Beras Plastik Belum Masuk ke Daerah Ini
A
A
A
YOGYAKARTA - Peredaran beras plastik di Bekasi, Jawa Barat (Jabar) membuat resah banyak kalangan, termasuk masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diimbau waspada dalam mensikapi beredarnya beras tersebut.
Sebab, tidak menutup kemungkinan beras berbahan dasar limbah plastik dari China itu bisa masuk ke Kota Gudeg Yogyakarta. (Baca: Ini Ciri-ciri Beras Palsu dari Plastik).
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Pemda DIY Riyadi Ida Bagus mengajak masyarakat tetap tenang saat mengonsumsi beras. Sebab, hingga saat ini pihaknya belum menemukan beras plastik tersebut di Yogyakarta.
"Beras sintetis saat ini belum masuk DIY, kita berharap tidak masuk. Tapi, masyarakat perlu waspada dan mensikapinya dengan tenang," katanya, Kamis (21/5/2015).
Masyarakat diajak untuk melakukan pencegahan dengan meneliti beras yang akan dibeli untuk dikonsumsi. Dia mengaku terus memantau peredaran beras berbahaya tersebut dengan menggandeng para distributor atau agen beras di Yogyakarta.
"Kita ajak distibutor dan agen beras untuk teliti karena mereka yang menjual beras pada masyarakat. Pembeli beras harus betul-betul teliti saat melakukan pembelian," imbuh dia.
Pihaknya juga memantau beberapa lokasi pasar untuk mengecek beras. Sebab, tanpa ada pemantauan, dikhawatirkan beras sintetis itu masuk area pasar-pasar di Yogyakarta.
"Operasi pasar itu kita lakukan secara rutin dan berkala untuk memantau kebutuhan pokok di Yogyakarta, termasuk beras sintetis," katanya.
Menurutnya, jika masyarakat menemukan beras mencurigakan, sebaiknya tidak membeli beras tersebut. Langkah yang perlu diambil dengan memberitahukan ke Disperindakop atau pihak-pihak lain yang berkompeten.
"Segera adukan ke kami, kita akan tindak lanjuti dengan mendatangi lokasi. Nanti bisa kita beli dan tanyakan asal usul beras," tegas dia.
Riyadi menjelaskan, beras sintetis itu mengandung bahan-bahan berbahaya untuk tubuh jika dikonsumsi. Ditengarai, beras sintetis tersebut diproduksi dengan peralatan canggih sehingga menyerupai beras asli.
Sayangnya, bahan dalam pembuatan beras sintetis itu mengunakan limbah plastik sehingga berbahaya bagi tubuh. Namun, kepastian dari bahan-bahan pembuatan beras itu masih dalam uji laboratorium BPOM.
"Kalau lihat langsung belum, tapi di video. Hampir semuanya mirip, yang membedakan kalau dimasak rasanya kenyal, tidak 'pulen' (enak) seperti beras umumnya," jelasnya.
Untuk itulah diperlukan gerakan bersama, baik dari pemerintah, pedagang, distributor maupun masyarakat dalam mensikapinya. Sehingga beras yang berbahaya untuk tubuh itu dapat bersama-sama dicegah peredarannya masuk Yogyakarta.
Sementara, para pedagang beras kecil di Yogyakarta kebanyakan membeli beras langsung dari petani setelah panen. Pedagan di wilayah Prambanan, Sleman, membeli beras pada kisaran Rp8.000 perkilo dari petani dengan harga jual kembali Rp9.000 untuk konsumen.
"Kalau beras kita aman, beras datang dari petani yang panen. Kita konsumsi juga beras yang kita jual," kata Maryam, pemilik kelontong di Pasar Prambanan, Sleman.
Dia juga tengah mencari tahu apa ciri-ciri fisik dari beras sintetis. Namun, sejauh yang diperolehnya sulit dibedakan karena bentuknya mirip atau hampir menyerupai.
