Aset Lemah, Pefindo Turunkan Peringkat Bank Muamalat
A
A
A
JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat efek surat utang PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) periode April 2016-April 2017 dari id+ menjadi idA-. Peringkat baru ini untuk perusahaan dan sukuk subordinasi I/2012 dan 2013 dari idA (sy) menjadi idA-(sy).
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia Dyah Puspita menjelaskan, penurunan peringkat efek disebabkan profil kualitas aset lemah. Hal itu terlihat dari rasio pembiayaan bermasalah yang cukup mengkhawatirkan pada akhir 2015 di angka 4,2%.
Dyah menambahkan, aset lemah tersebut juga ditunjukan dengan indikator pembiayaan bermasalah terutama di kolektibilitas II sebesar 15,7%. Tingginya rasio disebabkan menurunnya harga komoditas dan pelemahan ekonomi global. "Portofolio yang terekspos dari sektor pertambangan," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Sementara, kata dia, kemampuan meraih laba atau profitabilitas juga menurun sebagai akibat tingginya NPF, di mana biaya pencadangan meningkat dan telihat dari ratio efesiensi.
"BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasiona) BBMI tinggi dikisaran 95% pada akhir 2015 dan itu di atas rata rata industrinya," kata Dyah.
Menurutnya, tingkat permodalan yang moderat juga menekan peringkat efeknya. Sebab, rasio kecukupan modal atau CAR (capital adequacy ratio) di kisaran 13,13%, besaran itu tersebut di bawah industri.
"Namun, prospek BBMI diubah dari negatif menjadi stabil. Sebab, peringkat BBMI bisa dinaikan jika dapat meningkatkan posisi bisnis, profil kualitas aset dan profitabilitas siginifikan dan berkesinambungan," tandasnya.
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia Dyah Puspita menjelaskan, penurunan peringkat efek disebabkan profil kualitas aset lemah. Hal itu terlihat dari rasio pembiayaan bermasalah yang cukup mengkhawatirkan pada akhir 2015 di angka 4,2%.
Dyah menambahkan, aset lemah tersebut juga ditunjukan dengan indikator pembiayaan bermasalah terutama di kolektibilitas II sebesar 15,7%. Tingginya rasio disebabkan menurunnya harga komoditas dan pelemahan ekonomi global. "Portofolio yang terekspos dari sektor pertambangan," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Sementara, kata dia, kemampuan meraih laba atau profitabilitas juga menurun sebagai akibat tingginya NPF, di mana biaya pencadangan meningkat dan telihat dari ratio efesiensi.
"BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasiona) BBMI tinggi dikisaran 95% pada akhir 2015 dan itu di atas rata rata industrinya," kata Dyah.
Menurutnya, tingkat permodalan yang moderat juga menekan peringkat efeknya. Sebab, rasio kecukupan modal atau CAR (capital adequacy ratio) di kisaran 13,13%, besaran itu tersebut di bawah industri.
"Namun, prospek BBMI diubah dari negatif menjadi stabil. Sebab, peringkat BBMI bisa dinaikan jika dapat meningkatkan posisi bisnis, profil kualitas aset dan profitabilitas siginifikan dan berkesinambungan," tandasnya.
(izz)