Harga BBM Naik, Inflasi Diramal Tembus 7,5%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hari ini (3/9/2022). Harga BBM bersubsidi jenis Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, sementara harga Solar subsidi menjadi Rp6.800 per liter dari sebelumnya Rp5.150 per liter. Selain itu, harga BBM jenis Pertamax juga mengalami kenaikan harga menjadi Rp14.500 per liter dari sebelumnya Rp12.500 per liter.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga BBM subsidi dilakukan diwaktu yang tidak tepat, terutama untuk jenis Pertalite. Bhima menilai bahwa, masyarakat belum siap menghadapi kenaikan harga tersebut, sehingga dapat menimbulkan ancaman stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan, yang tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.
“Untuk inflasi pangan diperkirakan akan kembali menyentuh dobel digit atau diatas 10% per tahun pada September ini. Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7% hingga 7,5% hingga akhir tahun,” kata Bhima saat dihubungi MPI, Sabtu (3/9/20022).
Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi ini bukan hanya sekadar berdampak pada harga energi dan biaya transportasi kendaraan pribadi, namun akan berdampak ke hampir semua sektor. Misalnya harga pengiriman bahan pangan akan naik disaat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.
Menurutnya, masyarakat baik yang memiliki kendaraan pribadi maupun yang tidak memiliki kendaraan akan secara bersamaan mengurangi konsumsi barang-barang lainnya. Pasalnya, BBM merupakan kebutuhan dasar, yang pada saat mengalami kenaikan harga, maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik akan terdampak.
“Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya-biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet, nanti efeknya ke PMI manufaktur kontraksi kembali dibawah 50,” ujar dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga BBM subsidi dilakukan diwaktu yang tidak tepat, terutama untuk jenis Pertalite. Bhima menilai bahwa, masyarakat belum siap menghadapi kenaikan harga tersebut, sehingga dapat menimbulkan ancaman stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan, yang tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.
“Untuk inflasi pangan diperkirakan akan kembali menyentuh dobel digit atau diatas 10% per tahun pada September ini. Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7% hingga 7,5% hingga akhir tahun,” kata Bhima saat dihubungi MPI, Sabtu (3/9/20022).
Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi ini bukan hanya sekadar berdampak pada harga energi dan biaya transportasi kendaraan pribadi, namun akan berdampak ke hampir semua sektor. Misalnya harga pengiriman bahan pangan akan naik disaat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk.
Menurutnya, masyarakat baik yang memiliki kendaraan pribadi maupun yang tidak memiliki kendaraan akan secara bersamaan mengurangi konsumsi barang-barang lainnya. Pasalnya, BBM merupakan kebutuhan dasar, yang pada saat mengalami kenaikan harga, maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik akan terdampak.
“Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya-biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet, nanti efeknya ke PMI manufaktur kontraksi kembali dibawah 50,” ujar dia.
(nng)