"Katanya sama bentuknya. Tapi, misal harganya murah ya kualitasnya engak baik. Rata-rata beras di sini dari petani, saya enggak mau beli beras raskin," ujarnya.
Sebab, tidak menutup kemungkinan beras berbahan dasar limbah plastik dari China itu bisa masuk ke Kota Gudeg Yogyakarta. (Baca: Ini Ciri-ciri Beras Palsu dari Plastik).
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Pemda DIY Riyadi Ida Bagus mengajak masyarakat tetap tenang saat mengonsumsi beras. Sebab, hingga saat ini pihaknya belum menemukan beras plastik tersebut di Yogyakarta.
"Beras sintetis saat ini belum masuk DIY, kita berharap tidak masuk. Tapi, masyarakat perlu waspada dan mensikapinya dengan tenang," katanya, Kamis (21/5/2015).
Masyarakat diajak untuk melakukan pencegahan dengan meneliti beras yang akan dibeli untuk dikonsumsi. Dia mengaku terus memantau peredaran beras berbahaya tersebut dengan menggandeng para distributor atau agen beras di Yogyakarta.
"Kita ajak distibutor dan agen beras untuk teliti karena mereka yang menjual beras pada masyarakat. Pembeli beras harus betul-betul teliti saat melakukan pembelian," imbuh dia.
Pihaknya juga memantau beberapa lokasi pasar untuk mengecek beras. Sebab, tanpa ada pemantauan, dikhawatirkan beras sintetis itu masuk area pasar-pasar di Yogyakarta.
"Operasi pasar itu kita lakukan secara rutin dan berkala untuk memantau kebutuhan pokok di Yogyakarta, termasuk beras sintetis," katanya.
Menurutnya, jika masyarakat menemukan beras mencurigakan, sebaiknya tidak membeli beras tersebut. Langkah yang perlu diambil dengan memberitahukan ke Disperindakop atau pihak-pihak lain yang berkompeten.
"Segera adukan ke kami, kita akan tindak lanjuti dengan mendatangi lokasi. Nanti bisa kita beli dan tanyakan asal usul beras," tegas dia.
Riyadi menjelaskan, beras sintetis itu mengandung bahan-bahan berbahaya untuk tubuh jika dikonsumsi. Ditengarai, beras sintetis tersebut diproduksi dengan peralatan canggih sehingga menyerupai beras asli.
Sayangnya, bahan dalam pembuatan beras sintetis itu mengunakan limbah plastik sehingga berbahaya bagi tubuh. Namun, kepastian dari bahan-bahan pembuatan beras itu masih dalam uji laboratorium BPOM.
"Kalau lihat langsung belum, tapi di video. Hampir semuanya mirip, yang membedakan kalau dimasak rasanya kenyal, tidak 'pulen' (enak) seperti beras umumnya," jelasnya.
Untuk itulah diperlukan gerakan bersama, baik dari pemerintah, pedagang, distributor maupun masyarakat dalam mensikapinya. Sehingga beras yang berbahaya untuk tubuh itu dapat bersama-sama dicegah peredarannya masuk Yogyakarta.
Sementara, para pedagang beras kecil di Yogyakarta kebanyakan membeli beras langsung dari petani setelah panen. Pedagan di wilayah Prambanan, Sleman, membeli beras pada kisaran Rp8.000 perkilo dari petani dengan harga jual kembali Rp9.000 untuk konsumen.
"Kalau beras kita aman, beras datang dari petani yang panen. Kita konsumsi juga beras yang kita jual," kata Maryam, pemilik kelontong di Pasar Prambanan, Sleman.
Dia juga tengah mencari tahu apa ciri-ciri fisik dari beras sintetis. Namun, sejauh yang diperolehnya sulit dibedakan karena bentuknya mirip atau hampir menyerupai.
"Katanya sama bentuknya. Tapi, misal harganya murah ya kualitasnya engak baik. Rata-rata beras di sini dari petani, saya enggak mau beli beras raskin," ujarnya.
(izz)