Wamen BUMN II Dorong Peningkatan Perlindungan bagi Korban Kecelakaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong upaya peningkatan perlindungan korban kecelakaan lalu lintas melalui langkah perluasan asuransi. Berdasarkan data Jasa Raharja jumlah kecelakaan dengan total biaya rawatan lebih dari Rp20 juta mencapai 19.523 korban atau sebesar 18% dari seluruh korban dengan rata-rata biaya perawatan adalah sebesar Rp40,7 juta.
"Apabila korban merupakan anggota BPJS Kesehatan maka akses biaya rawatan korban kecelakaan akan dibebankan kepada BPJS Kesehatan," kata Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo melalui pernyataannya, Selasa (17/1/2023).
Menurut dia perluasan asuransi pertama dapat dilakukan melalui top up besaran pertanggungan. Pertanggungan body injury dalam perlindungan TPL UU 34 Tahun 1964 memiliki limit sebesar Rp20 juta.
Kedua adalah perlindungan melalui asuransi TPL untuk property damage yang merupakan kerugian tertanggung dalam bentuk harta benda yang memiliki nilai ekonomi.
Berdasarkan data Kemenhub pada tahun 2021 kerugian akibat kecelakaan lalu-lintas mencapai Rp246 miliar. "Untuk mencover kerugian tersebut diperlukan pemberian perlindungan dasar atas kerugian material sebagai korban kecelakaan sebagai bagian dari jaminan Third Party Liability," sambungnya.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam paparannya menyebutkan ada beberapa urgensi mengapa perlu pengambangan produk asuransi wajib bagi pemilik kendaraan bermotor dengan coverage yang lebih komprehensif. Pertama, nilai kerugian material akibat lakalantas mencapai Rp246 miliar pada tahun 2020-2021.
"Kedua, potensi kenaikan jumlah kecelakaan ditengah pemulihan mobilitas pasca pandemi. Ketiga, Compulsory third-party liability insurance belum memberikan proteksi atas risiko property damage akibat kecelakaan. Keempat, penetrasi voluntary auto insurance belum optimal, mayoritas terkait kredit pembiayaan kendaraan bermotor," jelasnya.
Saat ini, pelaku industri kecelakaan didominasi oleh asuransi umum yang berjumlah 77 lembaga, kemudian asuransi jiwa mencapai 61 lembaga dan asuransi wajib yang mencapai 3 lembaga. Industri asuransi memiliki peran dalam mendukung program pemerintah, khususnya asuransi wajib.
Pemerintah saat ini telah memiliki dua Undang-Undang sebagai payung hukum yang mengatur tentang pertanggungan wajib kecelakaan lalu-lintas jalan. Kedua Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang No 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, dan Undang-Undang No 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan.
Khusus Undang-Undang 34 Tahun 1964, ditargetkan masuk Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang perubahan kedua tahun 2020-2024. Semangatnya, tentu adalah memperkuat kehadiran Negara bagi korban lalu-lintas. Rencana perubahan Undang-Undang 34 Tahun 1964 tersebut jangan sampai salah arah yang justru mereduksi kehadiran Negara.
"Apabila korban merupakan anggota BPJS Kesehatan maka akses biaya rawatan korban kecelakaan akan dibebankan kepada BPJS Kesehatan," kata Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo melalui pernyataannya, Selasa (17/1/2023).
Menurut dia perluasan asuransi pertama dapat dilakukan melalui top up besaran pertanggungan. Pertanggungan body injury dalam perlindungan TPL UU 34 Tahun 1964 memiliki limit sebesar Rp20 juta.
Kedua adalah perlindungan melalui asuransi TPL untuk property damage yang merupakan kerugian tertanggung dalam bentuk harta benda yang memiliki nilai ekonomi.
Berdasarkan data Kemenhub pada tahun 2021 kerugian akibat kecelakaan lalu-lintas mencapai Rp246 miliar. "Untuk mencover kerugian tersebut diperlukan pemberian perlindungan dasar atas kerugian material sebagai korban kecelakaan sebagai bagian dari jaminan Third Party Liability," sambungnya.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam paparannya menyebutkan ada beberapa urgensi mengapa perlu pengambangan produk asuransi wajib bagi pemilik kendaraan bermotor dengan coverage yang lebih komprehensif. Pertama, nilai kerugian material akibat lakalantas mencapai Rp246 miliar pada tahun 2020-2021.
"Kedua, potensi kenaikan jumlah kecelakaan ditengah pemulihan mobilitas pasca pandemi. Ketiga, Compulsory third-party liability insurance belum memberikan proteksi atas risiko property damage akibat kecelakaan. Keempat, penetrasi voluntary auto insurance belum optimal, mayoritas terkait kredit pembiayaan kendaraan bermotor," jelasnya.
Saat ini, pelaku industri kecelakaan didominasi oleh asuransi umum yang berjumlah 77 lembaga, kemudian asuransi jiwa mencapai 61 lembaga dan asuransi wajib yang mencapai 3 lembaga. Industri asuransi memiliki peran dalam mendukung program pemerintah, khususnya asuransi wajib.
Pemerintah saat ini telah memiliki dua Undang-Undang sebagai payung hukum yang mengatur tentang pertanggungan wajib kecelakaan lalu-lintas jalan. Kedua Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang No 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, dan Undang-Undang No 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan.
Khusus Undang-Undang 34 Tahun 1964, ditargetkan masuk Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang perubahan kedua tahun 2020-2024. Semangatnya, tentu adalah memperkuat kehadiran Negara bagi korban lalu-lintas. Rencana perubahan Undang-Undang 34 Tahun 1964 tersebut jangan sampai salah arah yang justru mereduksi kehadiran Negara.
(nng)