Pengusaha Papua Curhat Susahnya Merangkul Freeport
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha asal Papua curhat soal susahnya pengusaha daerah untuk masuk dan bermitra dengan PT Freeport Indonesia. Puluhan tahun perusahaan tambang kelas kakap tersebut mengeruk tanah di Papua, namun tidak merangkul pengusaha lokal.
Direktur Utama PT Urampi Indah Pratama Radya Allberdto Wanggai mengatakan, usahanya untuk masuk dan bermitra dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini tidak pernah tembus. Padahal, sejak 1999 perusahaannya mengajukan diri untuk bermitra dengan Freeport.
"Pengusaha lokal belum pernah tembus (bermitra dengan Freeport). Saya berapa kali masuk Freeport dari 1999 sampai sekarang tidak bisa," ucapnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Dia mengistilahkan Freeport seperti rantai mata emas yang sulit ditembus. Bahkan, orang tuanya yang mantan Kadin Kabupaten Timika pun tidak meloloskan usahanya untuk masuk di Freeport.
"Saya juga mantan Kadin Kabupaten Jayapura, saya coba masuk Freeport pada 1999 sampai sekarang tidak bisa," imbuhnya.
Allberdto menambahkan, Freeport selalu memberikan alasan bahwa perusahaan yang bermitra dengannya harus memiliki kemampuan (skill) dan peralatan yang mumpuni. Padahal, perusahaannya telah memiliki alat berat dan kemampuan yang mumpuni.
"Meskipun ada Vice President orang Papua, tapi itu sudah ada sindikat. Dia tidak ada perjuangan (untuk meloloskan bermitra dengan pengusaha lokal)," jelasnya.
"Harapan kami Freeport sebagai bapak angkat harus membina menjadi sub kontraktor, karena hasil yang mereka kelola adalah tambang hasil orang Papua, milik orang Papua," tandas dia.
Direktur Utama PT Urampi Indah Pratama Radya Allberdto Wanggai mengatakan, usahanya untuk masuk dan bermitra dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini tidak pernah tembus. Padahal, sejak 1999 perusahaannya mengajukan diri untuk bermitra dengan Freeport.
"Pengusaha lokal belum pernah tembus (bermitra dengan Freeport). Saya berapa kali masuk Freeport dari 1999 sampai sekarang tidak bisa," ucapnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Dia mengistilahkan Freeport seperti rantai mata emas yang sulit ditembus. Bahkan, orang tuanya yang mantan Kadin Kabupaten Timika pun tidak meloloskan usahanya untuk masuk di Freeport.
"Saya juga mantan Kadin Kabupaten Jayapura, saya coba masuk Freeport pada 1999 sampai sekarang tidak bisa," imbuhnya.
Allberdto menambahkan, Freeport selalu memberikan alasan bahwa perusahaan yang bermitra dengannya harus memiliki kemampuan (skill) dan peralatan yang mumpuni. Padahal, perusahaannya telah memiliki alat berat dan kemampuan yang mumpuni.
"Meskipun ada Vice President orang Papua, tapi itu sudah ada sindikat. Dia tidak ada perjuangan (untuk meloloskan bermitra dengan pengusaha lokal)," jelasnya.
"Harapan kami Freeport sebagai bapak angkat harus membina menjadi sub kontraktor, karena hasil yang mereka kelola adalah tambang hasil orang Papua, milik orang Papua," tandas dia.
(izz)