Kabar Baik, Biomassa Berpotensi Menghasilkan 32,6 Giga Watt Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia memiliki potensi biomassa dalam jumlah besar untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT). Kalangan pengusaha EBT dan kehutanan meyakini potensi tersebut akan berperan penting dalam proses transisi energi di Indonesia guna mempercepat tercapainya nol emisi karbon (net zero emission/NZO).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan, untuk memanfaatkan potensi tersebut diperlukan kolaborasi, sinergi dan kerja sama antara investor EBT biomassa serta kalangan dunia usaha kehutanan agar bisa berkontribusi mengembangkan Hutan Tanaman Energi (HTE) yang nantinya digunakan untuk menghasilkan energi listrik.
“Kami bertiga, saya di APHI, pak Djoko di Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) dan Pak Bobby dari kalangan investor, kemarin sama-sama sudah menghitung dan membuat kalkulasi, kami peroleh angka-angka yang luar biasa. Potensi manfaat yang kita dapat akan sangat dahsyat,” ujar Indroyono dalam diskusi virtual, Jumat (18/02/2022).
Turut hadir pada diskusi tersebut Ketua Dewan Pengurus MEBI Djoko Winarno dan Direktur Utama/CEO PT Protech Mitra Perkasa Tbk Bobby Gafur Umar. Sekadar diketahui, Protech Mitra Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi dan infrastruktur mekanikal dan teknik industri, khususnya di bidang energi baru terbarukan.
Bobby Gafur Umar, yang juga Chairman/CEO Indoplas Energy mengungkapkan, berdasarkan kajiannya, kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan akan menghasilkan 32,6 GW (gigawatt) energi listrik dari bahan baku biomassa. Dari jumlah tersebut, total nilai investasi yang akan mengalir masuk diperkirakan mencapai USD52,1 miliar dan mampu menyerap sedikitnya 12 juta orang tenaga kerja.
“Ini kan luar biasa sekali,” katanya.
Tak hanya itu, kata dia, potensi devisa yang akan dihasilkan melalui ekspor bahan baku biomassa berupa pelet kayu juga sangat besar, yakni sekitar 60 juta ton pelet kayu dengan nilai ekspor per tahun bisa mencapai Rp90 triliun.
Bobby menambahkan, HTE sesungguhnya merupakan sumber energi masa depan yang akan membawa Indonesia menjadi pusat energi biomassa dunia. Dia pun meyakini, potensi besar ini akan membawa Indonesia berperan jauh lebih besar dalam mempercepat tercapainya net zero emission.
Sementara itu menurut Indroyono, pihaknya mencatat sedikitnya 34 perusahaan anggota APHI sudah menyatakan minat untuk berinvestasi dibidang ini. Bahkan, beberapa di antaranya bahkan sudah memasukkannya dalam rencana bisnis mereka.
Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pengurus MEBI Djoko Winarnomenjelaskan, energi biomassa adalah jenis bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan-bahan biologis seperti tanaman dan produk-produk pertanian/perkebunan.
Untuk mengubah menjadi bahan bakar, energi biomassa umumnya menggunakan teknologi gasifikasi (gasifikasi fluidized bed), yaitu suatu proses pengubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi gas (cair). Kemudian, biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan.
Selain biomassa seperti kayu, bahan biomassa juga bisa berasal dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan. Ini karena limbah biomassanya sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik.
Belum Dimanfaatkan
Bobby Gafur Umar mengungkapkan, pemanfaatan biomassa sebagai sumberdaya energi listrik merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, sekaligus mempercepat terwujudnya ketahanan energi nasional.
Disebutkannya, luas Hutan Tanaman Energi yang mencapai hampir 1,3 juta hektare saat ini telah melibatkan sedikitnya 32 unit bisnis yang siap berperan dalam mengolah tanaman energi guna menghasilkan biomassa.
Dalam kaitan dengan upaya memacu tercapainya NZE tersebut, menurut Djoko, biomassa merupakan sumber EBT yang memiliki karakter “istimewa” jika dibanding sumber energi yang lain.
“Pertama, biomassa adalah satu-satunya sumber EBT yang dapat dibawa kemana saja. Listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Biomassa (PLTBm) relatif stabil dan dapat tersedia setiap saat. Banyak lagi karakter khususnya,” ujarnya.
Kedua, dampaknya pada pengurangan gas rumah kaca (GRK) juga sangat efektif karena umumnya berasal dari kayu, dan kayu mengandung sulfur, yang emisinya jauh lebih rendah, sehingga berdampak langsung pada pemanasan global.
Adapun biomassa yang berasal dari sampah, maka akan terjadi pengurangan emisi gas methane yang dihasilkan oleh tumpukan sampah.
Pada diskusi tersebut, baik Djoko, Indroyono maupun Bobby meyakini bahwa memanfaatan biomassa dari Hutan Tanaman Energi (HTE) akan menjadi sumber bahan baku energi berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik melalui program co-firing.
“Co-firing akan mengurangi penggunaan energi fosil, dalam hal ini batubara, meningkatkan porsi bauran EBT dalam total bauran energi nasional dengan cara yang relatif cepat, relatif mudah dan murah karena tidak perlu membangun pembangkit baru,” ucap Djoko Winarno.
