Jelang Puasa, Stok Beras dan Gula Aman
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menyatakan persediaan bahan pokok mencukupi untuk kebutuhan Puasa dan Lebaran. Beras dan gula yang kerap mengalami lonjakan permintaan dipastikan mencukupi.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, stok beras di pasar pada periode Mei-Juli 2015 diproyeksikan mencapai 6,7 juta ton dan akan terus bertambah seiring musim panen gadu pada Juni-Juli.
Stok tersebut tersebar antara lain di gudang Bulog yang saat ini tersedia sebanyak 1,3 juta ton dan akan terus bertambah; stok indikatif di 72.000 penggilingan padi sebanyak 5,4 juta ton; dan stok di 165 pasar sebanyak 246.500 ton. MenurutSrie, jumlahtersebut memang lebih rendah dibandingkan kebutuhan pada bulanbulan tersebut yang diperkirakan mencapai 8,1 juta ton.
”Memang minus (defisit), tapi angka itu belum termasuk hitungan produksidibulanJuni- Juli, saat panen gadu. Diperkirakan, akan ada tambahan stok 1,9 juta ton pada Juni-Juli, sehingga surplus,” ujarnya di sela-sela diskusi Pangan Kita di Jakarta kemarin. Terkait gula, Srie menyampaikan bahwa saat ini terdapat stok di 62 pedagang gula, 344 distributor gula, dan di pengecer.
Ditambah dengan masuknya musim giling, diperkirakan stok mencapai 1,4 juta ton. Padahal, kebutuhan gula untuk konsumsi masyarakat hanya sekitar 286.000 ton. ”Jadi, (stok) cukup saat puasa,” tandasnya. Terkait kenaikan harga kebutuhan pokok jelang puasa, Srie tidak menampik bahwa hal itu akan terjadi seiring meningkatnya permintaan. Beberapa yang umumnya mengalami kenaikan harga seperti daging, telur ayam, cabai.
”Stok cukup. Harga mungkin naik tetapi tidak signifikan. Masyarakat tidak perlu khawatir, kami akan mengawal itu,” tegasnya. Pada kesempatan yang sama Guru Besar Institu Pertanian Bogor(IPB) DwiAndreasSentosa mengatakan, persoalan gejolak atau kenaikan harga-harga kebutuhan pokok jelang perayaan hari besar seperti Lebaran dan Natal akan terus berulang lantaran terbatasnya stok pangan.
”Pangan kita sudah masuk ambang kritis. Apapun yang kita lakukan karena stok pangan kita terbatas sehingga pemerintah juga tidak bisa melakukan yang lebih dari itu,” tukasnya. Selain keterbatasan stok, salah kelola juga bisa diamati dalam perberasan. Menurut Andreas, 92% stok beras dipegang oleh pedagang, sementara operasi pasar beras pemerintah kapasitasnya hanya sekitar 7-8%.
”Makanya bulan lalu Bulog kesulitan karena beras sudah diborong pedagang, dan pedagang lebih tahu berapa kapasitas produksi kita tahun ini,” cetusnya. Andreas juga menyoroti nasib petani yang jauh dari sejahtera, ditandai ketika harga beras stabil tinggi justru nilai tukar petani (NTP) terus menurun. Menurutnya, jika kesejahteraan petani terabaikan, maka semua upaya peningkatan produksi dipastikan gagal.
”Kemendag jangan hanya fokus ke konsumen atau harga di pasar, fokuslah ke petani juga. Contohnya penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya meningkat 10-12%, padahalinflasisudah21%. Ini kan mencederai petani,” cetusnya. Lebih lanjut Andreas berharap, Badan Otoritas Pangan yang diamanatkan UU Pangan segera dibentuk, di mana Bulog nantinya akan melebur di dalamnya.
Badan ini diharapkan mampu mengatur masalah pangan serta mengendalikan harga pangan di Indonesia dan menjamin bahwa harga yang diterima petani menyejahterakan petani dan harga yang diterima konsumen tidak terlalu memberatkan. ”Pemerintah perlu melakukan kedaulatan pangan yang sejati. Kalau tidak, harapan untuk swasembada hanya akan menjadi harapan kosong,” bebernya.
