Transaksi Keuangan Digital Melesat 31% Capai Rp4.500 Triliun, Ini 2 Faktor Pendorongnya

Kamis, 06 Oktober 2022 - 14:59 WIB
loading...
Transaksi Keuangan Digital Melesat 31% Capai Rp4.500 Triliun, Ini 2 Faktor Pendorongnya
Transaksi keuangan secara digital terus tumbuh dan menggeser transaksi fisik. Foto/Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pesatnya perkembangan teknologi membuat transaksi keuangan digital di perbankan terus meningkat. Hal ini selaras dengan upaya mendorong transaksi nontunai.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi digital di perbankan melalui kanal digital pada Agustus 2022 mencapai Rp4.500 triliun atau naik 31% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Adapun nilai transaksi uang elektronik di Tanah Air juga telah mencapai jumlah signifikan yaitu Rp35 triliun atau meningkat 43% secara tahunan.

Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan, perkembangan transaksi digital di Indonesia yang sangat positif ini didorong oleh beberapa faktor. Pertama adalah pandemi Covid-19, di mana pada saat itu masyarakat mulai beradaptasi bertransaksi digital.

"Kita melihat bagaimana adaptasi transaksi digital meningkat sangat pesat selama masa pandemi ini dengan tambahan sekitar 300 juta pengguna internet baru di dalam negeri," kata Friderica dalam webinar Perlindungan Konsumen di Era Digital, Kamis (6/10/2022).



Kedua adalah kehadiran fitur pembayaran seperti PayLater dan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS.

Dua fitur ini memiliki peran penting dalam meningkatkan animo masyarakat untuk menggunakan metode digital untuk berbelanja.

Lebih lanjut Friderica menyampaikan, transaksi digital memang telah memudahkan hidup masyarakat dan menciptakan gaya hidup baru. Digitalisasi juga menjadi solusi kebutuhan masyarakat akan transaksi keuangan yang lebih cepat dan mudah.

Meski begitu, dunia digital juga punya potensi kerawanan. Badan Siber dan Sandi negara mencatat, lebih dari 700 juta serangan siber Indonesia terjadi di tahun 2022. Serangan siber yang mendominasi adalah dengan modus tebusan dan modus lainnya.



Friderica menuturkan, ancaman serangan siber ini tentunya perlu dimitigasi guna mengurangi resiko kejahatan siber dan kerugian yang lebih besar.

"Kalau kita melihat data IMS tahun 2020 estimasi total kerugian rata-rata dengan akibat yang dialami oleh jasa sektor keuangan secara global adalah sebesar USD100 milar," paparnya.

Dia menyampaikan, salah satu alasan masih maraknya kejahatan tersebut adalah rendahnya literasi keuangan dan literasi digital masyarakat.



"Selain literasi keuangan, literasi digital masyarakat termasuk kehati-hatian masyarakat dalam menyebarluaskan data pribadinya juga masih rendah," tukasnya.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas, OJK selalu menjaga prinsip keseimbangan yaitu antara tumbuh kembangnya sektor jasa keuangan secara bersamaan serta terus melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1338 seconds (0.1#10.140)