Incar Dana Rp2.087 Triliun, Uni Eropa Sepakat Terapkan Pungutan ke Perusahaan Energi
loading...
A
A
A
BRUSELLS - Uni Eropa (UE) sepakat memberlakukan pungutan darurat atas keuntungan tak terduga perusahaan energi yang meraup cuan banyak. Para menteri telah menyetujui pajak rejeki nomplok atau pajak profit pada perusahaan energi tertentu serta pemotongan wajib dalam penggunaan listrik.
Rencana tersebut mencakup pungutan atas surplus laba perusahaan bahan bakar fosil dan pungutan atas kelebihan pendapatan yang dihasilkan dari lonjakan biaya listrik.
Uang tunai yang terkumpul diharapkan dapat disalurkan kepada keluarga dan pelaku usaha. Tetapi kawasan Eropa belum sepakat terkait apakah dan bagaimana membatasi harga grosir gas.
Hal ini terjadi ketika Eropa bersiap dalam menghadapi musim dingin yang sulit karena lonjakan biaya hidup dan tekanan pada pasokan energi global. Sebagian besar negara di Eropa sedang berusaha menghilangkan ketergantungan terhadap minyak dan gasRusia , tetapi mereka berebut mencari sumber alternatif dan kalaupun ada, harganya mahal.
Pajak rejeki nomplok dikenakan oleh pemerintah dengan menargetkan kepada perusahaan yang cukup beruntung meraup keuntungan dari sesuatu yang tidak menjadi tanggung jawab mereka - dengan kata lain rejeki nomplok.
Perusahaan energi mendapatkan, uang lebih banyak untuk minyak dan gas mereka daripada tahun lalu, sebagian karena permintaan yang meningkat ketika dunia mulai pulih dari pandemi. Ditambah belum lama ini karena kekhawatiran pasokan usai perang Rusia Ukraina pecah.
Para menteri Uni Eropa memperkirakan, bahwa mereka dapat mengumpulkan 140 miliar euro atau setara Rp2.087 triliun (Kurs Rp14.911 per euro) dari pungutan yang ditujukan kepada produsen dan pemasok listrik non-gas yang menghasilkan keuntungan lebih besar dari biasanya imbas lonjakan permintaan saat ini.
Awal bulan ini, Wakil Presiden Komisi Eropa, Frans Timmermans mengatakan, bahwa ekstraktor bahan bakar fosil akan diberitahu untuk mengembalikan 33% dari keuntungan surplus mereka pada tahun ini.
Rencana tersebut mencakup pungutan atas surplus laba perusahaan bahan bakar fosil dan pungutan atas kelebihan pendapatan yang dihasilkan dari lonjakan biaya listrik.
Uang tunai yang terkumpul diharapkan dapat disalurkan kepada keluarga dan pelaku usaha. Tetapi kawasan Eropa belum sepakat terkait apakah dan bagaimana membatasi harga grosir gas.
Hal ini terjadi ketika Eropa bersiap dalam menghadapi musim dingin yang sulit karena lonjakan biaya hidup dan tekanan pada pasokan energi global. Sebagian besar negara di Eropa sedang berusaha menghilangkan ketergantungan terhadap minyak dan gasRusia , tetapi mereka berebut mencari sumber alternatif dan kalaupun ada, harganya mahal.
Pajak rejeki nomplok dikenakan oleh pemerintah dengan menargetkan kepada perusahaan yang cukup beruntung meraup keuntungan dari sesuatu yang tidak menjadi tanggung jawab mereka - dengan kata lain rejeki nomplok.
Perusahaan energi mendapatkan, uang lebih banyak untuk minyak dan gas mereka daripada tahun lalu, sebagian karena permintaan yang meningkat ketika dunia mulai pulih dari pandemi. Ditambah belum lama ini karena kekhawatiran pasokan usai perang Rusia Ukraina pecah.
Para menteri Uni Eropa memperkirakan, bahwa mereka dapat mengumpulkan 140 miliar euro atau setara Rp2.087 triliun (Kurs Rp14.911 per euro) dari pungutan yang ditujukan kepada produsen dan pemasok listrik non-gas yang menghasilkan keuntungan lebih besar dari biasanya imbas lonjakan permintaan saat ini.
Awal bulan ini, Wakil Presiden Komisi Eropa, Frans Timmermans mengatakan, bahwa ekstraktor bahan bakar fosil akan diberitahu untuk mengembalikan 33% dari keuntungan surplus mereka pada tahun ini.