Jokowi Diminta Tinjau Ulang Konsesi Perpanjangan JICT
A
A
A
JAKARTA - Ketua Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal (JICT) Nova Hakim meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau ulang proses perpanjangan konsesi JICT, karena dinilai janggal.
"Kami minta kepada Pak Jokowi untuk meninjau ulang perpanjangan konsesi JICT. Kami ingin ini taat UU dan transparan," ujar Nova dalam rilisnya, Senin (3/8/2015).
Dari sisi aturan, Kementrian Perhubungan juga sudah memperingatkan bahwa Pelindo II harus patuh. Pasal 82 dan 344 UU 17/2008 tentang pelayaran sudah jelas menyatakan otoritas yang berwenang melakukan konsesi dan perpanjangannya adalah Kementrian Perhubungan sebagai regulatir bukan Pelindo II.
"Repotnya Dirut Pelindo II klaim sudah mendapatkan opini Kejaksaan dan mau diadu dengan UU pelayaran tersebur," kata Nova.
Pihaknya juga tidak setuju atas keterangan yang dilontarkan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino terkait perpanjangan konsesi dan pendapatan besar karyawan JICT.
"Staff cost JICT 22% dari pendapatan dan paling efisien se-Priok. Mari bicara berdasarkan data. Kami menyayangkan ini yang sering mengaburkan substansi dan main pecat karyawan saat mengkritisi perpanjangan konsesi JICT. Ini mengganggu kondusivitas dan ekonomi nasional. Persetujuan Menteri BUMN terhadap perpanjangan konsesi saja belum ada dan negara rugi besar," tuturnya.
Dia juga melihat dengan perpanjangan konsesi JICT, Indonesia kehilangan potensi pendapatan USD3,2 miliar dalam jangka waktu 20 tahun.
"Karena aksi korporasi Pelindo II kita kehilangan potensi revenue USD3,2 miliar atau USD160 juta per tahun. Ini dihitung dari pendapatan JICT dikurangi biaya operasional lalu dikalikan 20 tahun masa perpanjangan konsesi," ungkap Nova.
Sementara dengan perpanjangan, Pelindo II dapat uang muka USD215 juta dari Hutchison dan uang sewa USD85 juta per tahun. "Uang muka dari Hutchison itu nilainya sama dengan keuntungan JICT dua tahun. Ini kecil sekali," ujarnya.
Nova menjelaskan, Pelindo II dapat uang sewa USD85 juta per tahun atau USD1,7 miliar dalam 20 tahun masa perpanjangan. Dibanding dikelola sendiri ada potensi kerugian negara hampir USD1,5 miliar.
"Uang sewa ini yang bayar JICT bukan Hutchison tanpa melihat volume naik atau turun. Kita juga tidak tahu untuk apa Pelindo II jual murah aset nasional yang sangat untung ini," tegas dia.
"Kami minta kepada Pak Jokowi untuk meninjau ulang perpanjangan konsesi JICT. Kami ingin ini taat UU dan transparan," ujar Nova dalam rilisnya, Senin (3/8/2015).
Dari sisi aturan, Kementrian Perhubungan juga sudah memperingatkan bahwa Pelindo II harus patuh. Pasal 82 dan 344 UU 17/2008 tentang pelayaran sudah jelas menyatakan otoritas yang berwenang melakukan konsesi dan perpanjangannya adalah Kementrian Perhubungan sebagai regulatir bukan Pelindo II.
"Repotnya Dirut Pelindo II klaim sudah mendapatkan opini Kejaksaan dan mau diadu dengan UU pelayaran tersebur," kata Nova.
Pihaknya juga tidak setuju atas keterangan yang dilontarkan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino terkait perpanjangan konsesi dan pendapatan besar karyawan JICT.
"Staff cost JICT 22% dari pendapatan dan paling efisien se-Priok. Mari bicara berdasarkan data. Kami menyayangkan ini yang sering mengaburkan substansi dan main pecat karyawan saat mengkritisi perpanjangan konsesi JICT. Ini mengganggu kondusivitas dan ekonomi nasional. Persetujuan Menteri BUMN terhadap perpanjangan konsesi saja belum ada dan negara rugi besar," tuturnya.
Dia juga melihat dengan perpanjangan konsesi JICT, Indonesia kehilangan potensi pendapatan USD3,2 miliar dalam jangka waktu 20 tahun.
"Karena aksi korporasi Pelindo II kita kehilangan potensi revenue USD3,2 miliar atau USD160 juta per tahun. Ini dihitung dari pendapatan JICT dikurangi biaya operasional lalu dikalikan 20 tahun masa perpanjangan konsesi," ungkap Nova.
Sementara dengan perpanjangan, Pelindo II dapat uang muka USD215 juta dari Hutchison dan uang sewa USD85 juta per tahun. "Uang muka dari Hutchison itu nilainya sama dengan keuntungan JICT dua tahun. Ini kecil sekali," ujarnya.
Nova menjelaskan, Pelindo II dapat uang sewa USD85 juta per tahun atau USD1,7 miliar dalam 20 tahun masa perpanjangan. Dibanding dikelola sendiri ada potensi kerugian negara hampir USD1,5 miliar.
"Uang sewa ini yang bayar JICT bukan Hutchison tanpa melihat volume naik atau turun. Kita juga tidak tahu untuk apa Pelindo II jual murah aset nasional yang sangat untung ini," tegas dia.
(izz)