KSPI: Upah naik berkorelasi pada produktivitas kerja

Sabtu, 17 Mei 2014 - 15:35 WIB
KSPI: Upah naik berkorelasi pada produktivitas kerja
KSPI: Upah naik berkorelasi pada produktivitas kerja
A A A
Sindonews.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan bahwa kenaikan upah akan diikuti dengan meningkatnya produktivitas dan efisiensi kerja.

KSPI pada tahun 2015 meminta kenaikan upah minimum 30 persen dan KHL 84 item. "Itulah alasan kenapa upah naik signifikan. Tentu KSPI setuju produktivitas buruh harus ditingkatkan, tapi perlu diingat bahwa keinginan meningkatkan produktivitas tidak bisa diminta hanya karena sudah menaikan upah minimum, tapi ada faktor lain juga yang harus dibenahi bila ingin meningkatkan produktivitas," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam rilisnya, Sabtu (17/5/2014).

Faktor lain yang dimaksud tersebut, yakni mengganti mesin–mesin tua dengan yang baru, pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) serta kreativitas pengusaha dalam memperluas diversifikasi pasar dan metode produksinya.

Menurut dia, produktivitas dan kinerja buruh Indonesia tidak kalah dengan buruh ASEAN dan negara lainnya asal dibandingkan head to head. Misal produktivitas buruh Toyota, Panasonic, Honda, Nissan, Toshiba, Suzuki, Freeport, Coca Cola, Newmont di Indonesia dibandingkan dengan buruh perusahaan sejenis di Thailand, Malaysia, Filipina bahkan di Jepang, Korea dan Eropa.

"Tapi memang kalau kita bicara produktivitas secara nasional/global, maka nilai produktivitasnya rendah karena jumlah penduduk Indonesia besar sekali terhadap PDB, tapi cara perhitungan ini tidak fair untuk menghitung produktivitas buruh Indonesia, apalagi dikaitkan dengan upah buruh yang murah walaupun dalam 3 tahun naik signifikan," ujar Said.

Sebagai bukti, upah minimum di Jakarta Rp2,4 juta dan setelah dikurangi sewa rumah Rp500 ribu per bulan, ongkos transportasi Rp500 ribu per bulan dan makan sebulan Rp900 ribu, maka sisa upah sebulan hanya Rp500 ribu atau sekitar USD45 per bulan.

Menurut dia, itu tidak adil karena di sisi lain, kelas menengah terus tumbuh dan para pengusaha bertambah kaya, tapi upah minimum buruhnya minim bahkan banyak status pekerjanya masih outsourcing.

"Jadi KSPI berpendapat, mari tinggalkan kebijakan upah murah, saatnya diskusi tentang produktivitas dan upah layak serta jaminan sosial yang memadai. Produktivitas akan naik bila pengusaha dan pemerintah mau siapkan dana dan fasilitas," tandas dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3245 seconds (0.1#10.140)