Pengusaha: Iklim Investasi Indonesia Belum Semenarik Negara ASEAN Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan iklim investasi Indonesia belum semenarik negara anggota ASEAN lainnya. Pertama, dari segi kemudahan berbisnis di Indonesia.
Menurut survei World Bank dari tahun 2018-2019 peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia stagnan di level 73. "Namun kalau kita melihat di tingkat ASEAN, skor kemudahan berbisnis kita masih belum cukup kompetitif di urutan ke 6 di bawah Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei dan Vietnam," ujarnya di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
( )
Selanjutnya kemudahan dari sisi memperoleh izin usaha dinilai paling minim se-ASEAN. Ini menurut survei dari SMRC di tahun 2020 yang menunjukkan 46% masyarakat menilai pengurusan izin usaha di Indonesia paling sulit di level ASEAN. "Belum lagi, produktivitas dan upah tenaga kerja di Indonesia yang dinilai kurang kompetitif," jelas Shinta.
Shinta melanjutkan, dari segi kecepatan respons dan usaha penanggulangan pandemi Covid-19, Indonesia juga dinilai kurang mumpuni, dibanding Vietnam, Malaysia, Thailand dan banyak negara ASEAN lainnya. "Dari 4 aspek di atas, kita bisa menilai diperlukan reformasi regulasi, kebijakan dan juga mengarah pada perbaikan iklim investasi," imbuhnya.
( )
Menurut Shinta, realiasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) diyakini akan menjadi daya tarik bagi investor. Hal ini dinantikan implementasinya oleh kalangan pengusaha.
"Ini kuncinya di Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebagai strategi penting untuk memberikan reformasi ekonomi, kemudahan investasi dan memperluas penciptaan lapangan kerja terutama agar kita bisa build back dan recover dari pandemi," tandasnya.
Menurut survei World Bank dari tahun 2018-2019 peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia stagnan di level 73. "Namun kalau kita melihat di tingkat ASEAN, skor kemudahan berbisnis kita masih belum cukup kompetitif di urutan ke 6 di bawah Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei dan Vietnam," ujarnya di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
( )
Selanjutnya kemudahan dari sisi memperoleh izin usaha dinilai paling minim se-ASEAN. Ini menurut survei dari SMRC di tahun 2020 yang menunjukkan 46% masyarakat menilai pengurusan izin usaha di Indonesia paling sulit di level ASEAN. "Belum lagi, produktivitas dan upah tenaga kerja di Indonesia yang dinilai kurang kompetitif," jelas Shinta.
Shinta melanjutkan, dari segi kecepatan respons dan usaha penanggulangan pandemi Covid-19, Indonesia juga dinilai kurang mumpuni, dibanding Vietnam, Malaysia, Thailand dan banyak negara ASEAN lainnya. "Dari 4 aspek di atas, kita bisa menilai diperlukan reformasi regulasi, kebijakan dan juga mengarah pada perbaikan iklim investasi," imbuhnya.
( )
Menurut Shinta, realiasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) diyakini akan menjadi daya tarik bagi investor. Hal ini dinantikan implementasinya oleh kalangan pengusaha.
"Ini kuncinya di Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebagai strategi penting untuk memberikan reformasi ekonomi, kemudahan investasi dan memperluas penciptaan lapangan kerja terutama agar kita bisa build back dan recover dari pandemi," tandasnya.
(akr)