Mat Pangsi Berbisnis Sekaligus Lestarikan Budaya Betawi
A
A
A
JAKARTA - MUNGKIN tak banyak yang mengetahui bahwa baju silat atau kemeja lengan panjang yang kerap digunakan jagoan Betawi, Si Pitung dinamakan pangsi. Pakaian khas betawi yang dipadupadankan dengan peci dan sabuk hijau tersebut kini semakin redup pesonanya.
Itulah yang membuat Rahmat (35) alias Mat Pangsi memilih menjalankan usaha menjual pangsi Betawi di pinggiran Jalan Haji Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Usaha yang digelutinya sejak sembilan tahun lalu ini didasari keinginan Mat Pangsi untuk melestarikan budaya Betawi yang kian meredup.
Dia mengisahkan, pada jaman kolonial Belanda silam terdapat jagoan Betawi bernama Sabeni. Sesepuh silat Betawi tersebut kemudian menurunkan ilmu bela dirinya turun temurun hingga sampai ke keluarga Mat Pangsi.
"Saya ikut main pukulan (silat) karena istilahnya daun sawit campur ketupat, kue bolu dicampur tepung. Kita orang Betawi enggak main silat, malu sama arwahnya Bang Pitung. Akhirnya, saya juga berminat untuk dagang baju yang dipakai sama almarhum Kong Sabeni. Sampai alhamdulillah sekarang," katanya saat berbincang dengan Sindonews di kawasan Tanah Abang, Jakarta, belum lama ini.
Pria yang kental dengan bahasa Betawi ini mengaku menjalankan usahanya dengan modal Rp90.000/satu stel baju. Dengan modal yang terbilang kecil tersebut, dia bisa meraih omzet Rp2 juta/hari atau sekitar Rp60 juta/bulan.
"Kalau cerita modal, saya kan awalnya beli bahan, udah gitu saya minta tolong konveksi, total Rp90.000 satu stel. Dari mulai bahan sampai upah jahit sampai jadinya. Harganya kita jual Rp150.000 dewasa, kecil Rp100.000," terang dia.
Meskipun hanya berjualan di pinggir jalan, Mat Pangsi mengaku tidak kehabisan akal untuk menggaet para pelanggannya. Bahkan, dalam sehari dirinya mampu menjual hingga 25 stel baju pangsi.
Sementara untuk baju pangsi lengkap dengan aksesoris peci dan sabuk hijaunya dibanderol sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000.
"Peci satuan Rp30.000, sabuk Rp50.000. Kalau peci warnanya cuma merah maroon dan merah cabai. Itu identik banget sama Betawi," sebut dia.
Mat Pangsi mengklaim, pelanggannya tidak hanya orang Betawi atau mereka yang berada di komunitas lenong dan silat. Namun, kalangan biasa dari kecil hingga dewasa pun juga berminat dengan pangsi yang dijualnya.
"Dari yang kecil sampai yang besar. Kalau yang besar umumnya dia pesan, dia bawa contoh, atau barang yang sudah jadi di sini. Biasanya buat sanggar, kayak buat lenong atau latihan silat. Biasanya satu warna, 50-60 stel," pungkasnya.
Itulah yang membuat Rahmat (35) alias Mat Pangsi memilih menjalankan usaha menjual pangsi Betawi di pinggiran Jalan Haji Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Usaha yang digelutinya sejak sembilan tahun lalu ini didasari keinginan Mat Pangsi untuk melestarikan budaya Betawi yang kian meredup.
Dia mengisahkan, pada jaman kolonial Belanda silam terdapat jagoan Betawi bernama Sabeni. Sesepuh silat Betawi tersebut kemudian menurunkan ilmu bela dirinya turun temurun hingga sampai ke keluarga Mat Pangsi.
"Saya ikut main pukulan (silat) karena istilahnya daun sawit campur ketupat, kue bolu dicampur tepung. Kita orang Betawi enggak main silat, malu sama arwahnya Bang Pitung. Akhirnya, saya juga berminat untuk dagang baju yang dipakai sama almarhum Kong Sabeni. Sampai alhamdulillah sekarang," katanya saat berbincang dengan Sindonews di kawasan Tanah Abang, Jakarta, belum lama ini.
Pria yang kental dengan bahasa Betawi ini mengaku menjalankan usahanya dengan modal Rp90.000/satu stel baju. Dengan modal yang terbilang kecil tersebut, dia bisa meraih omzet Rp2 juta/hari atau sekitar Rp60 juta/bulan.
"Kalau cerita modal, saya kan awalnya beli bahan, udah gitu saya minta tolong konveksi, total Rp90.000 satu stel. Dari mulai bahan sampai upah jahit sampai jadinya. Harganya kita jual Rp150.000 dewasa, kecil Rp100.000," terang dia.
Meskipun hanya berjualan di pinggir jalan, Mat Pangsi mengaku tidak kehabisan akal untuk menggaet para pelanggannya. Bahkan, dalam sehari dirinya mampu menjual hingga 25 stel baju pangsi.
Sementara untuk baju pangsi lengkap dengan aksesoris peci dan sabuk hijaunya dibanderol sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000.
"Peci satuan Rp30.000, sabuk Rp50.000. Kalau peci warnanya cuma merah maroon dan merah cabai. Itu identik banget sama Betawi," sebut dia.
Mat Pangsi mengklaim, pelanggannya tidak hanya orang Betawi atau mereka yang berada di komunitas lenong dan silat. Namun, kalangan biasa dari kecil hingga dewasa pun juga berminat dengan pangsi yang dijualnya.
"Dari yang kecil sampai yang besar. Kalau yang besar umumnya dia pesan, dia bawa contoh, atau barang yang sudah jadi di sini. Biasanya buat sanggar, kayak buat lenong atau latihan silat. Biasanya satu warna, 50-60 stel," pungkasnya.
(rna)