dalam SNI tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan iklan pangan," tandasnya.

Tapi, kata Hendro, sejak keluarnya Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, ketentuan tentang pelabelan produk pangan termasuk AMDK sepenuhnya di bawah BPOM.

Saat ini, rancangan peraturan tersebut telah melewati masa pemberian tanggapan (batas pemberian tanggapan 6 Desember 2021) dan selanjutnya diproses ke tahap harmonisasi antar-kementerian/lembaga oleh Kementerian Hukum dan HAM sebelum ditetapkan.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian juga merasa terkejut mendengar adanya Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini.

“Kami sama sekali belum mendengar rencana itu. Saya juga terkejut. Jadi, saya pikir kita harus endorse ke teman-teman BPOM untuk mengkaji ulang rencana kebijakan itu,” ujar Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh.

Dia mengatakan BPOM harus juga memperhatikan keberatan dari para pelaku industri sebelum mengeluarkan kebijakan itu. “BPOM harus menyampaikan dulu presentasi secara pro-kontranya. Saya pikir BPOM tidak bisa secara serta merta mengeksekusi regulasi itu,” ucapnya.



Dia menegaskan dalam menyusun kebijakannya, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di Indonesia.

“Ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Apalagi saya mendengar bahwa selama 40 tahun AMDK galon guna ulang ini beroperasi, belum ada kasus orang terganggu kesehatannya gara-gara cemaran BPA dari galon guna ulang ini. Ini seharusnya didengar teman-teman dari BPOM,” tukasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1875 seconds (0.1#10.140)