Untuk diketahui, selain dari hasil hutan sumber energi biomassa juga bisa didapatkan dari limbah-limbah pertanian maupun perkebunan seperti bekas pohon jagung, tebu, jerami, sisa potongan kayu hingga cangkang sawit.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan, untuk memanfaatkan potensi tersebut diperlukan kolaborasi, sinergi dan kerja sama antara investor EBT biomassa serta kalangan dunia usaha kehutanan agar bisa berkontribusi mengembangkan Hutan Tanaman Energi (HTE) yang nantinya digunakan untuk menghasilkan energi listrik.
“Kami bertiga, saya di APHI, pak Djoko di Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) dan Pak Bobby dari kalangan investor, kemarin sama-sama sudah menghitung dan membuat kalkulasi, kami peroleh angka-angka yang luar biasa. Potensi manfaat yang kita dapat akan sangat dahsyat,” ujar Indroyono dalam diskusi virtual, Jumat (18/02/2022).
Turut hadir pada diskusi tersebut Ketua Dewan Pengurus MEBI Djoko Winarno dan Direktur Utama/CEO PT Protech Mitra Perkasa Tbk Bobby Gafur Umar. Sekadar diketahui, Protech Mitra Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi dan infrastruktur mekanikal dan teknik industri, khususnya di bidang energi baru terbarukan.
Bobby Gafur Umar, yang juga Chairman/CEO Indoplas Energy mengungkapkan, berdasarkan kajiannya, kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan akan menghasilkan 32,6 GW (gigawatt) energi listrik dari bahan baku biomassa. Dari jumlah tersebut, total nilai investasi yang akan mengalir masuk diperkirakan mencapai USD52,1 miliar dan mampu menyerap sedikitnya 12 juta orang tenaga kerja.
“Ini kan luar biasa sekali,” katanya.
Tak hanya itu, kata dia, potensi devisa yang akan dihasilkan melalui ekspor bahan baku biomassa berupa pelet kayu juga sangat besar, yakni sekitar 60 juta ton pelet kayu dengan nilai ekspor per tahun bisa mencapai Rp90 triliun.
Bobby menambahkan, HTE sesungguhnya merupakan sumber energi masa depan yang akan membawa Indonesia menjadi pusat energi biomassa dunia. Dia pun meyakini, potensi besar ini akan membawa Indonesia berperan jauh lebih besar dalam mempercepat tercapainya net zero emission.
Sementara itu menurut Indroyono, pihaknya mencatat sedikitnya 34 perusahaan anggota APHI sudah menyatakan minat untuk berinvestasi dibidang ini. Bahkan, beberapa di antaranya bahkan sudah memasukkannya dalam rencana bisnis mereka.
Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pengurus MEBI Djoko Winarnomenjelaskan, energi biomassa adalah jenis bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan-bahan biologis seperti tanaman dan produk-produk pertanian/perkebunan.
Untuk mengubah menjadi bahan bakar, energi biomassa umumnya menggunakan teknologi gasifikasi (gasifikasi fluidized bed), yaitu suatu proses pengubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi gas (cair). Kemudian, biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan.
Selain biomassa seperti kayu, bahan biomassa juga bisa berasal dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan. Ini karena limbah biomassanya sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik.
Belum Dimanfaatkan
Bobby Gafur Umar mengungkapkan, pemanfaatan biomassa sebagai sumberdaya energi listrik merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, sekaligus mempercepat terwujudnya ketahanan energi nasional.
Disebutkannya, luas Hutan Tanaman Energi yang mencapai hampir 1,3 juta hektare saat ini telah melibatkan sedikitnya 32 unit bisnis yang siap berperan dalam mengolah tanaman energi guna menghasilkan biomassa.
Dalam kaitan dengan upaya memacu tercapainya NZE tersebut, menurut Djoko, biomassa merupakan sumber EBT yang memiliki karakter “istimewa” jika dibanding sumber energi yang lain.
“Pertama, biomassa adalah satu-satunya sumber EBT yang dapat dibawa kemana saja. Listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Biomassa (PLTBm) relatif stabil dan dapat tersedia setiap saat. Banyak lagi karakter khususnya,” ujarnya.
Kedua, dampaknya pada pengurangan gas rumah kaca (GRK) juga sangat efektif karena umumnya berasal dari kayu, dan kayu mengandung sulfur, yang emisinya jauh lebih rendah, sehingga berdampak langsung pada pemanasan global.
Adapun biomassa yang berasal dari sampah, maka akan terjadi pengurangan emisi gas methane yang dihasilkan oleh tumpukan sampah.
Pada diskusi tersebut, baik Djoko, Indroyono maupun Bobby meyakini bahwa memanfaatan biomassa dari Hutan Tanaman Energi (HTE) akan menjadi sumber bahan baku energi berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik melalui program co-firing.
“Co-firing akan mengurangi penggunaan energi fosil, dalam hal ini batubara, meningkatkan porsi bauran EBT dalam total bauran energi nasional dengan cara yang relatif cepat, relatif mudah dan murah karena tidak perlu membangun pembangkit baru,” ucap Djoko Winarno.
Untuk diketahui, selain dari hasil hutan sumber energi biomassa juga bisa didapatkan dari limbah-limbah pertanian maupun perkebunan seperti bekas pohon jagung, tebu, jerami, sisa potongan kayu hingga cangkang sawit.
(ynt)