Kenaikan PPN Jadi 11 Persen Dikhawatirkan Picu Inflasi

Senin, 21 Februari 2022 - 19:23 WIB
loading...
Kenaikan PPN Jadi 11 Persen Dikhawatirkan Picu Inflasi
Kenaikan PPN menjadi 11% per 1 April mendatang dikhawatirkan bakal semakin membebani konsumen. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% per 1 April mendatang diyakini akan menambah beban konsumen. Pasalnya, peningkatan biaya di level produsen akibat kenaikan PPN tersebut akan diteruskan pelaku usaha ke konsumen melalui kenaikan harga produk.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan, kenaikan tarif PPN itu akan memicu inflasi semakin tinggi. Ia menunjuk sejumlah harga pangan yang merangkak naik saat ini. Harga minyak goreng, kedelai yang tinggi naik dan beras yang sudah mulai naik harga akan menjadi pendorong inflasi.



"Kenaikan inflasi pangan ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Sektor makanan dan minuman (mamin) yang terdampak kenaikan tarif PPN akan sangat dirasakan konsumen. Menurut saya menaikkan tarif PPN ditengah kondisi seperti saat ini kurang pas," kata Ahmad, seperti dilansir Antara, Senin (21/2/2022).

Bagi sektor usaha, lanjut dia, kenaikan tarif PPN ini akan menambah beban perusahaan, meski terkesan kecil hanya 1%. Namun jika diakumulasikan, kata dia, nominalnya akan sangat besar, tergantung transaksi perusahaan. Ia menunjuk sejumlah sektor seperti besi dan baja yang akan terkena dampak karena tarif PPN.

"Kenaikan tarif PPN akan berakibat pada harga jual produk. Implikasinya peningkatan penjualan perusahaan juga tidak akan terjadi dengan cepat. Beban tarif PPN ini pada akhirnya konsumen yang harus membayarnya," ujarnya.



Sementara sektor usaha properti dan otomotif masih akan menikmati insentif PPN hingga akhir tahun ini. Insentif tersebut membuat sektor-sektor itu tidak serta merta menaikkan harga jual produknya. Namun, jika insentif berakhir, pelaku usaha otomotif dan properti menurutnya pasti akan melakukan penyesuaian harga akibat perubahan tarif PPN tersebut.

Selain itu, sesuai Undang-Undang (UU) HPP terdapat beberapa obyek pajak baru yang akan terkena kebijakan kenaikan PPN. Di antaranya barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan orang banyak dan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.



Sementara itu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu optimis kenaikan tarif PPN 1 April nanti akan berdampak terbatas terhadap inflasi. "Dampak kenaikan tarif PPN akan cukup terbatas karena kenaikannya juga terbatas dari 10 persen menjadi 11%. Itu pun mulai 1 April. Jadi dalam konteks setahun dampaknya hanya berlaku selama tiga kuartal," tutur Febrio dalam sebuah diskusi virtual, beberapa waktu lalu.

Kebijakan kenaikan tarif PPN ini merupakan upaya pemerintah untuk menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio di tahun 2022. Febrio memperkirakan rasio pajak pada tahun ini bisa mencapai hingga 9,5% terhadap PDB. Melalui ekstensifikasi pajak ini, Pemerintah menargetkan tax ratio di akhir tahun 2024 mencapai 10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Selain kenaikan tarif PPN menjadi 11% mulai April 2022; UU HPP juga mengatur penambahan tax bracket PPh 35% bagi wajib pajak berpendapatan di atas Rp5 miliar setiap tahun. Selain itu juga terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) hingga Juni 2022 (tax amnesty) dan penerapan pajak karbon.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2449 seconds (0.1#10.140)