Dorong Tenaga kerja Lokal Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya mendongkrak investasi asing agar mau menanamkan modalnya di Tanah Air. Kedatangan investor luar negeri ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal dan bukan hanya memanfaatkan tenaga kerja asing. Untuk itu, sudah saatnya tenaga kerja lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri.
Problematika ketenagakerjaan yang acap terjadi yaitu lemahnya daya saing. Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) khususnya asal China, kerap dimunculkan menjadi isu hangat. Namun, solusi untuk menyelesaikan kelemahan para pekerja lokal juga tidak kunjung ditemukan.
Belun lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat dipanggil oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri Ida memperjuangkan agar investasi yang masuk Indonesia agar lebih serius mengembangkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air.
Sikap Menteri Ida sangat sejalan dengan pendapat pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira. Menurut Bhima, permasalahan utama yang harus dibereskan terletak pada screening investasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, proses seleksi investasi yang berorientasi kepentingan nasional Indonesia masih terhitung lemah. (Baca: Perlakukan Khusus ke TKA China Bisa Jadi Bumerang)
“Sebaiknya diperketat pengawasan di awal. Bila ada investasi yang mau masuk, pastikan berapa banyak kebutuhan TKA-nya. Apa benar tidak ada tenaga kerja lokal yang skill-nya setara dengan TKA tersebut,” ujar Bhima saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Hal ini bisa saja diakibatkan dengan cara berpikir yang aneh. Pasalnya, jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia mencapai angka 137 juta orang. Bahkan untuk skill tertentu seperti di sektor konstruksi dan pertambangan, sudah sangat umum bila SDM Indonesia banyak yang dipekerjakan oleh perusahaan internasional. “Kenapa tidak mendahulukan SDM yang ada di dalam negeri saja,” ujarnya.
Untuk itu, harus ada jaminan TKA yang datang harus memiliki skill. Ini pun perlu diperketat, bahkan harus memiliki validasi. Dia mengkhawatirkan ada beberapa temuan di mana TKA di perusahaan pengolahan nikel ternyata memiliki skill yang rendah. “Ini masalah serius. Bagaimana pemerintah memverifikasi persyaratan selama ini sehingga benar-benar skill TKA yang masuk memang tidak ada di Indonesia,” tegasnya.
Dengan porsi yang besar, Bhima mempertanyakan derasnya arus TKA asal China yang terus masuk di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini bisa saja menjadi bumerang karena jadi catatan negatif di mata para investor negara lain.
“Investasi kan bukan cuma China, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada special treatment ke satu negara tertentu, karena dampaknya pada kepercayaan investor dari negara selain China,” paparnya.
Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi kuartal I/2020 mencapai Rp210,7 triliun, naik 8% dari tahun sebelumnya yakni Rp195,1 triliun. Kemudian, ada beberapa negara ASEAN yang realisasi investasi terbesar di Indonesia pada kuartal I/2020.
Seperti Singapura dengan nilai investasi USD2,7 miliar, lalu disusul China dengan nilai investasi USD1,2 miliar, Hong Kong dengan nilai investasi USD624,1 juta, Jepang dengan investasi USD604,2 juta, dan Malaysia dengan investasi USD480 juta. (Baca juga: FBI DIlaporkan 'Culik' Selebgram Asal Nigeria di Dubai)
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan kondisi pandemi Covid-19 mendorong pemerintah untuk tidak lagi mengandalkan sektor-sektor yang sebelumnya menjadi primadona. Sektor yang menjadi prioritas investasi yaitu manufaktur, hilirisasi, dan alat kesehatan. “Kita dorong sektor yang menciptakan lapangan pekerjaan,” ujar Bahlil dalam keterangannya.
Dihubungi terpisah, Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani menilai solusi ketenagakerjaan cukup sederhana, yaitu dengan menaati regulasi yang ada. Menurutnya, integritas melaksanakan aturan adalah keharusan. Dengan demikian, aturan main adil dan bisa dipercaya seluruh kalangan. “Persoalan investasi asing hanya soal aturan harus ditegakkan. Jangan sampai disiplin di level bawah saja,” ujar Dendi.
Dia mengingatkan, pada masa lalu ada masanya investasi Jepang dan AS menjadi prioritas seperti China sekarang. Karena itu, menurut dia, proses China hingga berperan penting berjalan cukup alamiah. “Level teknologinya sepadan dengan sumber daya di Indonesia. Beda dengan teknologi Jepang yang masuk biasanya akan butuh kualifikasi SDM tinggi,” terangnya. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)
Pengamat bisnis dari Inventure Indonesia, Yuswohady, juga memiliki proyeksi tren ketenagakerjaan di tengah kondisi kenormalan baru. Menurutnya, satu hal yang paling menentukan ke depan adalah arus manusia yang semakin terbatas dibandingkan masa sebelumnya. Ini karena kondisi pandemi berlawanan dengan globalisasi.
