Nilai Harta Karun RI Ini Tembus Rp33.940 Triliun, Bisa Buat Lunasi Utang Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dikenal punya segudang harta karun mineral seperti nikel , timah, hingga tembaga. Sedangkan untuk komoditas tambang tidak kalah mempunyaicadangan melimpah, sebut saja batu bara, bauksit, hingga logam langka seperti tanah jarang.
Bahkan, Indonesia punya harta karun mineral, yang jumlahnya nomor 1 di dunia. Hampir seluruh negara mengincar komoditas ini dari Indonesia, harta karun itu adalah nikel.
Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.
"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku nikel dunia," ungkap Booklet Nikel Kementerian ESDM 2020.
Bila menggunakan Harga Mineral Acuan (HMA) nikel pada akhir Maret 2022, turun 0,6% dibandingkan hari sebelumnya menjadi USD32.520 per ton. Maka valuasi cadangan logam nikel di Indonesia mencapai USD2.34 triliun atau setara setara Rp33.940 triliun (Kurs Rp14,495 per USD).
Untuk urusan cadangan nikel, ada Australia yang mencapai 15%, lalu Brazil 8%, Rusia 5%, dan gabungan sejumlah negara lainnya seperti Filipina, China, Kanada, dan lainnya 20%.
Produksi nikel Indonesia sendiri mencapai 760.000 ton. Unggul telak dari Filipina dan Rusia dengan produksi masing-masing 320.000 ton dan 280.000 ton.Dengan cadangan dan produksi melimpah, nikel menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia. Sepanjang semester-I 2021, ekspor nikel sebesar USD443,2 juta.
Selain nikel, Indonesia juga dikenal punya banyak harta karun mineral lain dimana RI sebagai produsen timah terbesar di dunia selain China. Pada tahun 2020, produksi timah Indonesia mencapai 66.000 metrik ton dan cadangan 800.000 metrik ton.
Terkait kandungan bijih nikel disebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan 4,5 miliar ton, termasuk nikel kadar rendah (limonite nickel) dan nikel kadar tinggi (saprolite nickel).
Adapun umur cadangan bijih nikel Indonesia disebutkan bisa mencapai 73 tahun, untuk jenis bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% (limonite nickel). Asumsi umur cadangan tersebut berasal dari jumlah cadangan bijih nikel limonit mencapai 1,7 miliar ton dan kebutuhan kapasitas pengolahan (smelter) di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun.
Pengolahan bijih nikel kadar rendah ini biasanya menggunakan teknologi hydrometalurgi menjadi berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nickel hydroxide (NiOH).Adapun produk MHP dan NiOH ini bisa diolah lagi menjadi bahan baku komponen baterai kendaraan listrik maupun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini dengan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan bijih untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.
"Bijih nikel kadar tinggi biasanya menggunakan teknologi pyrometalurgi yang bisa menghasilkan produk nickel matte, Nickel Pig Iron (NPI), dan feronikel (FeNi)," tulis keterangan Booklet Nikel tersebut.
Berapa Besaran Produksinya?
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, produksi logam feronikel masih menjadi terbesar di antara produk olahan logam nikel lainnya.
Produksi feronikel RI pada 2021 tercatat mencapai 1,58 juta ton, naik dari produksi di 2020 sebesar 1,46 juta ton. Sementara produksi NPI pada 2021 tercatat sebesar 799,6 ribu ton, turun dari produksi 2020 sebesar 860,5 ribu ton.
Begitu juga dengan nickel matte, produksi pada 2021 turun menjadi 82,3 ribu ton dari 91,7 ribu ton pada 2020. "Penurunan produksi nickel pig iron dan nickel matte disebabkan furnace rebuild di PT Vale dan pembatasan jam operasional pada smelter lain karena pandemi Covid-19," bunyi keterangan Ditjen Minerba.
Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia didorong untuk mampu memanfaatkan momentum tingginya nilai ekonomi nikel yang dianggap sebagai 'emas baru'. Diketahui nikel merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi olahan nikel Indonesia mencapai 2,47 juta ton pada 2021. Angka ini naik 2,17 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 2,41 juta ton.
Tren produksi olahan nikel di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pada awalnya produksi olahan nikel hanya sebesar 927,9 ribu ton pada 2018. Angka ini terus naik, salah satunya ditopang oleh produksi feronikel.
Kementerian ESDM pun berencana meningkatkan kembali produksi olahan nikel mencapai 2,58 juta ton pada 2022. Tahun ini, Kementerian ESDM mematok produksi olahan nikel dapat mengalami peningkatan.
Feronikel ditargetkan meningkat menjadi 1,66 juta ton, nickel pig iron 831.000 ton, dan nickel matte 82.900 ton. Ekspektasinya 5 tahun ke depan produksi nikel ini bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel Indonesia.
Selain itu, terdapat mineral lain yang menjadi andalan ekspor Indonesia walaupun tidak masuk 10 besar produksi dunia, yaitu:
1. Besi dan Baja, nilai ekspor USD8,79 miliar.
2. Tembaga, nilai ekspor USD1,4 miliar.
3. Aluminium, nilai ekspor USD352 juta.
4. Seng, nilai ekspor USD18,1 juta.
5. Timbal, nilai ekspor USD4,3 juta.
Sementara seiring dengan keseriusan pemerintah menciptakan ekosistem yang menunjang terwujudnya kendaraan listrik. Maka pemanfaatan Nikel bisa menjadi peluang bagus buat Indonesia.
