Sofyan Djalil Anggap Wajar Bulog Cari Untung
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Sofyan Djalil menganggap wajar jika Perum Bulog mencari keuntungan dari kegiatan operasionalnya selama ini. Sebagai sebuah perusahaan, tidak ada masalah Bulog mencari keuntungan asalkan dalam tahap wajar dan tidak berlebihan.
"Itu enggak ada masalah (Bulog cari keuntungan). Fungsinya apa karena kan perusahaan juga cari untung. Yang penting untungnya jangan berlebihan," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Menurutnya, karena Bulog juga memiliki fungsi sebagai penyangga komoditas pangan nasional, maka keuntungan (margin) yang didapat Bulog adalah margin yang dikontrol pemerintah.
"Dengan surplus itu, maka mereka akan bekerja secara profesional. Tanpa profit motif akan sulit sekali. Tetapi tentu jangan sampai mereka itu mengejar keuntungan saja, ini pemerintah yang menentukan," imbuh dia.
Sofyan mencontohkan, tugas Bulog untuk mendistribusikan beras masyarakat miskin (raskin) yang notabenenya produk subsidi. Di satu sisi Bulog tidak diperkenankan untuk mematok harga raskin dengan harga tinggi, namun di sisi lain Bulog tetap harus mendapat surplus.
Sebab itu, pemerintah dapat mengambil peranan untuk menanggung beban bunga pinjaman perbankan, jika memang Bulog melakukan pinjaman ke perbankan. Dengan begitu, Bulog tidak perlu menaikkan harga barang tertentu untuk memperoleh keuntungan.
"Misalnya dengan bunga yang lebih rendah, lalu perusahaan pinjam uang dari bank bunganya 10%, kalau pemerintah bisa memberikan bunga sampai 4%-5%, sisanya disubsidi pemerintah. Maka Bulog tidak terlalu perlu menaikkan harga tertentu untuk memperoleh keuntungan," tutur dia.
Sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan saat ini, Perum Bulog sudah tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan sudah saatnya dibubarkan. Pasalnya, Bulog sebagai penyangga utama pangan nasional tidak mampu menjalankan fungsinya untuk menstabilkan harga pangan.
Dia mengatakan, semenjak status Bulog diubah menjadi Perusahaan Umum, fungsinya sebagai penyangga pangan nasional menjadi terabaikan. Bulog justru lebih fokus mencari keuntungan. (Baca: Sofyan Djalil Tolak Usulan Pembubaran Bulog).
"Bulog sebagai penyangga pangan di turunkan sedalamnya karena dirombak jadi Perum, dia sulit, Perum kan harus untung, kalau enggak untung pimpinannya diganti, sudah tidak ada lagi misi stabilisasi pangan, apalagi misi sejahterakan petani," kata Dwi.
(Baca: Pengamat: Saatnya Bulog Dibubarkan)
"Itu enggak ada masalah (Bulog cari keuntungan). Fungsinya apa karena kan perusahaan juga cari untung. Yang penting untungnya jangan berlebihan," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Menurutnya, karena Bulog juga memiliki fungsi sebagai penyangga komoditas pangan nasional, maka keuntungan (margin) yang didapat Bulog adalah margin yang dikontrol pemerintah.
"Dengan surplus itu, maka mereka akan bekerja secara profesional. Tanpa profit motif akan sulit sekali. Tetapi tentu jangan sampai mereka itu mengejar keuntungan saja, ini pemerintah yang menentukan," imbuh dia.
Sofyan mencontohkan, tugas Bulog untuk mendistribusikan beras masyarakat miskin (raskin) yang notabenenya produk subsidi. Di satu sisi Bulog tidak diperkenankan untuk mematok harga raskin dengan harga tinggi, namun di sisi lain Bulog tetap harus mendapat surplus.
Sebab itu, pemerintah dapat mengambil peranan untuk menanggung beban bunga pinjaman perbankan, jika memang Bulog melakukan pinjaman ke perbankan. Dengan begitu, Bulog tidak perlu menaikkan harga barang tertentu untuk memperoleh keuntungan.
"Misalnya dengan bunga yang lebih rendah, lalu perusahaan pinjam uang dari bank bunganya 10%, kalau pemerintah bisa memberikan bunga sampai 4%-5%, sisanya disubsidi pemerintah. Maka Bulog tidak terlalu perlu menaikkan harga tertentu untuk memperoleh keuntungan," tutur dia.
Sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan saat ini, Perum Bulog sudah tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan sudah saatnya dibubarkan. Pasalnya, Bulog sebagai penyangga utama pangan nasional tidak mampu menjalankan fungsinya untuk menstabilkan harga pangan.
Dia mengatakan, semenjak status Bulog diubah menjadi Perusahaan Umum, fungsinya sebagai penyangga pangan nasional menjadi terabaikan. Bulog justru lebih fokus mencari keuntungan. (Baca: Sofyan Djalil Tolak Usulan Pembubaran Bulog).
"Bulog sebagai penyangga pangan di turunkan sedalamnya karena dirombak jadi Perum, dia sulit, Perum kan harus untung, kalau enggak untung pimpinannya diganti, sudah tidak ada lagi misi stabilisasi pangan, apalagi misi sejahterakan petani," kata Dwi.
(Baca: Pengamat: Saatnya Bulog Dibubarkan)
(izz)