Setiap negara akan membatasi keluar-masuk orang bahkan hingga empat tahun ke depan. Semua itu demi memantau penyebaran. “Karena itu, seharusnya jadi potensi menguntungkan SDM lokal. Ini juga termasuk brand lokal karena brand asing terkendala masuk Tanah Air,” ujar Yuswohady. (Hafid Fuad)
Problematika ketenagakerjaan yang acap terjadi yaitu lemahnya daya saing. Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) khususnya asal China, kerap dimunculkan menjadi isu hangat. Namun, solusi untuk menyelesaikan kelemahan para pekerja lokal juga tidak kunjung ditemukan.
Belun lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat dipanggil oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri Ida memperjuangkan agar investasi yang masuk Indonesia agar lebih serius mengembangkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air.
Sikap Menteri Ida sangat sejalan dengan pendapat pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira. Menurut Bhima, permasalahan utama yang harus dibereskan terletak pada screening investasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, proses seleksi investasi yang berorientasi kepentingan nasional Indonesia masih terhitung lemah. (Baca: Perlakukan Khusus ke TKA China Bisa Jadi Bumerang)
“Sebaiknya diperketat pengawasan di awal. Bila ada investasi yang mau masuk, pastikan berapa banyak kebutuhan TKA-nya. Apa benar tidak ada tenaga kerja lokal yang skill-nya setara dengan TKA tersebut,” ujar Bhima saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Hal ini bisa saja diakibatkan dengan cara berpikir yang aneh. Pasalnya, jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia mencapai angka 137 juta orang. Bahkan untuk skill tertentu seperti di sektor konstruksi dan pertambangan, sudah sangat umum bila SDM Indonesia banyak yang dipekerjakan oleh perusahaan internasional. “Kenapa tidak mendahulukan SDM yang ada di dalam negeri saja,” ujarnya.
Untuk itu, harus ada jaminan TKA yang datang harus memiliki skill. Ini pun perlu diperketat, bahkan harus memiliki validasi. Dia mengkhawatirkan ada beberapa temuan di mana TKA di perusahaan pengolahan nikel ternyata memiliki skill yang rendah. “Ini masalah serius. Bagaimana pemerintah memverifikasi persyaratan selama ini sehingga benar-benar skill TKA yang masuk memang tidak ada di Indonesia,” tegasnya.
Dengan porsi yang besar, Bhima mempertanyakan derasnya arus TKA asal China yang terus masuk di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini bisa saja menjadi bumerang karena jadi catatan negatif di mata para investor negara lain.
“Investasi kan bukan cuma China, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada special treatment ke satu negara tertentu, karena dampaknya pada kepercayaan investor dari negara selain China,” paparnya.
Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi kuartal I/2020 mencapai Rp210,7 triliun, naik 8% dari tahun sebelumnya yakni Rp195,1 triliun. Kemudian, ada beberapa negara ASEAN yang realisasi investasi terbesar di Indonesia pada kuartal I/2020.
Seperti Singapura dengan nilai investasi USD2,7 miliar, lalu disusul China dengan nilai investasi USD1,2 miliar, Hong Kong dengan nilai investasi USD624,1 juta, Jepang dengan investasi USD604,2 juta, dan Malaysia dengan investasi USD480 juta. (Baca juga: FBI DIlaporkan 'Culik' Selebgram Asal Nigeria di Dubai)
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan kondisi pandemi Covid-19 mendorong pemerintah untuk tidak lagi mengandalkan sektor-sektor yang sebelumnya menjadi primadona. Sektor yang menjadi prioritas investasi yaitu manufaktur, hilirisasi, dan alat kesehatan. “Kita dorong sektor yang menciptakan lapangan pekerjaan,” ujar Bahlil dalam keterangannya.
Dihubungi terpisah, Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani menilai solusi ketenagakerjaan cukup sederhana, yaitu dengan menaati regulasi yang ada. Menurutnya, integritas melaksanakan aturan adalah keharusan. Dengan demikian, aturan main adil dan bisa dipercaya seluruh kalangan. “Persoalan investasi asing hanya soal aturan harus ditegakkan. Jangan sampai disiplin di level bawah saja,” ujar Dendi.
Dia mengingatkan, pada masa lalu ada masanya investasi Jepang dan AS menjadi prioritas seperti China sekarang. Karena itu, menurut dia, proses China hingga berperan penting berjalan cukup alamiah. “Level teknologinya sepadan dengan sumber daya di Indonesia. Beda dengan teknologi Jepang yang masuk biasanya akan butuh kualifikasi SDM tinggi,” terangnya. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)
Pengamat bisnis dari Inventure Indonesia, Yuswohady, juga memiliki proyeksi tren ketenagakerjaan di tengah kondisi kenormalan baru. Menurutnya, satu hal yang paling menentukan ke depan adalah arus manusia yang semakin terbatas dibandingkan masa sebelumnya. Ini karena kondisi pandemi berlawanan dengan globalisasi.
Setiap negara akan membatasi keluar-masuk orang bahkan hingga empat tahun ke depan. Semua itu demi memantau penyebaran. “Karena itu, seharusnya jadi potensi menguntungkan SDM lokal. Ini juga termasuk brand lokal karena brand asing terkendala masuk Tanah Air,” ujar Yuswohady. (Hafid Fuad)
(ysw)