IPC Diminta Buka Dokumen Perpanjangan Konsesi JICT

Senin, 13 Juli 2015 - 12:36 WIB
IPC Diminta Buka Dokumen Perpanjangan Konsesi JICT
IPC Diminta Buka Dokumen Perpanjangan Konsesi JICT
A A A
JAKARTA - Para pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menantang IPC untuk membuka dokumen hukum izin perpanjangan konsesi JICT dan kajian finansialnya kepada publik.

Hal tersebut penting agar aksi korporasi BUMN pelabuhan yang melibatkan asing, Hutchison Port Holdings (HPH) tidak merugikan negara.

"Seharusnya Dirut IPC berani buka dokumen hukum dan kajian finansial perpanjangan konsesi JICT ke publik jika prosesnya dilakukan dengan transparan dan benar. Dari sisi Hukum UU mengatakan Pelindo harus konsesi dulu dengan Kemenhub. Tapi ini tidak dijalankan sesuai izin bersyarat pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN. Belum lagi harga jualnya sangat murah dibanding 1999 dan dilakukan secara terburu-buru serta tendernya tertutup," ujar Ketua Serikat Pekerja, Nova Hakim di Jakarta, Senin (13/7/2015).

Menurutnya, Dirut IPC patut diduga telah melakukan pembohongan publik. "Meneg BUMN melalui surat No S.316/MBU/2015 tertanggal 9 Juni 2015 memberikan izin bersyarat bukan izin 100% mutlak. Salah satunya perpanjangan konsesi harus melibatkan regulator pelabuhan," tegas Nova.

Selain itu, berdasarkan review Direktur BPKP Bambang Utoyo no LAP697/D502/2/2012 dan dikuatkan dengan tim pengawas (Oversight Committee) bahwa proses perpanjangan konsesi JICT harus dilakukan dengan tender terbuka.

Hal tersebut, selain agar tercapai harga optimal (best value), juga untuk menghindari risiko tuntutan post bidder claim yang melekat ke peserta tender awal 1999.

"Pada kenyataannya setelah amandemen kontrak perpanjangan ditandatangani IPC dan HPH pada 5 Agustus 2014, Lino beralasan telah menunjukkan tawaran kontrak tersebut dan menantang penawaran lebih baik dari operator global lain seperti DP World, APM Maersk Line, PSA dan China Merchant Group," paparnya.

Berdasarkan aspek finansial, rendahnya penjualan yang hanya USD215 juta dibanding 1999 sebesar USD243 juta ditegaskan Financial Research Institute (FRI), konsultan independen yang ditunjuk Dewan Komisaris Pelindo II.

"Dari Deutsch Bank yang memberikan valuasi awal, FRI memverifikasi nilai penjualan oleh Hutchison sebesar USD 215 juta seharusnya kepemilikannya 25,2% bukan 49%. Tapi Lino beralasan konsultan FRI tidak kompeten dan menunjuk Bahana yang sempat terbelit kasus privatisasi awal JICT 1999," ungkap Nova.

"Kami akan laporkan ini dan meminta semua pihak yang terlibat dalam proses ini diperiksa," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7616 seconds (0.1#10.140)