Pemerintah Diimbau Longgarkan Kebijakan Pembatasan Impor di 2023, Ini Sebabnya

Jum'at, 23 Desember 2022 - 16:06 WIB
loading...
Pemerintah Diimbau Longgarkan Kebijakan Pembatasan Impor di 2023, Ini Sebabnya
Suasana di pelabuhan bongkar muat barang di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto/Dok SINDOnews/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Menyongsong tahun baru, kebijakan perdagangan Indonesia perlu lebih terbuka agar produk buatan dalam negeri juga bisa semakin diterima dan mampu bersaing di pasar internasional.

Saran tersebut disampaikan oleh peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran. Menurut dia, kebijakan perdagangan terbuka dan minim hambatan non-tarif bisa membantu memberikan nilai tambah pada produk nasional lewat bahan baku berkualitas, yang pada akhirnya akan menggerakkan industri nasional.

“Produk nasional berkualitas diharapkan dapat berdaya saing dan diterima di pasar internasional,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (23/12/2022).

Dia menilai, penerapan langkah-langkah non-tarif di Indonesia yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan keterlambatan datangnya bahan baku, kenaikan biaya produksi. Sehingga, mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional.

Sementara, masih banyak produk Indonesia membutuhkan bahan baku yang tidak dapat disediakan dari dalam negeri secara efisien sehingga pemenuhannya perlu dilakukan lewat impor.

Maka dari itu, sambung Hasran, pembatasan terhadap impor yang berlebihan tidak hanya akan berdampak pada kerugian yang dirasakan oleh negara eksportir, tetapi dapat menghambat pertumbuhan investasi di dalam negeri.

“Wacana pembatasan impor perlu pertimbangan mendalam. Di satu sisi, pembatasan impor dilakukan terkait adanya kekhawatiran soal defisit neraca perdagangan. Di sisi lain, rencana pembatasan impor jangan sampai menjadi bumerang untuk pemerintah. Salah satu dampak yang berpotensi terjadi akibat pembatasan impor adalah menurunnya kualitas dan tingkat kompetitif produk Indonesia,” tukasnya.



Selain itu, Indonesia perlu beralih ke produk-produk jadi yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Untuk itu, kebijakan yang bersifat proteksionis harus dilonggarkan terutama untuk akses bahan baku industri.

Dengan mendapat akses bahan intermediate yang berkualitas tinggi dan lebih terjangkau perusahaan akan lebih efisien dalam menghasilkan produk jadi yang berkualitas. Ini berarti kebijakan yang selama ini dikampanyekan perlu dievaluasi kembali.

Memasuki 2023, kata Hasran, Indonesia juga perlu meninjau ulang efektivitas kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri atau TKDN, terutama untuk industri-industri yang berteknologi tinggi.



Menurut dia, membangun industri hulu memang bagus untuk pemanfaatan sumber daya alam. Namun, jika cara yang dipakai adalah TKDN, ini bisa mengorbankan industri hilir terutama sektor manufaktur berteknologi tinggi.

Ada banyak cara untuk meningkatkan value added di Indonesia selain TKDN. Salah satunya adalah kebijakan yang bersifat insentif.

"Terlebih lagi, dengan sumber daya yang terbatas, tidak mudah bagi Indonesia untuk fokus pada industri hulu dan hilir dalam waktu yang sama," pungkasnya.

(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1826 seconds (0.1#10.140)