Fokus Pertumbuhan, BTPN Tidak Bagikan Dividen
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank BTPN Tbk tidak membagikan dividen dari laba tahun 2019 lalu demi mengejar pertumbuhan. Hal ini disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang juga memberikan persetujuan atas laporan keuangan tahun buku 2019.
Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati Dana mengatakan, RUPST menyepakati untuk tidak membagikan dividen kepada para pemegang saham. Perseroan mengapresiasi para pemegang saham yang telah memutuskan untuk menggunakan laba bersih sebagai cadangan wajib dan laba ditahan.
"Ini merupakan komitmen kuat dari pemegang saham dalam mendukung rencana pertumbuhan dan pengembangan bisnis Bank BTPN di masa depan,” ujar Ongki di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Di tengah situasi dunia yang menantang, keputusan pemegang saham untuk tidak mengambil dividen mencerminkan komitmen terhadap pertumbuhan Bank BTPN secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan rencana Bank BTPN mendukung pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui segmen bisnis yang luas, mulai dari kelompok masyarakat prasejahtera produktif, ritel, hingga korporasi.
"Menjadi bagian dari Grup Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) yang merupakan salah satu institusi keuangan terbesar dan terkemuka di dunia, Bank BTPN terus berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan fokus menjadi bank universal yang besar dan kuat," tutur Ongki.
Pada 2019 Bank BTPN berhasil mencatatkan pertumbuhan kredit yang baik dan berkualitas. Pertumbuhan kredit tercatat Rp141,8 triliun, atau tumbuh 108% dari periode yang sama 2018 (year on year/yoy).
Bank BTPN senantiasa menjaga penyaluran kredit tetap sehat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sebesar 0,8% (gross).
Untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan kredit, Bank BTPN menghimpun pendanaan senilai Rp145,8 triliun di 2019, meningkat 81% dari 2018. Jumlah tersebut terdiri dari dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp86,9 triliun, pinjaman pihak lain Rp52,9 triliun, serta pinjaman subordinasi Rp6 triliun. Dari total DPK, Bank BTPN berhasil meningkatkan porsi current account savings account (CASA) menjadi 28% pada 2019, lebih tinggi dibandingkan porsi pada 2018 yang sebesar 13%.
Terkait dengan kecukupan likuiditas, Bank BTPN memiliki liquidity coverage ratio (LCR) sebesar 219% dan net stable funding ratio (NSFR) sebesar 113%, jauh di atas ketentuan minimum regulator 100%. Sebagai informasi LCR merupakan instrumen untuk menghitung rasio likuiditas jangka pendek, sedangkan NSFR untuk menghitung rasio likuiditas jangka panjang.
Dari sisi permodalan, setelah penggabungan usaha, Bank BTPN memiliki permodalan yang lebih besar dan kuat untuk dapat mendukung kebutuhan pinjaman nasabah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) pada akhir 2019 mencapai 24,2%.
Aset Bank BTPN tercatat sebesar Rp181,6 triliun di 2019 atau tumbuh 79% secara tahunan. Adapun laba bersih setelah pajak (net profit after tax/NPAT) mencapai Rp2,6 triliun, meningkat 40%. Perlu digarisbawahi, pencapaian ini menggunakan perbandingan antara kondisi bank setelah merger dan bank sebelum merger.
RUPST juga menyetujui pengunduran diri Mari Elka Pangestu sebagai Komisaris Utama yang telah dijabatnya sejak April 2016. Jabatan yang ditinggalkan akan dibiarkan kosong hingga rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) berikutnya.
Mari Elka Pangestu ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan, dan Kemitraan untuk Bank Dunia efektif sejak 1 Maret 2020. "Kita semua turut berbangga hati bahwa salah satu putri terbaik bangsa, yang merupakan bagian dari Bank BTPN, kini dipercaya mengemban tugas tersebut. Atas nama manajemen dan seluruh karyawan, saya ingin mengucapkan selamat atas tanggung jawab baru serta menyampaikan terima kasih atas kontribusinya terhadap kemajuan Bank BTPN," kata Ongki.
Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati Dana mengatakan, RUPST menyepakati untuk tidak membagikan dividen kepada para pemegang saham. Perseroan mengapresiasi para pemegang saham yang telah memutuskan untuk menggunakan laba bersih sebagai cadangan wajib dan laba ditahan.
"Ini merupakan komitmen kuat dari pemegang saham dalam mendukung rencana pertumbuhan dan pengembangan bisnis Bank BTPN di masa depan,” ujar Ongki di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Di tengah situasi dunia yang menantang, keputusan pemegang saham untuk tidak mengambil dividen mencerminkan komitmen terhadap pertumbuhan Bank BTPN secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan rencana Bank BTPN mendukung pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui segmen bisnis yang luas, mulai dari kelompok masyarakat prasejahtera produktif, ritel, hingga korporasi.
"Menjadi bagian dari Grup Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) yang merupakan salah satu institusi keuangan terbesar dan terkemuka di dunia, Bank BTPN terus berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan fokus menjadi bank universal yang besar dan kuat," tutur Ongki.
Pada 2019 Bank BTPN berhasil mencatatkan pertumbuhan kredit yang baik dan berkualitas. Pertumbuhan kredit tercatat Rp141,8 triliun, atau tumbuh 108% dari periode yang sama 2018 (year on year/yoy).
Bank BTPN senantiasa menjaga penyaluran kredit tetap sehat dan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sebesar 0,8% (gross).
Untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan kredit, Bank BTPN menghimpun pendanaan senilai Rp145,8 triliun di 2019, meningkat 81% dari 2018. Jumlah tersebut terdiri dari dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp86,9 triliun, pinjaman pihak lain Rp52,9 triliun, serta pinjaman subordinasi Rp6 triliun. Dari total DPK, Bank BTPN berhasil meningkatkan porsi current account savings account (CASA) menjadi 28% pada 2019, lebih tinggi dibandingkan porsi pada 2018 yang sebesar 13%.
Terkait dengan kecukupan likuiditas, Bank BTPN memiliki liquidity coverage ratio (LCR) sebesar 219% dan net stable funding ratio (NSFR) sebesar 113%, jauh di atas ketentuan minimum regulator 100%. Sebagai informasi LCR merupakan instrumen untuk menghitung rasio likuiditas jangka pendek, sedangkan NSFR untuk menghitung rasio likuiditas jangka panjang.
Dari sisi permodalan, setelah penggabungan usaha, Bank BTPN memiliki permodalan yang lebih besar dan kuat untuk dapat mendukung kebutuhan pinjaman nasabah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) pada akhir 2019 mencapai 24,2%.
Aset Bank BTPN tercatat sebesar Rp181,6 triliun di 2019 atau tumbuh 79% secara tahunan. Adapun laba bersih setelah pajak (net profit after tax/NPAT) mencapai Rp2,6 triliun, meningkat 40%. Perlu digarisbawahi, pencapaian ini menggunakan perbandingan antara kondisi bank setelah merger dan bank sebelum merger.
RUPST juga menyetujui pengunduran diri Mari Elka Pangestu sebagai Komisaris Utama yang telah dijabatnya sejak April 2016. Jabatan yang ditinggalkan akan dibiarkan kosong hingga rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) berikutnya.
Mari Elka Pangestu ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan, dan Kemitraan untuk Bank Dunia efektif sejak 1 Maret 2020. "Kita semua turut berbangga hati bahwa salah satu putri terbaik bangsa, yang merupakan bagian dari Bank BTPN, kini dipercaya mengemban tugas tersebut. Atas nama manajemen dan seluruh karyawan, saya ingin mengucapkan selamat atas tanggung jawab baru serta menyampaikan terima kasih atas kontribusinya terhadap kemajuan Bank BTPN," kata Ongki.
(fai)