KPPU Putuskan Garuda Indonesia Bersalah Soal Harga Tiket, Ini Kata Dirut Irfan
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT. Garuda Indonesia menghormati sepenuhnya proses hukum yang telah berjalan sampai dengan dengan hasil putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No. 15/KPPUI/2019 terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5/1999. KPPU memutuskan seluruh terlapor (tujuh maskapai), termasuk Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia, secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 dalam jasa angkutan udara atas perjanjian penetapan harga.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, bahwa Garuda Indonesia Group sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini. Ia menerangkan, putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional pada 2018-2019.
"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu," kata Irfan di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
( )
Dia pun menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing. Oleh karenanya, saat ini Garuda Indonesia Group memastikan untuk senantiasa memperkuat komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis Perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis, dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.
"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," ungkapnya.
Sebagai informasi, KPPU memastikan tujuh maskapai yang menjadi Terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada 23 Juni 2020.
Adapun, tujuh maskapai yang terlibat, antara lain PT Garuda Indonesia Tbk. (Terlapor I), PT Citilink Indonesia (Terlapor II), PT Sriwijaya Air (Terlapor III), PT NAM Air (Terlapor IV), PT Lion Mentari Airlines (Terlapor V), PT Batik Air (Terlapor VI) dan PT Wings Abadi (Terlapor VII).
Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para Terlapor, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia. Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds) dan telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.
Namun demikian, Majelis Komisi menilai bahwa concerted action sebagai bentuk meeting of minds di antara para Terlapor tersebut, tidak memenuhi unsur perjanjian di Pasal 11 (kartel) sesuai Peraturan KPPU No. 4/2010. Adapun, Majelis Komisi dalam perkara tersebut terdiri dari Kurnia Toha sebagai Ketua, serta Kodrat Wibowo dan Yudi Hidayat masing-masing sebagai Anggota Majelis.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, bahwa Garuda Indonesia Group sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini. Ia menerangkan, putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional pada 2018-2019.
"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu," kata Irfan di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
( )
Dia pun menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing. Oleh karenanya, saat ini Garuda Indonesia Group memastikan untuk senantiasa memperkuat komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis Perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis, dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.
"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," ungkapnya.
Sebagai informasi, KPPU memastikan tujuh maskapai yang menjadi Terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada 23 Juni 2020.
Adapun, tujuh maskapai yang terlibat, antara lain PT Garuda Indonesia Tbk. (Terlapor I), PT Citilink Indonesia (Terlapor II), PT Sriwijaya Air (Terlapor III), PT NAM Air (Terlapor IV), PT Lion Mentari Airlines (Terlapor V), PT Batik Air (Terlapor VI) dan PT Wings Abadi (Terlapor VII).
Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para Terlapor, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia. Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds) dan telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.
Namun demikian, Majelis Komisi menilai bahwa concerted action sebagai bentuk meeting of minds di antara para Terlapor tersebut, tidak memenuhi unsur perjanjian di Pasal 11 (kartel) sesuai Peraturan KPPU No. 4/2010. Adapun, Majelis Komisi dalam perkara tersebut terdiri dari Kurnia Toha sebagai Ketua, serta Kodrat Wibowo dan Yudi Hidayat masing-masing sebagai Anggota Majelis.
(akr)