Mendag Indikasi Ada Premanisme Perdagangan Cabai
A
A
A
SUKABUMI - Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengindikasikan ada praktik premanisme dalam proses perdagangan komoditas cabai. Diduga tindakan tersebut sengaja dilakukan untuk menciptakan kenaikan harga cabai di pasaran.
Indikasi praktik premanisme ini ditemukan langsung Mendag saat menggelar peluncuran perdana program perdagangan komoditas antar daerah atau antar pulau di sentra produksi cabai Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (8/7/2015).
"Saya sempat berdialog dengan para petani cabai, dari pengakuan mereka akhirnya terungkap adanya indikasi praktik premanisme di perdagangan cabai. Suplai ke pasaran sengaja disendat supaya ketersediaan komoditas tidak sebanding dengan permintaan konsumen. Akibatnya, harga cabai tidak stabil, bahkan cenderung naik. Diduga premanisme perdagangan ini hampir terjadi di semua daerah," ujar Mendag kepada wartawan.
Seperti yang terjadi di Palembang. Mendag mengungkapkan, para pedagang di sejumlah pasar di sana kesulitan mendapatkan cabai. Situasi perdagangan tersebut kini ditangani Kemendag. Salah satunya dengan cara mengunjungi sentra-sentra produksi cabai, di antarnya di Kabupaten Sukabumi. Tujuannya untuk menyerap hasil produksi cabai dan mendistribusikannya ke pelosok Indonesia.
Dia mengungkapkan dari hasil pantauan langsung ke beberapa daerah yang menjadi sentra menunjukkan hasil produksi cabai terbilang cukup melimpah. Bahkan, diyakini mampu memenuhi kebutuhan cabai nasional. Termasuk kebutuhan pasar di Palembang untuk komoditas cabai sebanyak 10 Ton.
"Masalah keterbatasan suplai cabai di Palembang akan segera teratasi. Sebab hari ini kami sudah melakukan pengiriman cabai sebanyak 7 Ton yang berasal dari para petani di Tasikmalaya dan Kabupaten Cianjur, " tuturnya.
Mendag menjelaskan, program perdagangan komoditas antar pulau ini diyakini akan mampu memangkas praktik-praktik premanisme perdagangan. Untuk menyukseskan program ini Kemendag telah bekerj sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Urusan Logistik (Bulog).
“Pendistribusian seluruh kebutuhan bahan pokok antar pulau atau daerah akan dilakukan melalui laut menggunakan Pelni. Sedangkan untuk penyimpanan serta penyerapan bahan pokok dilakukan oleh Bulog. Dengan keterlibatan lintas lembaga ini maka tidak akan ada lagi masalah-masalah kesulitan suplai,” jelas Rachmat.
Sementara itu, Direktur Keuangan Perum Bulog Irianto Hutagaol mengaku inrastruktur lembaganya yang tersebar di seluruh daerah akan mampu menunjang program yang digulirkan Kemendag, yakni dalam hal pendistribusian bahan pokok atau bahan pangan antar pulau.
“Pengiriman bahan pangan antar daerah ini harus sampai ke titik penyimpanan, yaitu gudang milik Bulog. Setelah itu waktu penyimpanannya pun dipersingkat, paling lama hanya satu minggu. Setelah itu harus didistribusikan ke pasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini kami berperan untuk mengimbangi adanya tindakan-tindakan para spekulan yang kerap memonopoli harga jual barang,” tandasnya.
Baca juga:
Harga Cabai di Daerah Ini Makin Pedas
Keran Impor Cabai dan Bawang Belum Akan Dibuka
Indikasi praktik premanisme ini ditemukan langsung Mendag saat menggelar peluncuran perdana program perdagangan komoditas antar daerah atau antar pulau di sentra produksi cabai Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (8/7/2015).
"Saya sempat berdialog dengan para petani cabai, dari pengakuan mereka akhirnya terungkap adanya indikasi praktik premanisme di perdagangan cabai. Suplai ke pasaran sengaja disendat supaya ketersediaan komoditas tidak sebanding dengan permintaan konsumen. Akibatnya, harga cabai tidak stabil, bahkan cenderung naik. Diduga premanisme perdagangan ini hampir terjadi di semua daerah," ujar Mendag kepada wartawan.
Seperti yang terjadi di Palembang. Mendag mengungkapkan, para pedagang di sejumlah pasar di sana kesulitan mendapatkan cabai. Situasi perdagangan tersebut kini ditangani Kemendag. Salah satunya dengan cara mengunjungi sentra-sentra produksi cabai, di antarnya di Kabupaten Sukabumi. Tujuannya untuk menyerap hasil produksi cabai dan mendistribusikannya ke pelosok Indonesia.
Dia mengungkapkan dari hasil pantauan langsung ke beberapa daerah yang menjadi sentra menunjukkan hasil produksi cabai terbilang cukup melimpah. Bahkan, diyakini mampu memenuhi kebutuhan cabai nasional. Termasuk kebutuhan pasar di Palembang untuk komoditas cabai sebanyak 10 Ton.
"Masalah keterbatasan suplai cabai di Palembang akan segera teratasi. Sebab hari ini kami sudah melakukan pengiriman cabai sebanyak 7 Ton yang berasal dari para petani di Tasikmalaya dan Kabupaten Cianjur, " tuturnya.
Mendag menjelaskan, program perdagangan komoditas antar pulau ini diyakini akan mampu memangkas praktik-praktik premanisme perdagangan. Untuk menyukseskan program ini Kemendag telah bekerj sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Urusan Logistik (Bulog).
“Pendistribusian seluruh kebutuhan bahan pokok antar pulau atau daerah akan dilakukan melalui laut menggunakan Pelni. Sedangkan untuk penyimpanan serta penyerapan bahan pokok dilakukan oleh Bulog. Dengan keterlibatan lintas lembaga ini maka tidak akan ada lagi masalah-masalah kesulitan suplai,” jelas Rachmat.
Sementara itu, Direktur Keuangan Perum Bulog Irianto Hutagaol mengaku inrastruktur lembaganya yang tersebar di seluruh daerah akan mampu menunjang program yang digulirkan Kemendag, yakni dalam hal pendistribusian bahan pokok atau bahan pangan antar pulau.
“Pengiriman bahan pangan antar daerah ini harus sampai ke titik penyimpanan, yaitu gudang milik Bulog. Setelah itu waktu penyimpanannya pun dipersingkat, paling lama hanya satu minggu. Setelah itu harus didistribusikan ke pasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini kami berperan untuk mengimbangi adanya tindakan-tindakan para spekulan yang kerap memonopoli harga jual barang,” tandasnya.
Baca juga:
Harga Cabai di Daerah Ini Makin Pedas
Keran Impor Cabai dan Bawang Belum Akan Dibuka
(dmd)