SKK Migas dan KKKS Tingkatkan Program CSR Pendidikan

Kamis, 20 November 2014 - 18:12 WIB
SKK Migas dan KKKS Tingkatkan Program CSR Pendidikan
SKK Migas dan KKKS Tingkatkan Program CSR Pendidikan
A A A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melalui program corporate social responsibility (CSR) berkomitmen mengembangkan dunia pendidikan di Wilayah Kerja (WK) Migas.

Hubungan Kelembagaan dan CSR SKK Migas Nyimas Rikani mengatakan, terdapat 322 KKKS yang mengembangkan eksplorasi di Indonesia di bawah SKK Migas. Masing-masing perusahaan migas berkewajiban melakukan kegiatan CSR sesuai UU No 22/2001 Tentang Migas.

"Sesuai UU perusahaan wajib melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan menjalankan fungsi sosial masyarakat di sekitar wilayah kerja mereka sebagai pendukung operasi program kelancaran operasi," katanya saat workshop CSR di dunia Pendidikan bersama Koran Sindo di Gedung Sindo, Jakarta, Kamis (20/11/2014).

Menurutnya, bantuan CSR yang dikucurkan KKKS tidak boleh dalam bentuk tunai, namun harus melalui program sosial yang diatur dalam UU Migas.

Tujuan CSR yang diamantakan UU Migas pun dapat tercapai, yakni menciptakan program kepedulian terhadap masyarakat sesuai dengan fungsi sosial.

"Misalnya permasalahan terkait dunia pendidikan. Antara lain, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, melakukan pelatihan-pelatihan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya pemerataan kesempatan pendidikan, dan mahalnya kebutuhan memenuhi biaya pendidikan," tutur dia.

Misalnya, banyak daerah terpencil yang belum mendapatkan pendidikan yang laik bahkan harus menempuh jarak yang jauh melalui sungai.

Memang diakuinya, SKK Migas bersama KKKS belum mampu banyak membantu mewujudkan cita-cita dan memberikan pendidikan yang laik di daerah terpencil.

"Tapi peran KKKS dan SKK Migas cukup tinggi. Masyrakat dan daerah terpencil yang infrastruktur tidak memadai terus menjadi prioritas kami," ujarnya.

Rikani mengatakan, program sosial tidak boleh berbenturan dengan pemerintah. Selain itu, program CSR KKKS harus memberikan manfaat jangka pendek maupun panjang bagi masyarakat sekitar wilayah operasi migas.

"Kami ingin program yang berkelanjutan tapi juga perlu koordinasi agar tidak tumpang tindih dengan pemerintah. Selain itu, tidak berorientasi politik maupun SARA," ungkapnya.

Bentuk pelaksanaanya pun harus bekerja sama dengan dinas pendidikan, di mana wilayah operasi berada. selain itu juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar.

SKK Migas, lanjut Rikani, berkeinginan program sosial semacam ini dapat dikembangkan dan dirawat sendiri oleh masyarakat dikala para KKKS telah meninggalkan daerah operasinya.

Hal itu dikarenakan perusahaan migas mempunyai batas waktu kontrak dengan pemerinmtah selama 30 tahun.

"Bagaimana masyarakat yang ditinggalkan akan bisa meneruskan tanpa bergentung perusahaan lagi," tutur Rikani.

Menurutnya, biaya CSR perusahaan migas tidak dimasukan dalam cost recovery harus ditanggung perusahaan sendiri dengan artian tidak dimasukkan dalam biaya operasi atau harus ditanggung KKKS.

"Ini sesuai Peraturan Pemerintah No 79/2010. Di mana, biaya community development tidak dapat dikembalikan," jelasnya.

Pihaknya berharap dengan adanya program CSR seperti ini masyrakat tidak sebagai objek tapi untuk investasi sosial. Bahkan, strateginya sama dengan melalukan operasi produksi.

"Ini strategi juga bagaimana melakukan konsolidasi bersama dengan pemerintah daerah," jelasnya
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3532 seconds (0.1#10.140)