Mendag Ingatkan Pengusaha untuk Patuhi Regulasi IMEI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejalan dengan Peraturan Menteri Kominfo No. 1/2020 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler melalui Identifikasi IMEI, Kemendag menerapkan regulasi tata kelola IMEI dalam Permendag Nomor 79 Tahun 2019 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia dan Permendag Nomor 78 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengingatkan pentingnya pelaku usaha di bidang perdagangan mematuhi peraturan penggunaan IMEI (International Mobile Equipment Identity) tersebut.
"Pada peraturan ini pelaku usaha diwajibkan menjamin IMEI telepon seluler telah teregistrasi dan tervalidasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Nomor IMEI tersebut wajib tercantum pada perangkat dan atau kemasan telepon seluler," tegas Mendag di Jakarta, Minggu (19/4/2020).
Ditegaskan Mendag, pemerintah melalui kesepakatan tiga menteri mengemban amanah Presiden Jokowi untuk tetap menerapkan aturan IMEI ini pada 18 April 2020 untuk melindungi konsumen. Karena itu, Kemendag akan mengambil tindakan tegas jika para pelaku usaha di bidang perdagangan termasuk produsen, importir, dan para distributor, agen, pengecer serta pelaku usaha e-commerce tidak mematuhi aturan penggunaan IMEI.
"Bila tidak diindahkan, Kemendag akan memberikan peringatan keras hingga pencabutan izin usaha dan wajib memberi ganti rugi kepada konsumen. Meski di tengah pandemi Covid-19, tindakan tegas ini tetap akan diberlakukan untuk melindungi konsumen dari perdagangan produk telekomunikasi ilegal atau yang berasal dari black market," tegas Mendag.
Sementara itu, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Veri Anggrijono mengingatkan agar semua pelaku usaha mematuhi aturan IMEI. Bagi distributor yang masih menjual produk telematika (ponsel, komputer dan tablet) yang menggunakan SIM Card secara ilegal maka Kemendag akan mencabut izin usahanya dan penjual perangkat telekomunikasi ilegal wajib memberi ganti rugi.
Terkait perdagangan yang sifatnya daring (online), Veri juga meminta pernyataan kepada toko dan gerai yang menjual di lokapasar (marketplace)
bahwa produk telekomunikasi yang dijual harus teregistrasi dan sudah valid. Kemendag akan berkoordinasi dengan Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) agar para pelaku bisnis marketplace dapat bertanggungjawab dengan menyertakan informasi IMEI di produk telematika yang dijualnya.
"Sanksi akan menanti pelaku usaha berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha.Perdagangan konvensional dan daring itu pemberlakuannya sama," ujar Veri.
Tak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 19 Ayat (1) dan (2). UU Perlindungan Konsumen Pasal 19 Ayat (1) secara jelas menyebutkan, bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Sementara, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan," terang Veri.
Veri menjelaskan, konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen Kemendag, apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal. "Nantinya, pemerintah akan membantu mediasi antar konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan," ujarnya.
Seperti diketahui, aturan validasi nomor IMEI diberlakukan pada 18 April 2020, setelah melalui proses sosialisasi selama enam bulan terhitung sejak 18 Oktober 2019. Regulasi tersebut sebagai senjata untuk memerangi peredaran produk telematika ilegal/black market (BM) yang dinilai merugikan negara. Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian aturan IMEI tetap diterapkan, karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp2 triliun sampai Rp5 triliun setahun.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengingatkan pentingnya pelaku usaha di bidang perdagangan mematuhi peraturan penggunaan IMEI (International Mobile Equipment Identity) tersebut.
"Pada peraturan ini pelaku usaha diwajibkan menjamin IMEI telepon seluler telah teregistrasi dan tervalidasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Nomor IMEI tersebut wajib tercantum pada perangkat dan atau kemasan telepon seluler," tegas Mendag di Jakarta, Minggu (19/4/2020).
Ditegaskan Mendag, pemerintah melalui kesepakatan tiga menteri mengemban amanah Presiden Jokowi untuk tetap menerapkan aturan IMEI ini pada 18 April 2020 untuk melindungi konsumen. Karena itu, Kemendag akan mengambil tindakan tegas jika para pelaku usaha di bidang perdagangan termasuk produsen, importir, dan para distributor, agen, pengecer serta pelaku usaha e-commerce tidak mematuhi aturan penggunaan IMEI.
"Bila tidak diindahkan, Kemendag akan memberikan peringatan keras hingga pencabutan izin usaha dan wajib memberi ganti rugi kepada konsumen. Meski di tengah pandemi Covid-19, tindakan tegas ini tetap akan diberlakukan untuk melindungi konsumen dari perdagangan produk telekomunikasi ilegal atau yang berasal dari black market," tegas Mendag.
Sementara itu, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Veri Anggrijono mengingatkan agar semua pelaku usaha mematuhi aturan IMEI. Bagi distributor yang masih menjual produk telematika (ponsel, komputer dan tablet) yang menggunakan SIM Card secara ilegal maka Kemendag akan mencabut izin usahanya dan penjual perangkat telekomunikasi ilegal wajib memberi ganti rugi.
Terkait perdagangan yang sifatnya daring (online), Veri juga meminta pernyataan kepada toko dan gerai yang menjual di lokapasar (marketplace)
bahwa produk telekomunikasi yang dijual harus teregistrasi dan sudah valid. Kemendag akan berkoordinasi dengan Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) agar para pelaku bisnis marketplace dapat bertanggungjawab dengan menyertakan informasi IMEI di produk telematika yang dijualnya.
"Sanksi akan menanti pelaku usaha berupa penarikan barang, larangan berjualan, hingga pencabutan izin usaha.Perdagangan konvensional dan daring itu pemberlakuannya sama," ujar Veri.
Tak hanya itu, terkait sanksi atas pelanggaran IMEI bagi para pelaku usaha di bidang perdagangan sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 19 Ayat (1) dan (2). UU Perlindungan Konsumen Pasal 19 Ayat (1) secara jelas menyebutkan, bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Sementara, ayat (2) menyebutkan, ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi, sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwa konsumen dapat menuntut ganti rugi (ke pedagang produk telematika ilegal). Pemerintah pun tak perlu membuat aturan turunan," terang Veri.
Veri menjelaskan, konsumen dapat melakukan pengaduan kepada Direktorat Perlindungan Konsumen Kemendag, apabila merasa dirugikan oleh pedagang produk telematika ilegal. "Nantinya, pemerintah akan membantu mediasi antar konsumen dan pedagang. Kalau tidak bisa diselesaikan, maka bisa menggunakan jalur pengadilan," ujarnya.
Seperti diketahui, aturan validasi nomor IMEI diberlakukan pada 18 April 2020, setelah melalui proses sosialisasi selama enam bulan terhitung sejak 18 Oktober 2019. Regulasi tersebut sebagai senjata untuk memerangi peredaran produk telematika ilegal/black market (BM) yang dinilai merugikan negara. Dari data yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian aturan IMEI tetap diterapkan, karena produk telematika ilegal berpotensi merugikan negara Rp2 triliun sampai Rp5 triliun setahun.
(fai)