Bahkan, Indonesia punya harta karun mineral, yang jumlahnya nomor 1 di dunia. Hampir seluruh negara mengincar komoditas ini dari Indonesia, harta karun itu adalah nikel.
Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.
"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku nikel dunia," ungkap Booklet Nikel Kementerian ESDM 2020.
Bila menggunakan Harga Mineral Acuan (HMA) nikel pada akhir Maret 2022, turun 0,6% dibandingkan hari sebelumnya menjadi USD32.520 per ton. Maka valuasi cadangan logam nikel di Indonesia mencapai USD2.34 triliun atau setara setara Rp33.940 triliun (Kurs Rp14,495 per USD).
Untuk urusan cadangan nikel, ada Australia yang mencapai 15%, lalu Brazil 8%, Rusia 5%, dan gabungan sejumlah negara lainnya seperti Filipina, China, Kanada, dan lainnya 20%.
Produksi nikel Indonesia sendiri mencapai 760.000 ton. Unggul telak dari Filipina dan Rusia dengan produksi masing-masing 320.000 ton dan 280.000 ton.Dengan cadangan dan produksi melimpah, nikel menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia. Sepanjang semester-I 2021, ekspor nikel sebesar USD443,2 juta.
Selain nikel, Indonesia juga dikenal punya banyak harta karun mineral lain dimana RI sebagai produsen timah terbesar di dunia selain China. Pada tahun 2020, produksi timah Indonesia mencapai 66.000 metrik ton dan cadangan 800.000 metrik ton.
Terkait kandungan bijih nikel disebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan 4,5 miliar ton, termasuk nikel kadar rendah (limonite nickel) dan nikel kadar tinggi (saprolite nickel).
Adapun umur cadangan bijih nikel Indonesia disebutkan bisa mencapai 73 tahun, untuk jenis bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% (limonite nickel). Asumsi umur cadangan tersebut berasal dari jumlah cadangan bijih nikel limonit mencapai 1,7 miliar ton dan kebutuhan kapasitas pengolahan (smelter) di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun.
Pengolahan bijih nikel kadar rendah ini biasanya menggunakan teknologi hydrometalurgi menjadi berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nickel hydroxide (NiOH).Adapun produk MHP dan NiOH ini bisa diolah lagi menjadi bahan baku komponen baterai kendaraan listrik maupun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini dengan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan bijih untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.
"Bijih nikel kadar tinggi biasanya menggunakan teknologi pyrometalurgi yang bisa menghasilkan produk nickel matte, Nickel Pig Iron (NPI), dan feronikel (FeNi)," tulis keterangan Booklet Nikel tersebut.
Berapa Besaran Produksinya?
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, produksi logam feronikel masih menjadi terbesar di antara produk olahan logam nikel lainnya.
Produksi feronikel RI pada 2021 tercatat mencapai 1,58 juta ton, naik dari produksi di 2020 sebesar 1,46 juta ton. Sementara produksi NPI pada 2021 tercatat sebesar 799,6 ribu ton, turun dari produksi 2020 sebesar 860,5 ribu ton.
Begitu juga dengan nickel matte, produksi pada 2021 turun menjadi 82,3 ribu ton dari 91,7 ribu ton pada 2020. "Penurunan produksi nickel pig iron dan nickel matte disebabkan furnace rebuild di PT Vale dan pembatasan jam operasional pada smelter lain karena pandemi Covid-19," bunyi keterangan Ditjen Minerba.
Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia didorong untuk mampu memanfaatkan momentum tingginya nilai ekonomi nikel yang dianggap sebagai 'emas baru'. Diketahui nikel merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi olahan nikel Indonesia mencapai 2,47 juta ton pada 2021. Angka ini naik 2,17 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 2,41 juta ton.
Tren produksi olahan nikel di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pada awalnya produksi olahan nikel hanya sebesar 927,9 ribu ton pada 2018. Angka ini terus naik, salah satunya ditopang oleh produksi feronikel.
Kementerian ESDM pun berencana meningkatkan kembali produksi olahan nikel mencapai 2,58 juta ton pada 2022. Tahun ini, Kementerian ESDM mematok produksi olahan nikel dapat mengalami peningkatan.
Feronikel ditargetkan meningkat menjadi 1,66 juta ton, nickel pig iron 831.000 ton, dan nickel matte 82.900 ton. Ekspektasinya 5 tahun ke depan produksi nikel ini bisa terus meningkat seiring dengan melimpahnya cadangan nikel Indonesia.
Selain itu, terdapat mineral lain yang menjadi andalan ekspor Indonesia walaupun tidak masuk 10 besar produksi dunia, yaitu:
1. Besi dan Baja, nilai ekspor USD8,79 miliar.
2. Tembaga, nilai ekspor USD1,4 miliar.
3. Aluminium, nilai ekspor USD352 juta.
4. Seng, nilai ekspor USD18,1 juta.
5. Timbal, nilai ekspor USD4,3 juta.
Sementara seiring dengan keseriusan pemerintah menciptakan ekosistem yang menunjang terwujudnya kendaraan listrik. Maka pemanfaatan Nikel bisa menjadi peluang bagus buat Indonesia.
(akr)