Kaleidoskop 2022: Siklus Komoditas Berubah Terdampak Perang Rusia Ukraina

Senin, 26 Desember 2022 - 18:23 WIB
loading...
Kaleidoskop 2022: Siklus...
Perang Rusia Ukraina mengubah siklus komoditas global. FOTO/Reuters
A A A
JAKARTA - Pergantian tahun tinggal menghitung hari. Awal 2022 lalu dunia dikejutkan dengan perang Rusia Ukraina yang terjadi 24 Februari 2022. Pandemi yang belum selesai ditambah konflik Rusia Ukraina mengubah siklus komoditas global.

Harga komoditas naik tinggi akibat terdampak perang, di antaranya nikel terganggu karena Rusia sebagai pemasok 10% kebutuhan dunia. Rusia juga sebagai penghasil paladium terbesar di dunia dan memasok 5% kebutuhan alumunium global.

Harga komoditas energi seperti minyak, gas dan batubara ikut meningkat. Kenaikan beberapa komoditas mendorong inflasi global lebih tinggi. Namun, kenaikan batubara menjadi sentimen positif bagi Indonesia akan tetapi kenaikan komoditas yang lain menjadi hambatan perekonomian.

Perubahan siklus komoditas tersebut menolong Indonesia dari kontraksi ekonomi. Inflasi tinggi telah mendorong banyak negara menyesuaikan kebijakan fiskal dan moneter lebih ketat. Hal ini menjadi hambatan pemulihan ekonomi.

Pengetatan kebijakan memaksa Bank Sentral mengerek suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Langkah tersebut dilakukan The Fed kemudian diikuti bank sentral global. Mengutip BBC, Chairman The Fed Jerome Powell berahap langkah tersebut dapat meredam gejolak inflasi. Pada 17 Maret, The Fed menaikkan suku bunga 26 basis poin (bps) dilanjutkan kenaikan suku bunga 5 bps pada 5 Mei lalu.

The Fed terus mengerek suku bunga pada 16 Juni 75 bps diteruskan hingga 15 Desember 50 bps dengan bunga acuan 4,25-4,5%. Langkah The Fed diikuti European Central Bank dan Bank of England (BOE) lebih agresif. Bank Indonsia (BI) juga ikut mengerek suku bunga di tengah inflasi yang masih cukup terkendali.

Kenaikan suku bunga diproyeksikan mencapai puncak di semester II 2023. The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga 50-75 bps menjadi 5%-5,25% sampai pertengahan tahun depan. Kebijakan moneter masih berpotensi menurunkan aktivitas ekonomi dan mendorong sejumlah negara masuk jurang resesi tahun depan. Eropa bahkan diprediksi menghadapi periode yang lebih suram. Ekonomi Indonesia diprediksi tetap tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan.



Sementara, harga komoditas energi masih sulit diprediksi tahun depan. Namun, kenaikan harga masih cukup kuat setidaknya hingga kuartal I 2023. Semakin lama konflik terjadi, maka salah satu potensi yang paling mungkin adalah pelaku pasar mencari pasokan alternatif pengganti energi.

Penentu arah komoditas energi selanjutnya bakal ditentukan pada akhir Desember 2022. Kenaikan permintaan ini tentunya juga menjadi sentimen positif pendongkrak harga komoditas terkait yakni batubara, minyak mentah ataupun gas alam. Terutama pelonggaran aktivitas di China akan mendorong permintaan energi lebih besar tahun depan.

Naiknya permintaan energi akan menyebabkan pergeseran pertumbuhan perekonomian dunia dari negara-negara importir ke pengekspor energi, seperti Indonesia. Di sisi pangan, komoditas gandum, jagung, minyak bunga matahari juga terdampak invasi Rusia ke Ukraina. Mengingat sejumlah komoditas tersebut dihasilkan oleh kedua negara yang sedang berkonflik.

Jutaan orang menanggung biaya pengan lebih mahal akibat konflik tersebut. Belum lagi, cuaca yang tidak bersahabat di negara produsen menyebabkan produksi gandum berkurang.



Per 23 Agustus 2022, harga gandum yang dikirim dari wilayah Laut Hitam untuk tujuan Timur Tengah dan Asia berada di kisaran USD400-USD410 per ton jauh di atas USD300 per ton. Akibat lonjakan harga sejumlah negara importir gandum seperti Indonesia turun dalam 5 bulan pertama tahun 2022. Impor gandum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku roti, pakan ternak hingga produksi mi instan.

Mengutip data World Instant Noodle Association (WIHA), Indonesia berada posisi kedua sebaga negara konsumsi mi insntan terbanyak di dunia tahun lalu. Pada 2021 konsumen Indnonesia menghabiskan 13,27 juta porsi mi instan naik dari 2020 sebanyak 12,64 porsi. Fluktuasi harga komoditas pangan masih sulit diprediksi tahun depan di tengah masih panasnya konflik Rusia dan Ukraina.

Emas

Emas menjadi investasi menarik di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global tahun ini. Reuters melaporkan, pembukaan ekonomi China baru-baru ini berpotensi menaikkan permintaan emas. Di sisi lain, perlambatan ekonomi hingga resesi tahun depan akan membawa risiko pasar sehingga investor akan melirik aset safe haven seperti dolar dan emas.

Faktor perang Ukraina dan Rusia juga masih menjadi faktor ketidakpastian. Rencana The Fed menaikkan suku bunga hingga tahun depan jadi faktor pendorong harga emas. Kebijakan tersebut akan mendorong rupiah melemah sehingga akan mendorong harga emas.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1498 seconds (0.1#10.140)