Barang Impor Ilegal Biang Keladi PHK
A
A
A
JAKARTA - Mengalirnya barang impor ilegal ke Indonesia menyebabkan industri padat karta terpuruk dan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, harga yang lebih murah, meski tanpa jaminan kualitas, mendorong konsumen lebih memilih produk asing abal-abal.
"Yang paling kentara adalah impor pakaian bekas. Meski dilarang tetapi tetap masuk ke Indonesia dan ini memukul industri tekstil kita dan turut menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat diskusi di Berdikari Center, Jakarta, Senin (22/6/2015) malam.
Turut hadir pada diskusi yang bertajuk "Penyelamatan Industri di Tanah Air Terutama Terhadap Neraca Perdagangan Non Migas dan PHK Massal", yaitu anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima dan Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat.
Saleh mengatakan, soal kualitas produk ilegal juga merugikan konsumen. Bahkan, usia pakai yang pendek membuat produk tersebut tidak lagi terpakai dan menjadi limbah.
"Misalnya barang elektronika ilegal dari luar negeri yang tentu saja tidak memenuhi SNI. Ini juga merusak penguatan industri kita," paparnya.
Atas landasan hukum larangan pakaian impor yang sudah ada, seperti Menperindag Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002 dan UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan melarang impor pakaian bekas, maka yang tinggal dilakukan adalah penegakan hukum.
"Masuknya barang ilegal sudah terlalu mencolok untuk disangkal. Bukan lagi dalam kemasan seadanya tetapi menggunakan peti kemas. Artinya, harus ada penegakan hukum," tegas Menperin.
Penyebab lain PHK pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki serta industri tembakau adalah penurunan penyerapan pasar luar negeri dan masuknya barang impor sejenis yang memiliki harga lebih kompetitif.
Hantaman berikutnya yaitu penurunan daya beli masyarakat karena perlambatan perekonomian nasional. "Daya saing industri tergerus karena biaya energi mencekik yaitu listrik dan gas," ujar Saleh.
Dalam jangka pendek, penyelamatan industri dilakukan antara lain dengan mempercepat realisasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) dan mempercepat realisasi program restrukturasi permesinan industri tekstil dan alas kaki. Secara jangka panjang dilakukan melalui pemberian stimulus fiskal dan pemberian kredit.
Dalam kesempatan tersebut, Aria Bima menegaskan perlunya terobosan radikal yang harus dilakukan pemerintah. "Harus ada industrial policy yang menjadi acuan dan diikuti seluruh kementerian. Hal ini juga untuk menyiasati ego sektoral yang masih kuat," ujarnya.
"Yang paling kentara adalah impor pakaian bekas. Meski dilarang tetapi tetap masuk ke Indonesia dan ini memukul industri tekstil kita dan turut menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat diskusi di Berdikari Center, Jakarta, Senin (22/6/2015) malam.
Turut hadir pada diskusi yang bertajuk "Penyelamatan Industri di Tanah Air Terutama Terhadap Neraca Perdagangan Non Migas dan PHK Massal", yaitu anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima dan Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat.
Saleh mengatakan, soal kualitas produk ilegal juga merugikan konsumen. Bahkan, usia pakai yang pendek membuat produk tersebut tidak lagi terpakai dan menjadi limbah.
"Misalnya barang elektronika ilegal dari luar negeri yang tentu saja tidak memenuhi SNI. Ini juga merusak penguatan industri kita," paparnya.
Atas landasan hukum larangan pakaian impor yang sudah ada, seperti Menperindag Nomor 642/MPP/Kep/9/2002 tanggal 23 September 2002 dan UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan melarang impor pakaian bekas, maka yang tinggal dilakukan adalah penegakan hukum.
"Masuknya barang ilegal sudah terlalu mencolok untuk disangkal. Bukan lagi dalam kemasan seadanya tetapi menggunakan peti kemas. Artinya, harus ada penegakan hukum," tegas Menperin.
Penyebab lain PHK pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki serta industri tembakau adalah penurunan penyerapan pasar luar negeri dan masuknya barang impor sejenis yang memiliki harga lebih kompetitif.
Hantaman berikutnya yaitu penurunan daya beli masyarakat karena perlambatan perekonomian nasional. "Daya saing industri tergerus karena biaya energi mencekik yaitu listrik dan gas," ujar Saleh.
Dalam jangka pendek, penyelamatan industri dilakukan antara lain dengan mempercepat realisasi fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) dan mempercepat realisasi program restrukturasi permesinan industri tekstil dan alas kaki. Secara jangka panjang dilakukan melalui pemberian stimulus fiskal dan pemberian kredit.
Dalam kesempatan tersebut, Aria Bima menegaskan perlunya terobosan radikal yang harus dilakukan pemerintah. "Harus ada industrial policy yang menjadi acuan dan diikuti seluruh kementerian. Hal ini juga untuk menyiasati ego sektoral yang masih kuat," ujarnya.
(izz)