Wujudkan Reformasi Perpajakan, DJP Bakal Revisi Lima UU

Senin, 09 Januari 2017 - 13:20 WIB
Wujudkan Reformasi Perpajakan, DJP Bakal Revisi Lima UU
Wujudkan Reformasi Perpajakan, DJP Bakal Revisi Lima UU
A A A
JAKARTA - Program pengampunan pajak (tax amnesty) telah memasuki periode akhir, yang akan berlaku hingga Maret 2017. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memiliki berbagai rencana yang akan dilakukan pasca amnesti pajak berakhir, demi mewujudkan reformasi perpajakan di Tanah Air.

(Baca Juga: Babak Akhir Amnesti Pajak)

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kemenkeu John Hutagaol mengungkapkan, pasca tax amnesety berakhir, pemerintah akan segera melakukan reformasi dalam kebijakan perpajakan. Kemenkeu akan melakukan revisi terhadap lima Undang-undang (UU), yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Bea Materai (BM), dan UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

"Langkah setelah tax amnesty berakhir adalah tax policy reform. Akan ada reformasi di bidang perpajakan," katanya di UI Salemba, Jakarta, Senin (9/1/2017).

Selanjutnya, akan segera dilakukan konfergensi terhadap regulasi perpajakan domestik di Tanah Air. Nantinya, regulasi tersebut akan mengakomodasi empat minimum standar yang sudah dideklarasikan dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) -efek negatif dari strategi penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional, yakni harmful tax practice, treaty abuse, transfer pricing document (TP doc), dan dispute resolution.

"Yang sudah kita keluarkan adalah TP doc. Ini sangat menarik, karena Indonesia termasuk negara yang sudah siap melaksanakan CBCR (country by country report)," imbuh dia.

Dia menambahkan, pasca tax amnesty berakhir Indonesia juga akan mempersiapkan diri dalam era keterbukaan informasi yang juga dilakukan oleh negara-negara di dunia. Pada 2018, Indonesia akan mengimplementasikan Automatic Exchange of Information (AEoI).

"Otherwise, kalau kita tidak melaksanakan ini (AEo), kita akan dipinggirkan dari pergaulan internasional. Ini konsekuensi kalau kita tidak melaksanakan standar Indonesia, kita harus mengikutinya. Kita juga aktif melaksanakan standar ini, karena kita anggota G20," tuturnya.

Konsekuensi dari keterbukaan informasi tersebut adalah, tidak hanya UU Perpajakan yang akan direvisi, melainkan UU Perbankan, UU Syariah Perbankan, dan UU Pasar Modal juga harus disesuaikan dengan semangat keterbukaan informasi.

"Persiapan menghadapi era keterbukaan, yaitu pertama kita harus menyelesaikan permasalahan internasional legal framework. yang belum done itu domestic legal framework. Kalau yang internasional sudah done, yang primary legacy itu (UU KUP, perbankan), secondary legacy itu UU turunannya," paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7024 seconds (0.1#10.140)