Faktor Eksternal Masih Akan Bayangi Rupiah

Jum'at, 19 Desember 2014 - 21:40 WIB
Faktor Eksternal Masih Akan Bayangi Rupiah
Faktor Eksternal Masih Akan Bayangi Rupiah
A A A
JAKARTA - Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto mengemukakan, faktor eksternal masih akan terus membayangi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjelang akhir 2014, tidak akan lepas dari situasi ekonomi global.

Faktor eksternal pertama adalah rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Ini sebagai tindak lanjut langkah penghentian paket stimulus di AS (tapering off) pada Oktober lalu.

Kenaikan suku bunga the Fed (Fed Fund Rate/FFR) sebagai respon lanjutan atas perbaikan dan pemulihan ekonomi AS secara meyakinkan.

Beberapa indikatornya adalah rata-rata angka penyerapan tenaga kerja per bulan berkisar 200 ribu orang; angka pengangguran sudah di level 5,8%; inflasi sudah bergerak di kisaran 2%; dan pertumbuhan ekonomi sudah mendekati level 3%.

"Diperkirakan The Fed akan menaikkan FFR pada awal semester kedua 2015. Dengan demikian, kebijakan The Fed yang cenderung hawkish (pengetatan) akan segara dimulai dan menuntut kesiapan semua negara di dunia, termasuk Indonesia," ujarnya.

Rencana penaikan FFR memberikan pandangan baru di kalangan pelaku pasar bahwa kekuatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia akan terus berlanjut. Hanya saja, The Fed dan pemerintah AS tidak akan membiarkan dolar AS bergerak terlalu kuat karena akan berdampak negatif bagi ekspor AS.

Barang-barang buatan AS menjadi tidak kompetitif terhadap barang-barang buatan negara lain, terutama China dan Jepang.

"Maka, diperkirakan The Fed dan pemerintah AS akan melakukan berbagai upaya untuk menjaga kurs dolar AS pada level tertentu," terang Ryan.

Kedua, adalah jatuhnya harga minyak dunia yang amat tajam – dari yang lazimnya di atas USD100 per barel menjadi USD65 per barel. Ini menyebabkan kalangan hedge fund global beralih dari komoditas minyak ke dolar AS sebagai komoditas baru untuk diperdagangkan.

Alhasil, pembelian dolar AS makin masif yang berdampak pada penguatan dolar AS secara luar biasa.

Ketiga, ketegangan politik di Rusia pasca-aneksasi wilayah Kremia di Kroasia dan ketegangan politik di Timur Tengah menyebabkan pelaku pasar global memburu dolar AS sebagai safe heaven.

Mata uang Rubel Rusia juga anjlok terlampau dalam karena pertumbuhan ekonomi Rusia mendekati nol persen lantaran embargo ekonomi oleh AS dan sekutunya diberangi dengan anjloknya harga minyak dunia. Hampir 50% PDB Rusia ditopang oleh ekspor minyak.

Keempat, karena berlakunya rezim suku bunga ultra rendah (bahkan sampai minus 2%) di kawasan Uni Eropa membuat mata uang euro tertekan terhadap dolar AS. Hal ini memberikan imbas negatif ke mata uang Asia, termasuk rupiah.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6316 seconds (0.1#10.140)