Pemerintah Genjot Belanja Modal

Sabtu, 04 Juli 2015 - 11:49 WIB
Pemerintah Genjot Belanja Modal
Pemerintah Genjot Belanja Modal
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan menggenjot belanja modal pada semester II/2015 untuk mendorong perekonomian. Langkah ini diharapkan bisa mengompensasi kinerja ekspor yang kurang menggembirakan.

”Belanja modal paling tinggi diserap 90% tahun ini. Serapannya bisa maksimal 80% di semester dua, karena proyek sudah jalan dan semester pertama hanya 10% untuk uang muka saja,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro dalam Manager Forum XXII MNC Group di Jakarta kemarin.

Menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi nasional akhir 2015 bisa mencapai 5,2%. Meski sedikit lebih tinggi dari tahun 2014 sebesar 5,1%, angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan APBN-P 2015 sebesar 5,7%. Pertumbuhan pada semester I (Januari-Juni 2015) berkisar 4,9%. Angka ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan pada kuartal II/2015 lebih baik daripada kuartal I/2015 yang hanya 4,7%.

”Sementara pertumbuhan ekonomi semester II/2015 sebesar 5,5%. Jadi, outlook pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 5,2%. Namun di 2016 polanya akan lebih baik, untuk penyerapan sudah dapat terjadi di Januari dan Februari tahun depan,” ujar Bambang. Menurutnya, tren perlambatan ekonomi sudah terjadi sejak 2012. Pemerintah saat ini juga tidak bisa mengandalkan kinerja ekspor yang masih mengalami kelesuan.

Semua akibat berkurangnya permintaan dan pelemahan harga komoditas di tingkat global. ”Solusi sementara ada dua, yakni mendorong industri manufaktur dengan meningkatkan pengolahan produk turunan, dan bisnis infrastruktur yang sangat menarik. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga bisa swasta. Kita harus optimistis mencari solusi untuk kompensasi lemahnya harga komoditas,” ujarnya.

Dia juga menjamin pemerintah tidak memiliki masalah perekonomian seperti Yunani. Ekonomi Indonesia berbeda jauh kondisinya dengan Yunani yang mengalami kebangkrutan. Pemerintah melakukan pinjaman ke market dan selalu menjadwalkan pembayaran meskipun ada biaya yang naik.

”Pemerintah tidak memiliki masalah default. Pinjaman kita ke market dan belum pernah ada masalah pembayaran,” ujarnya. Staf Ahli Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo menyatakan tren perlambatan ekonomi akan terjadi hingga lima tahun ke depan. Dia memperkirakan ini dari proyeksi IMF atas pertumbuhan ekonomi dunia yang di bawah level 4%.

”Ekonomi domestik tidak cukup kuat, harus ada langkah konkret seperti menghapuskan hambatan riil di lapangan. Tanpa itu akan sulit. Resesi masih jauh, tapi PHK itu sudah terjadi bahkan nanti lebih besar setelah lebaran. Pertumbuhan harus di atas 5% kalau kita mau berikan kesejahteraan masyarakat,” ujar Bambang. Sementara itu, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan program pemerintah hanya fokus di sektor makro dan infrastruktur. Pertumbuhan yang terjadi disebutnya memiliki kelemahan dalam pemerataan. Pembangunan hanya dapat dinikmati kelas menengah ke atas.

”Jadi, kita tumbuh tidak seperti yang diharapkan. Saya agak pesimistis karena tidak ada program untuk rakyat miskin, seperti akses modal, minim keterampilan, dan tidak ada proteksi. Karena ini penting untuk sambut MEA. Biarkan MEA untuk menengah atas, sedangkan mikro dilindungi untuk tumbuh besar dahulu,” ujar Hary.

Menurutnya, pemerintah tidak menengok sektor mikro yang memiliki peran penting dalam mendorong perekonomian. Pemerintah tidak menggodok dengan teliti permasalahan yang ada di sektor mikro, dan membiarkan sektor mikro tertinggal dibandingkan negara lain. ”Ya, saya agak sedikit pesimis dengan kebijakan pemerintah. Selama ini mereka fokusnya di makro.

Memang kita akan bangun ini itu, infrastruktur, jalan tol, tapi harus ada program khusus yang memfokuskan di kalangan mikro. Ini tidak bisa dilepas, karena nantinya sektor mikro justru yang akan membantu kinerja pertumbuhan ekonomi kita,” terangnya. Masyarakat kelas bawah kesulitan mendapatkan modal. Kalaupun dapat modal, kata Hary, bunganya tinggi.

”Kemudian keterampilan, tidak ada effort sedemikian rupa untuk melatih mereka dengan pelatihan. Mereka dikasih akses nih ke modal, tapi kalau mereka tidak punya keterampilan ya sulit,” ujarnya. Dia mengatakan banyak masyarakat Indonesia yang keterampilannya masih minim sehingga perlu diberikan proteksi.

”50% level pekerja Indonesia itu SD ke bawah. Tidak ada proteksi sama sekali. Harus menjadi perhatian pemerintah dalam hal ini sehingga tidak hanya terfokus di makro,” tandasnya.

Hafid Fuad
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5388 seconds (0.1#10.140)