Tolak Tawaran Sri Mulyani Pakai APBN, Bulog Pilih Ngutang Buat Serap Beras
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog , Budi Waseso atau yang biasa disapa Buwas mengaku, pernah menolak tawaran Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk menyerap beras di penggilingan. Ia menolak memakai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sebagai gantinya Bulog memilih melakukan pinjaman atau utang di perbankan.
Disebutnya Menkeu sempat menawarkan agar Bulog menggunakan APBN untuk menyerap beras di tingkat petani. Namun, Buwas menolak dengan alasan akan melakukan pinjaman.
"Saya pernah ditawari Menkeu 'apakah perlu APBN untuk pembelian beras itu?' Saya bilang tidak. Kita bisa, tetap pinjam uangnya, tapi kan itu atas penugasan pemerintah," ungkap Buwas saat ditemui di gedung DPR, dikutip Jumat (9/12/2022).
BUMN Pangan itu memang mencatatkan piutang kepada pemerintah sebesar Rp 5,2 triliun yang belum dibayarkan hingga kini. Utang negara itu pun sempat disinggung Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada November 2022 lalu.
Buwas menerangkan, tidak ada kendala atau hambatan dengan pendanaan, hanya saja stok beras di penggilingan menipis yang membuat Bulog kesulitan mengejar target penyerapan beras sebesar 1,2 juta hingga tahun ini.
Cadangan beras Perum Bulog diperkirakan hanya mencapai 300.000 ton hingga akhir 2022. Sementara, Buwas menilai jumlah tersebut sangat membahayakan, bila tidak ada penambahan.
"Cadangan akhir tanpa supply, tanpa penyerapan hanya tinggal 300.000, sangat rawan karena kita ditugaskan untuk 1 juta minimal, kalau 300.000 ton, kekurangannya 700.000 kan," ujarnya.
Dia berhitung, kebutuhan 700.000 ton beras bisa dipenuhi dari serapan dalam negeri sebesar 500.000 ton dan 200.000 ton lainnya diimpor dari beberapa negara.
Hanya saja hingga 5 Desember 2022, jumlah beras dalam negeri yang diserap Bulog baru 166.000 ton. Sementara, beras yang diimpor diperkirakan mencapai 200.000 ton. Jumlah impor beras lebih kecil dari yang diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) yakni 500.000 ton.
"700.000 itu umpama bisa 500.000 dari dalam, sisa dong 200.000. Jadi 200.000 kita harus datangkan. Persoalannya adalah impor saat ini tidak mudah karena negara membatasi, bahkan ada yang sama sekali menutup untuk dia ekspor berasnya karena dia butuh juga," ucapnya.
Akibat pembatasan negara produsen beras pada bulan ini, maka opsi impor kemungkinan dilanjutkan pada awal tahun 2023. Hanya saja, Bulog melihat situasi masa panen di dalam negeri.
Artinya, bila periode panen mulai dilakukan pada awal Januari-Februari 2023, maka sisa stok beras yang diimpor tak lagi dilanjutkan. Sebaliknya, bila panen berlaku pada Maret, maka impor beras untuk memenuhi target 500.000 ton tetap dilakukan.
Disebutnya Menkeu sempat menawarkan agar Bulog menggunakan APBN untuk menyerap beras di tingkat petani. Namun, Buwas menolak dengan alasan akan melakukan pinjaman.
"Saya pernah ditawari Menkeu 'apakah perlu APBN untuk pembelian beras itu?' Saya bilang tidak. Kita bisa, tetap pinjam uangnya, tapi kan itu atas penugasan pemerintah," ungkap Buwas saat ditemui di gedung DPR, dikutip Jumat (9/12/2022).
BUMN Pangan itu memang mencatatkan piutang kepada pemerintah sebesar Rp 5,2 triliun yang belum dibayarkan hingga kini. Utang negara itu pun sempat disinggung Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada November 2022 lalu.
Buwas menerangkan, tidak ada kendala atau hambatan dengan pendanaan, hanya saja stok beras di penggilingan menipis yang membuat Bulog kesulitan mengejar target penyerapan beras sebesar 1,2 juta hingga tahun ini.
Cadangan beras Perum Bulog diperkirakan hanya mencapai 300.000 ton hingga akhir 2022. Sementara, Buwas menilai jumlah tersebut sangat membahayakan, bila tidak ada penambahan.
"Cadangan akhir tanpa supply, tanpa penyerapan hanya tinggal 300.000, sangat rawan karena kita ditugaskan untuk 1 juta minimal, kalau 300.000 ton, kekurangannya 700.000 kan," ujarnya.
Dia berhitung, kebutuhan 700.000 ton beras bisa dipenuhi dari serapan dalam negeri sebesar 500.000 ton dan 200.000 ton lainnya diimpor dari beberapa negara.
Hanya saja hingga 5 Desember 2022, jumlah beras dalam negeri yang diserap Bulog baru 166.000 ton. Sementara, beras yang diimpor diperkirakan mencapai 200.000 ton. Jumlah impor beras lebih kecil dari yang diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) yakni 500.000 ton.
"700.000 itu umpama bisa 500.000 dari dalam, sisa dong 200.000. Jadi 200.000 kita harus datangkan. Persoalannya adalah impor saat ini tidak mudah karena negara membatasi, bahkan ada yang sama sekali menutup untuk dia ekspor berasnya karena dia butuh juga," ucapnya.
Akibat pembatasan negara produsen beras pada bulan ini, maka opsi impor kemungkinan dilanjutkan pada awal tahun 2023. Hanya saja, Bulog melihat situasi masa panen di dalam negeri.
Artinya, bila periode panen mulai dilakukan pada awal Januari-Februari 2023, maka sisa stok beras yang diimpor tak lagi dilanjutkan. Sebaliknya, bila panen berlaku pada Maret, maka impor beras untuk memenuhi target 500.000 ton tetap dilakukan.
(akr)