Ekonomi Asia Pasifik Diproyeksi Hanya Naik Tipis

Jum'at, 15 Mei 2015 - 12:50 WIB
Ekonomi Asia Pasifik...
Ekonomi Asia Pasifik Diproyeksi Hanya Naik Tipis
A A A
BANGKOK - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memproyeksi, pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Pasifik hanya naik tipis pada tahun ini menjadi 5,9% dari tahun lalu sebesar 5,8%.

Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) dalam surveinya menyatakan bahwa proyeksi tersebut berdasarkan relatif membaiknya kinerja ekonomi di sejumlah negara berkembang utama, termasuk Bangladesh, India, Indonesia, Papua Nugini, Korea dan Thailand.

Sementara itu, prospek beberapa negara pengekspor kurang optimistis karena melambatnya pertumbuhan di zona Eropa, Jepang dan China, yang merupakan sumber utama ekspor.

Inflasi juga diperkirakan melanjutkan penurunan dan tetap rendah karena melemahnya harga minyak dunia, yang mengerek penurunan suku bunga di banyak negara di Asia Pasifik.

Di sisi lain, potensi pertumbuhan negara berkembang di Asia Pasifik dibatasi oleh kurangnya infrastruktur dan ketergantungan yang berlebihan pada komoditas dari beberapa negara di tengah pemulihan ekonomi global yang rapuh.

Sekretaris Jenderal dan Eksekutif ESCAP Shamshad Akhtar menekankan perlunya meningkatkan pertumbuhan berkualitas dan kemakmuran bersama di kawasan itu.

Dia menyerukan, kebijakan terintergarasi antaradaerah dan mengutamakan pertumbuhan inklusif dengan mengadopsi berbagai tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

ESCAP menyoroti isu-isu kebijakan penting di subdaerah, termasuk ketergantungan yang berlebihan pada sumber daya alam dan pengiriman uang pekerja di Asia Utara dan Tengah serta pekerja dan tantangan terkait iklim di negara berkembang.

Sedangkan ketidakseimbangan makroekonomi dan kekurangan sumber daya menjadi keprihatinan di Asia Selatan dan Barat, ditambah minimnya infrastruktur dan kekurangan tenaga kerja terampil di Asia Tenggara.

Wilayah ini, menurut dia, tetap rentan terhadap berbagai risiko dan ketidakpastian, antara lain kemungkinan serangan volatilitas pasar keuangan, keterlambatan menangani hambatan struktural dan konflik politik.

Dalam konteks ini, ESCAP mendesak untuk membentuk manajemen ekonomi makro yang lebih kuat, ditambah dengan kebijakan makroprudensial untuk mengatasi volatilitas arus modal dan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan kebijakan moneter di negara berkembang.

Analis ESCAP juga menyarankan kesetaraan kesempatan dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja yang layak melalui pengembangan usaha kecil dan menengah serta industrialisasi pedesaan, dengan sektor swasta mengambil peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan lebih inklusif.

"Tanpa semangat dan dukungan sektor swasta, tidak akan mungkin bisa menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesetaraan serta menciptakan lapangan kerja," kata survei ESCAP seperti dilansir dari Xinhua, Jumat (15/5/2015).

Sementara belanja publik, dinilai harus lebih berorientasi pada pembangunan, khususnya meningkatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas serta memperkuat jaring pengaman sosial demi mengatasi kemiskinan.

"Untuk meningkatkan kesejahteraan, negara tidak hanya berfokus pada ketimpangan pendapatan, tapi juga meningkatkan kesetaraan kesempatan," ujar Akhtar.

ESCAP juga mendesak pemerintah Asia Pasifik untuk fokus pada mobilisasi sumber daya lokal, membuat serangkaian rekomendasi bagi pemerintah untuk tidak hanya meningkatkan pendapatan mereka sendiri tetapi meningkatkan pemanfaatan sumber daya sektor swasta untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya untuk infrastruktur yang ramah dengan iklim dan pembiayaan sosial.

"Sementara sumber-sumber tradisional keuangan, seperti pendapatan pajak dan bantuan pembangunan dalam rangka menjembatani kesenjangan pembiayaan menjadi upaya memperdalam pasar modal di kawasan itu, sekaligus melibatkan sektor swasta harus diintensifkan," kata Akhtar.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8356 seconds (0.1#10.140)