Integrasi Moda Angkutan dan Tiket akan Dorong Pengguna Transportasi Umum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Normalnya aktivitas masyarakat, setelah dua tahun melakukan work from home (WFH) membuat kondisi lalu lintas kembali diwarnai kemacetan, khususnya di Jabodetabek. Seperti biasa, padatnya lalu lintas tersebut dikarenakan masyarakat masih lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum .
Pengamat transportasi dan tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan persoalan kemacetan di Jabodetabek merupakan masalah klasik dari tahun ke tahun, terutama di Jakarta. Hal itu dikarenakan arus transportasi mengarah pada satu titik, yaitu ke Jakarta.
Keengganan masyarakat untuk memanfaatkan transportasi umum salah satunya karena kurang terintegrasinya moda transportasi publik dengan tempat tinggal atau lingkungan perumahan para pekerja. “Transportasi publik itu dibangun di tengah kota, LRT dan sebagainya di situ, sementara pekerja di Jakarta itu tinggal di pinggir kota. Jadi perlu ada penghubung antara pinggiran dan tengah kota,” katanya, Selasa (28/6/2022).
Agar moda transportasi tersebut terintegrasi, lanjut Yayat, perlu ada kolaborasi atau kerja sama business to business antar stakeholder terkait. Seperti kerja sama mass rapid transit (MRT) Jakarta) dengan light rail transit (LRT) dan Transjakarta dalam integrasi satu tarif agar lebih terjangkau.
Kemudian ada juga kolaborasi antara PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dengan Gojek untuk memudahkan dalam urusan pembelian tiket KRL melalui fitur GoTransit di aplikasi Gojek. Lewat GoTransit, pengguna bisa memilih rute perjalanan sehingga dapat memilih rute maupun membandingkan harga moda transportasi publik sesuai kebutuhan. Selain itu, estimasi waktu perjalanan, hingga memantau jadwal operasional transportasi publik dapat dilakukan dalam satu fitur.
“Menurut saya kerja sama antar-badan usaha itu bagus. Disinergikan agar tidak ada sekat yang menghambat orang untuk menggunakan moda transportasi publik. Karena transportasi saat ini menjadi media bagi orang untuk berpindah dari satu titik ke titik lain, dan tidak selalu dari rumah ke kantor saja,” katanya.
Selain integrasi moda transportasi, lanjut Yayat, untuk mengurangi tingkat kemacetan di wilayah Jabodetabek juga perlu dilakukan integrasi tarif, kelembagaan, dan integrasi jadwal. “Kalau semua itu sudah diintegrasinya, tinggal dilakukan trafik manajemen untuk pembatasan,” tegasnya.
Pengamat transportasi dan tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan persoalan kemacetan di Jabodetabek merupakan masalah klasik dari tahun ke tahun, terutama di Jakarta. Hal itu dikarenakan arus transportasi mengarah pada satu titik, yaitu ke Jakarta.
Keengganan masyarakat untuk memanfaatkan transportasi umum salah satunya karena kurang terintegrasinya moda transportasi publik dengan tempat tinggal atau lingkungan perumahan para pekerja. “Transportasi publik itu dibangun di tengah kota, LRT dan sebagainya di situ, sementara pekerja di Jakarta itu tinggal di pinggir kota. Jadi perlu ada penghubung antara pinggiran dan tengah kota,” katanya, Selasa (28/6/2022).
Agar moda transportasi tersebut terintegrasi, lanjut Yayat, perlu ada kolaborasi atau kerja sama business to business antar stakeholder terkait. Seperti kerja sama mass rapid transit (MRT) Jakarta) dengan light rail transit (LRT) dan Transjakarta dalam integrasi satu tarif agar lebih terjangkau.
Kemudian ada juga kolaborasi antara PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dengan Gojek untuk memudahkan dalam urusan pembelian tiket KRL melalui fitur GoTransit di aplikasi Gojek. Lewat GoTransit, pengguna bisa memilih rute perjalanan sehingga dapat memilih rute maupun membandingkan harga moda transportasi publik sesuai kebutuhan. Selain itu, estimasi waktu perjalanan, hingga memantau jadwal operasional transportasi publik dapat dilakukan dalam satu fitur.
“Menurut saya kerja sama antar-badan usaha itu bagus. Disinergikan agar tidak ada sekat yang menghambat orang untuk menggunakan moda transportasi publik. Karena transportasi saat ini menjadi media bagi orang untuk berpindah dari satu titik ke titik lain, dan tidak selalu dari rumah ke kantor saja,” katanya.
Selain integrasi moda transportasi, lanjut Yayat, untuk mengurangi tingkat kemacetan di wilayah Jabodetabek juga perlu dilakukan integrasi tarif, kelembagaan, dan integrasi jadwal. “Kalau semua itu sudah diintegrasinya, tinggal dilakukan trafik manajemen untuk pembatasan,” tegasnya.
(uka)