RSPO-WWF Telusuri Minyak Sawit Berkelanjutan
A
A
A
JAKARTA - Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bersama World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia membentuk gugus tugas (task force) dalam rangka menelusuri dan melegalkan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan (sustainable palm oil).
Manajer Program Kelapa Sawit Berkelanjutan WWF Indonesia Putra Agung menuturkan, legalitas (legality) dan ketelusuran (traceability) diperlukan lantaran ada risiko yang teridentifikasi bahwa industri kelapa sawit yang sudah memperoleh sertifikat RSPO, masih mencampur antara kelapa sawit yang legal dan tidak legal.
"Mengapa butuh legality dan traceability sistem, karena ada risiko yang terindentifikasi, masih mixing antara Certificate Sustainable Palm Oil (CSPO) dan unknown source. Jadi perlu di-trace agar tahu kalau itu sustainable. Ada potensi ilegal palm oil yang bisa masuk," ucapnya di gedung WTC, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
Selain itu, sambung Putra, task force ini didasari karena semakin tingginya ekspansi yang dilakukan growers baik independen, smallholder, maupun perusahaan besar yang terindentifikasi menanam palm oil di area yang tidak seharusnya.
"Proses fasilitas dari RSPO member secara langsung atau enggak, kemungkinan juga dimanfaatkan dari sumber palm oil yang tidak legal," imbuh dia.
Menurutnya, task force ini mengupayakan agar pabrik-pabrik sawit yang bersertifikat tersebut benar-benar memenuhi standar dari sustainable palm oil. "Untuk memastikan traceability dan legality dari external supplier," jelasnya.
Sementara itu, Penasehat RSPO Bungaran Saragih mengungkapkan, task force ini dimaksudkan agar RSPO diyakini legalitasnya. Tidak ada sertifikat RSPO yang bisa dibeli, dan harus melalui proses uji kelayakan.
"Supaya RSPO respectable dan diakui maka harus dipastikan bahwa itu benar-benar sustainable. Bukan hanya dari sertifikat RSPO, tapi dengan tracebility itu. Keyakinan bahwa itu legal. Jadi kalau ada sertifikat RSPO bukan bohong-bohongan, tapi benar-benar sudah dibuktikan dari sertifikat boarding. Ini peningkatan kemajuan RSPO," pungkas Bungaran.
Manajer Program Kelapa Sawit Berkelanjutan WWF Indonesia Putra Agung menuturkan, legalitas (legality) dan ketelusuran (traceability) diperlukan lantaran ada risiko yang teridentifikasi bahwa industri kelapa sawit yang sudah memperoleh sertifikat RSPO, masih mencampur antara kelapa sawit yang legal dan tidak legal.
"Mengapa butuh legality dan traceability sistem, karena ada risiko yang terindentifikasi, masih mixing antara Certificate Sustainable Palm Oil (CSPO) dan unknown source. Jadi perlu di-trace agar tahu kalau itu sustainable. Ada potensi ilegal palm oil yang bisa masuk," ucapnya di gedung WTC, Jakarta, Selasa (12/5/2015).
Selain itu, sambung Putra, task force ini didasari karena semakin tingginya ekspansi yang dilakukan growers baik independen, smallholder, maupun perusahaan besar yang terindentifikasi menanam palm oil di area yang tidak seharusnya.
"Proses fasilitas dari RSPO member secara langsung atau enggak, kemungkinan juga dimanfaatkan dari sumber palm oil yang tidak legal," imbuh dia.
Menurutnya, task force ini mengupayakan agar pabrik-pabrik sawit yang bersertifikat tersebut benar-benar memenuhi standar dari sustainable palm oil. "Untuk memastikan traceability dan legality dari external supplier," jelasnya.
Sementara itu, Penasehat RSPO Bungaran Saragih mengungkapkan, task force ini dimaksudkan agar RSPO diyakini legalitasnya. Tidak ada sertifikat RSPO yang bisa dibeli, dan harus melalui proses uji kelayakan.
"Supaya RSPO respectable dan diakui maka harus dipastikan bahwa itu benar-benar sustainable. Bukan hanya dari sertifikat RSPO, tapi dengan tracebility itu. Keyakinan bahwa itu legal. Jadi kalau ada sertifikat RSPO bukan bohong-bohongan, tapi benar-benar sudah dibuktikan dari sertifikat boarding. Ini peningkatan kemajuan RSPO," pungkas Bungaran.
(izz)