Erick Thohir Wanti-wanti Menteri BUMN Selanjutnya, Kenapa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir mewanti-wanti keberlanjutan program transformasi perusahaan pelat merah setelah berakhirnya periodesasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Kekhawatiran itu menyangkut dengan sikap Menteri BUMN yang baru terhadap transformasi perseroan negara sebagai program utama Kementerian BUMN saat ini. Erick menghitung hingga 2024 mendatang realisasi transformasi BUMN baru mencapai 70%.
Artinya, 30% akan menjadi pekerjaan rumah bagi sosok nomor satu di lingkup perusahaan negara selanjutnya. Perkaranya, ada dua opsi yang bisa dilakukan Menteri BUMN yang baru, yakni merealisasikan 30% transformasi BUMN atau tidak melanjutkan sama sekali.
"Percuma transformasi ini, dan saya yakini ketika saya selesai jadi Menteri BUMN paling tidak 70%, dan kita sudah benchmarking di negara lain Finlandia, Swedia, China, perlu waktu 12-18 tahun. Artinya apa? 30% berikutnya, ya Menteri BUMN yang baru. Tetapi yang 70% ini tidak dilanjut lagi, jadi nol lagi," ujar Erick, Jumat (21/1/2022).
Erick mencontohkan salah satu program transformasi yang perlu dilanjutkan adalah merampingkan jumlah BUMN. Menurut dia, ideal jumlah perusahaan maksimal 30 saja.
Saat ini, tercatat ada 41 BUMN dari sebelumnya 108 perusahaan. Artinya, potensi merger atau penggabungan perseroan masih harus dilakukan.
"Contohnya apa? Kita sudah menurunkan jumlah BUMN yang tadinya 108 jadi 41, cukup? Tidak mestinya 30, tapi gak keburu zaman saya. Jadi bisa dimerger-merger lagi," tutur dia.
Alasan perampingan, lanjut dia, untuk menghindari monopoli atau menjadi gurita bisnis yang justru mematikan pengusaha lokal hingga UMKM.
"Jangan sampai BUMN ini juga, tadi malah sebuah gurita bisnis yang mematikan pengusaha lokal, pengusaha daerah, UMKM. Karena semua bisnisnya mau diambil, padahal apa? Tugasnya sebagai lokomotif pembangunan yang merupakan sepertiga dari kekuatan ekonomi nasional. Tetap di korporasi, sehingga program-program yang pro rakyat bisa dilaksanakan," kata Erick.
Kekhawatiran itu menyangkut dengan sikap Menteri BUMN yang baru terhadap transformasi perseroan negara sebagai program utama Kementerian BUMN saat ini. Erick menghitung hingga 2024 mendatang realisasi transformasi BUMN baru mencapai 70%.
Artinya, 30% akan menjadi pekerjaan rumah bagi sosok nomor satu di lingkup perusahaan negara selanjutnya. Perkaranya, ada dua opsi yang bisa dilakukan Menteri BUMN yang baru, yakni merealisasikan 30% transformasi BUMN atau tidak melanjutkan sama sekali.
"Percuma transformasi ini, dan saya yakini ketika saya selesai jadi Menteri BUMN paling tidak 70%, dan kita sudah benchmarking di negara lain Finlandia, Swedia, China, perlu waktu 12-18 tahun. Artinya apa? 30% berikutnya, ya Menteri BUMN yang baru. Tetapi yang 70% ini tidak dilanjut lagi, jadi nol lagi," ujar Erick, Jumat (21/1/2022).
Erick mencontohkan salah satu program transformasi yang perlu dilanjutkan adalah merampingkan jumlah BUMN. Menurut dia, ideal jumlah perusahaan maksimal 30 saja.
Saat ini, tercatat ada 41 BUMN dari sebelumnya 108 perusahaan. Artinya, potensi merger atau penggabungan perseroan masih harus dilakukan.
"Contohnya apa? Kita sudah menurunkan jumlah BUMN yang tadinya 108 jadi 41, cukup? Tidak mestinya 30, tapi gak keburu zaman saya. Jadi bisa dimerger-merger lagi," tutur dia.
Alasan perampingan, lanjut dia, untuk menghindari monopoli atau menjadi gurita bisnis yang justru mematikan pengusaha lokal hingga UMKM.
"Jangan sampai BUMN ini juga, tadi malah sebuah gurita bisnis yang mematikan pengusaha lokal, pengusaha daerah, UMKM. Karena semua bisnisnya mau diambil, padahal apa? Tugasnya sebagai lokomotif pembangunan yang merupakan sepertiga dari kekuatan ekonomi nasional. Tetap di korporasi, sehingga program-program yang pro rakyat bisa dilaksanakan," kata Erick.
(uka)