Sawit Sumber Mas Raih Pinjaman USD110 Juta
A
A
A
JAKARTA - PT Sawit Sumber Mas Sarana Tbk (SSMS) menjaminkan aset perusahaan untuk memperoleh pinjaman senilai USD110 juta.
Aset yang dijaminkan berupa hak guna usaha (HGU) yang sudah disetujui rapat pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Direktur Keuangan SSMS Harry M Nadir mengatakan, pinjaman tersebut akan digunakan untuk menutup utang (refinancing). Saat ini dana existing yang tersedia baru sebesar Rp1,5 triliun.
”Kita refinancing pinjaman yang ada dengan tambah utang baru. Yang existing Rp1,5 triliun. Tambahan utangnya kurang lebih USD110 juta,” ujar Harry seusai RUPSLB di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, pinjaman tersebut akan diperoleh lewat PT Bank Mandiri Tbk serta Bank Exim dengan tenor selama lima tahun.”Bank Mandiri sebagai lead sindikasi bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Bank Exim), ada dua bank,” ujarnya.
Dari kedua bank tersebut, porsi pinjaman masing-masing mencapai 50%. Adapun alokasinya, dana pinjaman tersebut juga akan digunakan untuk pengembangan usaha dengan mengakuisisi lahan. Dia mengakui, perseroan belum menentukan lahan mana saja yang akan diakuisisi. Namun, yang jelas aksi korporasi tersebut akan direalisasikan pada semester II tahun ini. ”Lokasi lahannya belum, yang penting dananya dulu. Mudah-mudahan semester II, jika dapat kebun bagus, bisa meningkatkan nilai perusahaan,” paparnya.
Direktur Utama SSMS Rimbun Situmorang menambahkan, terkait kebijakan pemerintah yang menetapkan pemberlakuan iuran melalui Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund atau CSF pada 1 Juli mendatang, diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang saat ini masih dibawah 10% dari total penjualan tahun ini sebanyak 330.000 metrik ton. ”Dengan adanya kebijakan yang baru bisa meningkatkan permintaan dalam negeri,” ujarnya.
Jika permintaan dalam negeri meningkat, akan berpengaruh pada peningkatan harga secara global. Pasalnya, apabila konsumsi naik maka tentu harga akan terkoreksi. Rimbun mengakui, kebijakan CSF tidak akan berdampak pada perseroan lantaran masih memproduksi CPO untuk permintaan dalam negeri. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan ekspor.
Direktur Pemasaran Sawit Sumber Mas Sarana Ramzi Satria menambahkan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu rencana pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang mewajibkan perusahaan membayar CSF sebesar USD50 untuk setiap ton minyak sawit mentah yang diekspor.
Menurut Ramzi, jika dilihat dari efeknya, ada tujuan positif dari pemberlakuan fund CPO ini, di antaranya untuk menstimulus industri downstream (hilir). Namun, para produsen masih memohon agar pemerintah meninjau besaran tersebut.
Arsy ani s
Aset yang dijaminkan berupa hak guna usaha (HGU) yang sudah disetujui rapat pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Direktur Keuangan SSMS Harry M Nadir mengatakan, pinjaman tersebut akan digunakan untuk menutup utang (refinancing). Saat ini dana existing yang tersedia baru sebesar Rp1,5 triliun.
”Kita refinancing pinjaman yang ada dengan tambah utang baru. Yang existing Rp1,5 triliun. Tambahan utangnya kurang lebih USD110 juta,” ujar Harry seusai RUPSLB di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, pinjaman tersebut akan diperoleh lewat PT Bank Mandiri Tbk serta Bank Exim dengan tenor selama lima tahun.”Bank Mandiri sebagai lead sindikasi bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Bank Exim), ada dua bank,” ujarnya.
Dari kedua bank tersebut, porsi pinjaman masing-masing mencapai 50%. Adapun alokasinya, dana pinjaman tersebut juga akan digunakan untuk pengembangan usaha dengan mengakuisisi lahan. Dia mengakui, perseroan belum menentukan lahan mana saja yang akan diakuisisi. Namun, yang jelas aksi korporasi tersebut akan direalisasikan pada semester II tahun ini. ”Lokasi lahannya belum, yang penting dananya dulu. Mudah-mudahan semester II, jika dapat kebun bagus, bisa meningkatkan nilai perusahaan,” paparnya.
Direktur Utama SSMS Rimbun Situmorang menambahkan, terkait kebijakan pemerintah yang menetapkan pemberlakuan iuran melalui Crude Palm Oil (CPO) Supporting Fund atau CSF pada 1 Juli mendatang, diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang saat ini masih dibawah 10% dari total penjualan tahun ini sebanyak 330.000 metrik ton. ”Dengan adanya kebijakan yang baru bisa meningkatkan permintaan dalam negeri,” ujarnya.
Jika permintaan dalam negeri meningkat, akan berpengaruh pada peningkatan harga secara global. Pasalnya, apabila konsumsi naik maka tentu harga akan terkoreksi. Rimbun mengakui, kebijakan CSF tidak akan berdampak pada perseroan lantaran masih memproduksi CPO untuk permintaan dalam negeri. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan ekspor.
Direktur Pemasaran Sawit Sumber Mas Sarana Ramzi Satria menambahkan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu rencana pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang mewajibkan perusahaan membayar CSF sebesar USD50 untuk setiap ton minyak sawit mentah yang diekspor.
Menurut Ramzi, jika dilihat dari efeknya, ada tujuan positif dari pemberlakuan fund CPO ini, di antaranya untuk menstimulus industri downstream (hilir). Namun, para produsen masih memohon agar pemerintah meninjau besaran tersebut.
Arsy ani s
(ftr)