Stok Beras Dinilai Cukup, Tiga Organisasi Pertanian Tolak Impor

Kamis, 01 Desember 2022 - 20:21 WIB
loading...
Stok Beras Dinilai Cukup,...
Siswa SMKPPN Sembawa di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan melakukan pengubinan bersama penyuluh setempat. Ubinan cara untuk menghitung potensi produksi padi per hektare pada lahan persawahan milik petani.
A A A
JAKARTA - Tiga organisasi pertanian menolak impor beras yang akan dilakukan pemerintah. Ketiga organisasi pertanian itu yakni Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani), Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (FKP4S) dan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA).

Mereka menilai, rencana pemerintah tersebut tidak tepat mengingat produksi beras dalam negeri lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Ketua Perhiptani Fathan Al Rasyid mengatakan pemerintah tidak perlu impor beras karena cadangan beras yang ada di masyarakat cukup. “Tidak perlu impor beras, karena sebenarnya barangnya (gabah) ada di tangan petani. Yang perlu dilakukan adalah gerakan penyerapan gabah dari petani,” kata Fathan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/12/2022).

(Baca juga:Menyoal Kebijakan Impor Beras Mendag)

Dia mengingatkan tidak perlu emosional menghadapi isu tersebut, sebab cadangan beras di masyarakat cukup. Petani dalam rangka ketahanan pangan keluarga punya stok. “Pedagang pengecer juga punya stok, begitu pula penggilingan padi, sedangkan di Bulog itu kan cuma 5%,” katanya.

Menurut Fathan, Bulog mungkin kesulitan karena tidak punya personel di tingkat lapangan untuk proses penyerapan gabah, yang punya adalah Kementerian Pertanian (Kementan).

“Penyuluh dan kita punya koperasi. DPP Perhiptani sekarang sudah punya koperasi, yang salah satu tujuannya, untuk membantu pemerintah mencukupi cadangan nasional dan juga komersial,” katanya.

(Baca juga:Impor Beras Diprotes, Mendag Siap Mundur)

Jadi kesimpulannya, kata Fathan, Indonesia tidak perlu impor beras. “Yang perlu dipikirkan itu bagaimana kita menjadi negara pengekspor beras. Selain mencukupi kebutuhan pangan sendiri, kita sebenarnya sudah cukup, sekarang bagaimana memikirkan kita bisa ekspor,” katanya.

Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Ketua FKP4S Andi Burhan Badurahman. “Tidak perlu impor beras. Walaupun cadangan beras di Bulog menipis, namun cadangan beras di masyarakat masih banyak,” katanya. Solusi agar tidak impor, kata Andi, dengan menerapkan pertanian presisi dan regeneratif.

Penolakan juga datang dari Ketua Umum KTNA Yadi Sofyan Noor melalui keterangan tertulisnya. “Bulog bisa memenuhi gudangnya sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan. Kalau mau membeli gabah kering giling (GKG) atau beras petani dengan harga pasar,” katanya.

(Baca juga:Pemerintah Didesak untuk Segera Impor Beras)

Dari pantauan di lapangan saat ini, menurut Yadi, rata-rata harga beras di penggilingan sebesar Rp10.300 per kilogram (kg), sementara yang ditetapkan Bulog masih Rp9.700 per kg. Harga di penggilingan ditentukan oleh harga gabah di lapangan, rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sudah mencapai Rp5.800 per kg.

“Kita sudah sepakat untuk memakai satu sumber data yakni BPS. Data BPS mencatat, produksi beras tahun 2022 mengalami kenaikan. BPS menghitung berdasarkan data dari produksi gabah atau beras secara nasional,” kata Yadi.

Menurut data luas panen dan produksi padi yang dirilis BPS pada Oktober 2022, total luas panen padi diperkirakan 10,61 juta hektare (ha) atau naik 1,87% dari 2021. Dari luas panen tersebut, diperkirakan total produksi padi mencapai 55,67 juta ton gabah, atau meningkat 2,31% dari 2021.

“Jika dikonversi, produksi beras diproyeksi mencapai 32,07 juta ton, meningkat 2,29% dari produksi tahun lalu. Jadi tidak ada alasan untuk impor beras karena stok dari panen 2022 mencukupi,” cetusnya.

Menurut Yadi, kenaikan harga BBM memicu secara berantai kenaikan sarana produksi untuk budidaya tanaman padi. Jadi wajar saja jika kemudian harga gabah ataupun beras ikut naik karena petani harus menutupi biaya produksinya.

“Ini saatnya pemerintah membuktikan kepeduliannya kepada petani, melalui Bulog untuk membeli produksi padi petani dengan harga yang ekonomis. Meskipun kita sama-sama mengetahui harga beras impor lebih murah,” katanya.

Masalah pangan adalah masalah kedaulatan bangsa. Ada semacam ketidakadilan bagi petani padi pada saat BBM naik. Petani ingin menjual padinya dengan harga wajar untuk menutupi biaya produksi, namun selalu dibayang-bayangi oleh impor beras.

“Kita juga tidak bisa mengatakan kepada petani, ’Kalau tidak untung menanam padi kenapa tidak menanam komoditas lain yang menguntungkan,” katanya.

Yadi menambahkan, sebagian petani masih melakukan kegiatan panen di sentra-sentra produksi padi mulai di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur sampai Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. “Sebagian lagi sudah tahap tanam dan masih ada yang tahap pengolahan tanah untuk tanam bulan Desember ini,” katanya lagi.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1640 seconds (0.1#10.140)