Inda susanti
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, stok beras di pasar pada periode Mei-Juli 2015 diproyeksikan mencapai 6,7 juta ton dan akan terus bertambah seiring musim panen gadu pada Juni-Juli.
Stok tersebut tersebar antara lain di gudang Bulog yang saat ini tersedia sebanyak 1,3 juta ton dan akan terus bertambah; stok indikatif di 72.000 penggilingan padi sebanyak 5,4 juta ton; dan stok di 165 pasar sebanyak 246.500 ton. MenurutSrie, jumlahtersebut memang lebih rendah dibandingkan kebutuhan pada bulanbulan tersebut yang diperkirakan mencapai 8,1 juta ton.
”Memang minus (defisit), tapi angka itu belum termasuk hitungan produksidibulanJuni- Juli, saat panen gadu. Diperkirakan, akan ada tambahan stok 1,9 juta ton pada Juni-Juli, sehingga surplus,” ujarnya di sela-sela diskusi Pangan Kita di Jakarta kemarin. Terkait gula, Srie menyampaikan bahwa saat ini terdapat stok di 62 pedagang gula, 344 distributor gula, dan di pengecer.
Ditambah dengan masuknya musim giling, diperkirakan stok mencapai 1,4 juta ton. Padahal, kebutuhan gula untuk konsumsi masyarakat hanya sekitar 286.000 ton. ”Jadi, (stok) cukup saat puasa,” tandasnya. Terkait kenaikan harga kebutuhan pokok jelang puasa, Srie tidak menampik bahwa hal itu akan terjadi seiring meningkatnya permintaan. Beberapa yang umumnya mengalami kenaikan harga seperti daging, telur ayam, cabai.
”Stok cukup. Harga mungkin naik tetapi tidak signifikan. Masyarakat tidak perlu khawatir, kami akan mengawal itu,” tegasnya. Pada kesempatan yang sama Guru Besar Institu Pertanian Bogor(IPB) DwiAndreasSentosa mengatakan, persoalan gejolak atau kenaikan harga-harga kebutuhan pokok jelang perayaan hari besar seperti Lebaran dan Natal akan terus berulang lantaran terbatasnya stok pangan.
”Pangan kita sudah masuk ambang kritis. Apapun yang kita lakukan karena stok pangan kita terbatas sehingga pemerintah juga tidak bisa melakukan yang lebih dari itu,” tukasnya. Selain keterbatasan stok, salah kelola juga bisa diamati dalam perberasan. Menurut Andreas, 92% stok beras dipegang oleh pedagang, sementara operasi pasar beras pemerintah kapasitasnya hanya sekitar 7-8%.
”Makanya bulan lalu Bulog kesulitan karena beras sudah diborong pedagang, dan pedagang lebih tahu berapa kapasitas produksi kita tahun ini,” cetusnya. Andreas juga menyoroti nasib petani yang jauh dari sejahtera, ditandai ketika harga beras stabil tinggi justru nilai tukar petani (NTP) terus menurun. Menurutnya, jika kesejahteraan petani terabaikan, maka semua upaya peningkatan produksi dipastikan gagal.
”Kemendag jangan hanya fokus ke konsumen atau harga di pasar, fokuslah ke petani juga. Contohnya penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya meningkat 10-12%, padahalinflasisudah21%. Ini kan mencederai petani,” cetusnya. Lebih lanjut Andreas berharap, Badan Otoritas Pangan yang diamanatkan UU Pangan segera dibentuk, di mana Bulog nantinya akan melebur di dalamnya.
Badan ini diharapkan mampu mengatur masalah pangan serta mengendalikan harga pangan di Indonesia dan menjamin bahwa harga yang diterima petani menyejahterakan petani dan harga yang diterima konsumen tidak terlalu memberatkan. ”Pemerintah perlu melakukan kedaulatan pangan yang sejati. Kalau tidak, harapan untuk swasembada hanya akan menjadi harapan kosong,” bebernya.
Inda susanti
(bbg)