Menko Airlangga Optimistis Indonesia Tidak Masuk Jurang Resesi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan peluang Indonesia masuk ke jurang resesi sangat kecil. Hal itu lantaran peluang Indonesia hanya 3 persen dibandingkan negara lain.
"Di mana angka 100 adalah tren jangka panjang. Dan garis dot itu Indonesia berada dalam indeks di atas 100 dan sesudah Indonesia adalah India," ujar Airlangga dalam acara telekonferensi, Selasa (2/8/2022).
Airlangga mengatakan, berdasarkan leading indicator CEIC seperti keuangan moneter, pasar tenaga kerja, dan industri. Perekonomian Indonesia diperkirakan masih menguat. Dibandingkan negara lain seperti China, AS, dan Eropa yang perekonomiannya melambat Indonesia dan India posisi perekonomian masih menguat.
"Beberapa negara masih ekspansi termasuk di Indonesia. Sehingga dari probabilitas resesi Indonesia bersama India termasuk persentasenya paling rendah," tambah Airlangga.
Dia mengatakan kenaikan harga komoditas mendorong beberapa negara untuk inflasi tinggi, ekonomi melambat, dan resesi ekonomi seperti AS yang sudah dua kali negatif. Sehingga secara teknikal sudah masuk ke dalam resesi dan stagflasi.
Di tengah kenaikan inflasi global tersebut inflasi Indonesia per Juli 2022 sebesar 4,94%, dan ini relatif terkendali jika dibandingkan negara lainnya seperti Jerman yang mengalami inflasi sebesar 7,5% atau Perancis sebesar 6,1%.
Adapun proyeksi probabilitas resesi tertinggi ada pada negara Sri Lanka yang sebesar 85 persen, New Zealand 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25 persen. Secara global, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen. Melalui hal itu Airlangga optimistis hingga akhir tahun perekonomian RI masih akan tumbuh. Airlangga optimistis di 2022 ini perekonomian dapat tumbuh sebesar 5,2% year on year (yoy).
"Sampai akhir tahun kami masih optimis kuartal II juga diperkirakan sedikit dari 5 persen. Kalau itu bisa kita juga di kuartal III maka angka 5,2 persen hingga akhir tahun ini bisa kita capai," jelasnya.
Dia menejalskan pertumbuhan ekonomi juga bergantung pada pengendalian pandemi dengan didukung perbaikan sistem ketahanan kesehatan, kemudian dari responsifnya kebijakan ekonomi yang tepat termasuk kebijakan fiskal dan moneter untuk memastikan proses pemulihan yang lebih kuat, penciptaan lapangan kerja secara signifikan, serta kesiapan bertransformasi menggunakan teknologi digital dalam banyak bidang di masa depan.
"Di mana angka 100 adalah tren jangka panjang. Dan garis dot itu Indonesia berada dalam indeks di atas 100 dan sesudah Indonesia adalah India," ujar Airlangga dalam acara telekonferensi, Selasa (2/8/2022).
Airlangga mengatakan, berdasarkan leading indicator CEIC seperti keuangan moneter, pasar tenaga kerja, dan industri. Perekonomian Indonesia diperkirakan masih menguat. Dibandingkan negara lain seperti China, AS, dan Eropa yang perekonomiannya melambat Indonesia dan India posisi perekonomian masih menguat.
"Beberapa negara masih ekspansi termasuk di Indonesia. Sehingga dari probabilitas resesi Indonesia bersama India termasuk persentasenya paling rendah," tambah Airlangga.
Dia mengatakan kenaikan harga komoditas mendorong beberapa negara untuk inflasi tinggi, ekonomi melambat, dan resesi ekonomi seperti AS yang sudah dua kali negatif. Sehingga secara teknikal sudah masuk ke dalam resesi dan stagflasi.
Di tengah kenaikan inflasi global tersebut inflasi Indonesia per Juli 2022 sebesar 4,94%, dan ini relatif terkendali jika dibandingkan negara lainnya seperti Jerman yang mengalami inflasi sebesar 7,5% atau Perancis sebesar 6,1%.
Adapun proyeksi probabilitas resesi tertinggi ada pada negara Sri Lanka yang sebesar 85 persen, New Zealand 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25 persen. Secara global, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen. Melalui hal itu Airlangga optimistis hingga akhir tahun perekonomian RI masih akan tumbuh. Airlangga optimistis di 2022 ini perekonomian dapat tumbuh sebesar 5,2% year on year (yoy).
"Sampai akhir tahun kami masih optimis kuartal II juga diperkirakan sedikit dari 5 persen. Kalau itu bisa kita juga di kuartal III maka angka 5,2 persen hingga akhir tahun ini bisa kita capai," jelasnya.
Dia menejalskan pertumbuhan ekonomi juga bergantung pada pengendalian pandemi dengan didukung perbaikan sistem ketahanan kesehatan, kemudian dari responsifnya kebijakan ekonomi yang tepat termasuk kebijakan fiskal dan moneter untuk memastikan proses pemulihan yang lebih kuat, penciptaan lapangan kerja secara signifikan, serta kesiapan bertransformasi menggunakan teknologi digital dalam banyak bidang di masa depan.