Berawal dari Kopi, Belanda Ketagihan Keruk Harta Karun RI

Selasa, 24 Mei 2022 - 19:17 WIB
loading...
Berawal dari Kopi, Belanda...
Terungkap asal usul belanda mengeruk harta karun di Indonesia. FOTO/Thinkstock
A A A
JAKARTA - Sejarah penguasaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia berawal dari kedatangan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1602. VOC berhasil memonopoli serta mengeksploitasi rempah-rempah sebagai komoditas ekonomi. Pada abad ke-19, Belanda mulai meninggalkan rempah-rempah.

Belanda memilih beralih ke komoditas seperti kopi dan teh yang dinilai mempunyai keuntungan besar di pasaran dunia. Perdagangan hasil pertambangan ini dilakukan demi menutupi utang VOC.

Pada 1850, pemerintah Hindia Belanda membentuk Dienst van het Mijnwezen (Departemen Dinas Pertambangan) di Batavia. Dienst van het Mijnwezen mempunyai tugas untuk manajemen pertambangan serta penggalian, otoritas pajak, pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi, pengawasan serta pengelolaan tambang.



Tak hanya itu, Departemen Dinas Pertambangan juga menyediakan informasi kepada masyarakat tentang geologi, metalurgi, hingga pertambangan untuk ilmu pengetahuan serta industri, pelaksanaan penelitian, dan pelayanan pengeboran air tanah.

Sesuai dengan rencana pemerintah Hindia Belanda yang menjadikan Bandung sebagai ibu kota, pada 1920 dilakukan persiapan untuk memindahkan Dienst van het Mijnwezen ke Bandung. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1922, Dienst van het Mijnwezen berganti nama menjadi Dienst van de Mijnbouw.

Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun gedung Geologisch Laboratorium di Jalan Wilhelmina Boulevard pada 1928. Gedung ini digunakan untuk kantor Dienst van den Mijnbouw yang diresmikan pada 16 Mei 1929. Kemudian gedung ini digunakan untuk acara Pacific Science Congress ke IV.

Ketika Perang Dunia II berlangsung, gedung tersebut juga dijadikan tempat pendidikan Assistant Geologen Cursus (Kursus Asisten Geologi) dengan diikuti oleh dua peserta, yaitu Arie Frederik Lasut dan Raden Soenoe Soemosoesastro. Mereka yang merupakan orang pribumi inilah yang menjadi pegawai menengah pertama di kantor Mijnbouw hingga menjadi tokoh perjuangan yang membangun kelembagaan tambang serta geologi Indonesia.

Pada 1942-1945, Mijnbouw diambil oleh Jepang dan berganti nama menjadi Chisitsu Chosasho. Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 ini juga mengantarkan perubahan kepada sektor pertambangan.

Sekelompok pegawai muda di kantor Chisitsu Chosasho, yang dipelopori oleh Arie Frederik Lasut, Raden Ali Tirtosoewirjo, Raden Soenoe Soemosoesastro, dan Sjamsoe M. Bahroem, mengambil alih paksa kantor Chisitsu Chosasho dari Jepang. Sejak saat itulah, kantor Chisitsu Chosasho diubah menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi.

Usai diambil alih oleh Indonesia dan berganti nama menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, kemudian dibentuklah Dewan Pimpinan Kantor. Dewan Pimpinan Kantor ini terdiri dari tujuh orang, dengan Raden Ali Tirtosoewirjo yang ditunjuk sebagai pimpinan. Terjadi beberapa kali pergantian, hingga akhirnya Arie Frederik Lasut menjadi Kepala Poesat Djawatan dan Raden Soenoe Soemosoesastro menjadi Kepala Bagian Geologi.

Pada 20 Oktober 1945, Arie Frederik Lasut mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa semua perusahaan pertambangan berada di bawah pengawasan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi. Pada Desember 1945, kantor tersebut diambil alih oleh Belanda. Akibatnya, kegiatan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi pindah dari Bandung ke Tasikmalaya pada 23 Maret 1946. Kemudian pindah lagi, ke Magelang dan Tirtomoyo. Keterbatasan sarana dan prasarana kerja ini membuat pimpinan Poesat Djawatan ini untuk memencar para pegawai ke beberapa lokasi. Ada yang ditempatkan di Borobudur, Dukun, Muntilan, serta Srumbung.

Pada Desember 1945-Desember 1949, kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi kerap berpindah-pindah. Guna mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, Arie Frederik Lasut dan Raden Soenoe Soemosoesastro membuka Sekolah Pertambangan-Geologi Pertama (SPGP), Sekolah Pertambangan-Geologi Menengah (SPGM), dan Sekolah Pertambangan-Geologi Tinggi (SPGT).



Sebagai pimpinan, Arie Frederik Lasut menolak untuk kerja sama dengan Belanda. Pada 7 Maret 1949, Arie Frederik Lasut diculik oleh pasukan Belanda dari rumahnya. Ia dibawa dengan menggunakan jip ke arah Kaliurang, kemudian dibunuh. Atas jasanya yang telah dilakukan, Arie Frederik Lasut dianugerahi predikat Pahlawan Kemerdekaan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969 pada tanggal 20 Mei 1969.

Ditetapkannya Arie Frederik Lasut menjadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia ini memperkuat landasan untuk pengambilalihan kantor Chisitsu Chosasho, yang menjadi peristiwa penting di sektor pertambangan dan energi, pada 28 September 1945. Terkait penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi, Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1319 K/73/MEM/2006 Tentang Tim Penyusunan Buku Sejarah Pertambangan dan Energi yang diperbaharui dengan Keputusan Nomor 0147 K/73/MEM/200R tanggal 14 Februari 2008. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 pada 27 September 2008, tanggal 28 September 2008 ditetapkan sebagai Hari Jadi Pertambangan dan Energi.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1208 seconds (0.1#10.140)