Negara Berkembang Diminta Berhemat
A
A
A
WASHINGTON - Bank Dunia memperingatkan negara-negara berkembang di penjuru dunia tentang kondisi berat saat Amerika Serikat (AS) mulai mengetatkan kebijakan moneter dan penguatan dolar.
Meski demikian, kepala ekonom Bank Dunia meminta Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/Fed) untuk menunda kenaikan suku bunga hingga tahun depan sehingga memberi ruang bernapas lebih banyak pada ekonomi global yang tumbuh secara lambat. Dalam proyeksi terbarunya untuk pertumbuhan global, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan pada 2015 menjadi 2,8%, dibandingkan proyeksi pertumbuhan 3% pada Januari.
Penurunan proyeksi itu terkait penyusutan ekonomi AS pada kuartal I/2015, penurunan di Eropa dan Jepang serta melambatnya China. Selain itu, terjadi peningkatan tantangan untuk negara-negara miskin dan berkembang yang sebagian besar terkena dampak harga komoditas dan aliran modal yang rendah. ”Penurunan harga minyak telah menurunkan biaya untuk impor energi, karenamenguatnya dolar maka keuntungan dari harga minyak yang murah tidak terlalu berdampak pada kondisi ekonomi mereka,” papar laporan Bank Dunia, dikutipkantorberita AFP.
Berbagai tantangan ini menjadi lebih berat saat ekonomi AS menguat kembali dan Fed mulai menaikkan suku bunga. ”Saat itu terjadi, akan ada lebih banyak guncangan di pasar global dan negara yang ekonominya lebih lemah akan menderita,” ungkap Bank Dunia. Negara-negara miskin dan berkembang akan membayar lebih banyak untung pinjaman dan investasi yang masuk akan semakin sulit, sehingga menambah tekanan pada mata uang yang telah turun drastis terhadap dolar selama tahun lalu.
”Kami menasihati bangsabangsa, terutama negara ekonomi berkembang, untuk mengencangkan ikat pinggang,” kata Kaushik Basu, ekonom Bank Dunia. Bank Dunia relatif optimistis setelah tahun ini, dengan proyeksi pertumbuhan global 3,3% pada 2016. Tahun ini Bank Dunia memangkas proyeksi untuk AS hingga setengah persen poin menjadi 2%; kenaikan outlook untuk euro menjadi 1,5%; pemangkasan untuk Jepang menjadi 1,1% dan China stabil pada 7,1%.
Kawasan Asia Selatan mendapat penambahan 1% poin menjadi 7,1%, tapi untuk negara- negara berkembang secara umum, outlook dipangkas hingga 0,4% poin menjadi 4,4%.
Syarifudin
Meski demikian, kepala ekonom Bank Dunia meminta Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/Fed) untuk menunda kenaikan suku bunga hingga tahun depan sehingga memberi ruang bernapas lebih banyak pada ekonomi global yang tumbuh secara lambat. Dalam proyeksi terbarunya untuk pertumbuhan global, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan pada 2015 menjadi 2,8%, dibandingkan proyeksi pertumbuhan 3% pada Januari.
Penurunan proyeksi itu terkait penyusutan ekonomi AS pada kuartal I/2015, penurunan di Eropa dan Jepang serta melambatnya China. Selain itu, terjadi peningkatan tantangan untuk negara-negara miskin dan berkembang yang sebagian besar terkena dampak harga komoditas dan aliran modal yang rendah. ”Penurunan harga minyak telah menurunkan biaya untuk impor energi, karenamenguatnya dolar maka keuntungan dari harga minyak yang murah tidak terlalu berdampak pada kondisi ekonomi mereka,” papar laporan Bank Dunia, dikutipkantorberita AFP.
Berbagai tantangan ini menjadi lebih berat saat ekonomi AS menguat kembali dan Fed mulai menaikkan suku bunga. ”Saat itu terjadi, akan ada lebih banyak guncangan di pasar global dan negara yang ekonominya lebih lemah akan menderita,” ungkap Bank Dunia. Negara-negara miskin dan berkembang akan membayar lebih banyak untung pinjaman dan investasi yang masuk akan semakin sulit, sehingga menambah tekanan pada mata uang yang telah turun drastis terhadap dolar selama tahun lalu.
”Kami menasihati bangsabangsa, terutama negara ekonomi berkembang, untuk mengencangkan ikat pinggang,” kata Kaushik Basu, ekonom Bank Dunia. Bank Dunia relatif optimistis setelah tahun ini, dengan proyeksi pertumbuhan global 3,3% pada 2016. Tahun ini Bank Dunia memangkas proyeksi untuk AS hingga setengah persen poin menjadi 2%; kenaikan outlook untuk euro menjadi 1,5%; pemangkasan untuk Jepang menjadi 1,1% dan China stabil pada 7,1%.
Kawasan Asia Selatan mendapat penambahan 1% poin menjadi 7,1%, tapi untuk negara- negara berkembang secara umum, outlook dipangkas hingga 0,4% poin menjadi 4,4%.
Syarifudin
(ars)