Ekonomi Thailand Tumbuh 0,3%
A
A
A
BANGKOK - Ekonomi Thailand tumbuh 0,3% pada kuartal I/2015. Kondisi suram itu semakin menambah tekanan pada junta militer yang berjanji mendorong pertumbuhan setelah beberapa bulan krisis politik.
Badan Pembangunan Sosial dan Ekonomi Nasional Thailand (NESB) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini. ”Pertumbuhan ekonomi 3% pada kuartal I/2015 year on year,” papar NESB, dikutip kantor berita AFP. Meski demikian, Krystal Tan, ekonom Asia di Capital Economics, menyatakan bahwa data itu dilebih-lebihkan karena basis yang rendah pada kuartal I/2014, saat pertumbuhan menyusut dan kerusuhan politik mencapai puncaknya.
Saat itu Bangkok lumpuh oleh unjuk rasa menolak pemerintahan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra yang terpilih secara demokratis. Yingluck kemudian dikudeta oleh militer. NESB memperkirakan, ekonomi tumbuh 3–4% pada tahun ini, turun dari proyeksi awal 3,5–4,5%. Pertumbuhan hanya 0,7% pada 2014, level terendah dalam tiga tahun. Februari lalu Kementerian Keuangan Thailand mendapat perintah dari pemimpin junta Prayut Chan-O-Cha untuk mendorong pertumbuhan sedikitnya 4% pada 2015. Target ini menurut sebagian besar analis tampak terlalu optimistis.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan pada 2015 akan mendekati 3,5%. Junta berjanji mengucurkan miliaran dolar dalam perekonomian, sebagian besar melalui proyek infrastruktur jangka panjang. Kendati demikian, para analis menyatakan, belanja pemerintah dan peningkatan pendapatan pariwisata tidak mampu menutup penurunan ekspor dan melemahnya permintaan di dalam negeri.
”Tidak ada sinyal pemulihan ekonomi yang kuat. Pertumbuhan akan terus melemah. Hanya belanja pemerintah yang menunjukkan sinyal peningkatan. Adapun, konsumsi, investasi dan ekspor masih sangat lemah,” papar Benjarong Suwankiri, ekonom TMB Bank di Bangkok. Sektor pertanian utama Thailand, termasuk beras dan karet, harus menghadapi penurunan harga secara global, sehingga menurunkan hasil panen dan mengurangi pendapatan warga Thailand.
Negara itu juga masih menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan beban utang yang besar, mengurangi kepercayaan konsumen. Bulan lalu Bank Sentral Thailand memangkas tingkat suku bunga dari 1,75% menjadi 1,5%, level terendah sejak Juli 2010. Bank Sentral Thailand menjelaskan, anggota dewan kebijakan melakukan voting dengan hasil 4 suara mendukung banding 3 suara menolak untuk memangkas suku bunga menjadi 1,75% dari 2,0%.
Pengurangan suku bunga ini merupakan yang pertama sejak Maret, saat pemulihan ekonomi di negara itu lebih lemah dibandingkan proyeksi. Ini juga menjadi bank sentral regional terbaru, termasuk China dan India, yang menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Syarifudin
Badan Pembangunan Sosial dan Ekonomi Nasional Thailand (NESB) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini. ”Pertumbuhan ekonomi 3% pada kuartal I/2015 year on year,” papar NESB, dikutip kantor berita AFP. Meski demikian, Krystal Tan, ekonom Asia di Capital Economics, menyatakan bahwa data itu dilebih-lebihkan karena basis yang rendah pada kuartal I/2014, saat pertumbuhan menyusut dan kerusuhan politik mencapai puncaknya.
Saat itu Bangkok lumpuh oleh unjuk rasa menolak pemerintahan Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra yang terpilih secara demokratis. Yingluck kemudian dikudeta oleh militer. NESB memperkirakan, ekonomi tumbuh 3–4% pada tahun ini, turun dari proyeksi awal 3,5–4,5%. Pertumbuhan hanya 0,7% pada 2014, level terendah dalam tiga tahun. Februari lalu Kementerian Keuangan Thailand mendapat perintah dari pemimpin junta Prayut Chan-O-Cha untuk mendorong pertumbuhan sedikitnya 4% pada 2015. Target ini menurut sebagian besar analis tampak terlalu optimistis.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan pada 2015 akan mendekati 3,5%. Junta berjanji mengucurkan miliaran dolar dalam perekonomian, sebagian besar melalui proyek infrastruktur jangka panjang. Kendati demikian, para analis menyatakan, belanja pemerintah dan peningkatan pendapatan pariwisata tidak mampu menutup penurunan ekspor dan melemahnya permintaan di dalam negeri.
”Tidak ada sinyal pemulihan ekonomi yang kuat. Pertumbuhan akan terus melemah. Hanya belanja pemerintah yang menunjukkan sinyal peningkatan. Adapun, konsumsi, investasi dan ekspor masih sangat lemah,” papar Benjarong Suwankiri, ekonom TMB Bank di Bangkok. Sektor pertanian utama Thailand, termasuk beras dan karet, harus menghadapi penurunan harga secara global, sehingga menurunkan hasil panen dan mengurangi pendapatan warga Thailand.
Negara itu juga masih menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan beban utang yang besar, mengurangi kepercayaan konsumen. Bulan lalu Bank Sentral Thailand memangkas tingkat suku bunga dari 1,75% menjadi 1,5%, level terendah sejak Juli 2010. Bank Sentral Thailand menjelaskan, anggota dewan kebijakan melakukan voting dengan hasil 4 suara mendukung banding 3 suara menolak untuk memangkas suku bunga menjadi 1,75% dari 2,0%.
Pengurangan suku bunga ini merupakan yang pertama sejak Maret, saat pemulihan ekonomi di negara itu lebih lemah dibandingkan proyeksi. Ini juga menjadi bank sentral regional terbaru, termasuk China dan India, yang menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Syarifudin
(ars)