Lebaran Dorong Inflasi Juli 0,93%
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi pada Juli 2015 mencapai 0,93%, persis sama dengan inflasi Juli tahun sebelumnya.
Momen Lebaran menjadi pemicu tingginya inflasi di bulan Juli, yang didorong oleh kenaikan harga bahan makanan dan transportasi. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, komponen harga bahan makanan dan transportasi menyumbang lebih dari 60% terhadap inflasi Juli 2015. Sementara, tingkat inflasi pada tahun kalender (Januari-Juli) 2015 mencapai 1,9%.
Suryamin memperkirakan, inflasi Juli sebesar 0,93% menjadi puncak inflasi selama 2015 karena momen Lebaran yang terjadi pada bulan tersebut. ”Inflasi yang disebabkan bahan makanan sebesar 0,4% karena puasa dan Lebaran. Lalu, yang juga tinggi ini transportasi dengan andil 0,35%. Transportasi ikut memberikan pengaruh cukup besar mendorong inflasi Juli karena ada dua momen, yaitu sebelum Lebaran ada arus mudik dan setelahnya ada arus balik,” ujar Suryamin dalam pemaparan perkembangan inflasi di Kantor BPS, Jakarta, kemarin.
Data BPS memperlihatkan, bahan makanan pada Juli mengalami inflasi 2,02%. Jenis bahan makanan yang naik harganya secara rata-rata antara lain ikan segar sebesar 3,05%, daging ayam ras 6,19%, cabai merah 14,36%, beras 0,68%, daging sapi 4,76%, dan cabai rawit 30,16%. ”Semuanya karena kenaikan permintaan, sementara pasokan terbatas,” jelasnya.
Sementara kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi 1,74% ,di mana transportasi menyumbang inflasi 2,68%. Suryamin menyebut, kenaikan harga transportasi disebabkan kenaikan tarif angkutan udara 24,24%, tarif angkutan antar-kota 11,8%, dan tarif kereta api 6,94%. Dia menambahkan, momen Lebaran juga berefek pada inflasi di pedesaan yang lebih terkontrol.
”Inflasi di perdesaan 0,89%. Lebih rendah dari inflasi di perkotaan 0,93% akibat arus mudik yang menambah suplai barang di desa,” katanya. Dilihat dari faktor sebaran wilayah, Suryamin menambahkan, pengendalian inflasi di PulauJawalebihbaikdibandingkan luarJawa. Pasalnya, 26kotadiJawa mengalami inflasi di bawah 1% sementara di luar Jawa tingkat inflasi lebih bervariasi dengan inflasi tertinggi di Pangkal Pinang, Bangka-Belitung, 3,18%.
”Yang di luar Jawa ini, pemerintah perlu meningkatkan pengendaliannya,” imbuhnya. Suryamin juga menggarisbawahi inflasi inti tahunan yang turun hingga 4,86%. Menurut dia, turunnya inflasi inti di bawah 5% juga berkat pengendalian inflasi komponen harga barang bergejolak oleh pemerintah. ”Kalau yang bergejolak ini bisa diatur, maka (inflasi) yang inti yang mengikuti. (Inflasi inti) ini menggambarkan komponen ekonomi secara umum yang mengarah kestabilan,” tambahnya.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Sasmita Hadi Wibowo memprediksi, inflasi pada Agustus akan lebih rendah dibandingkan inflasi Juli. Dia memperkirakan, inflasi bulan depan bisa di bawah 0,5%. ”Biasanya habis Lebaran kan rendah,” katanya. Dia menilai, rendahnya laju inflasi pada tahun ini membuka peluang kepada Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter untuk menurunkan tingkat suku bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
”Sepanjang tidak ada kenaikan (harga) luar biasa di pasar internasional, inflasi dalam bulan-bulan berikutnya akan tetap rendah,” tuturnya. Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, secara historis, tingkat inflasi masih terkontrol sesuai dengan target pemerintah, 4% plus minus 1%. Namun, dia menilai rendahnya inflasi juga dipengaruhi oleh lesunya daya beli masyarakat.
”Karena kalau kita lihat tahun kalender, itu inflasinya rendahsekali. Masih1,9%. Dayabeli masyarakat itu terefleksikan dari rendahnya inflasi, meskipun bukan satu-satunya faktor. Kita tidak bisa menafikan ada peran pemerintah mengendalikan harga di situ,” kata Eko kepada KORAN SINDO. Eko pun memprediksi, BI belum akan menurunkan suku bunga pada tahun ini meski inflasi terkendali. Pasalnya, BI juga fokus memantau neraca transaksi berjalan agar nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil melihat, inflasi Juli relatif terkendali. Namun, dia mengakui terdapat pula indikasi penurunan daya beli terhadap barang akibat perlambatan ekonomi. ”Ini hasil dari beberapa upaya pemerintah yang telah memperkuat Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah untuk memberikan hasil yang terbaik, biasanya bulan puasa dan Lebaran inflasi lebih tinggi dari ini,” ujarnya, kemarin.
Hal yang paling penting, lanjut dia, adalah menjaga stok bahan makanan supaya tidak berkurang dan harga menjadi lebih tinggi lagi. Pemerintah pun akan terus memantau arus barang, kelancaran barang, dan juga harga di pasar setelah ini. Salah satu pasokan yang akan diamankan adalah beras, sebelum masuknya periode kekeringan (El Nino) yang diproyeksikan sampai dengan bulan Oktober 2015.
Rahmat fiansyah/ rabia edra almira
Momen Lebaran menjadi pemicu tingginya inflasi di bulan Juli, yang didorong oleh kenaikan harga bahan makanan dan transportasi. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, komponen harga bahan makanan dan transportasi menyumbang lebih dari 60% terhadap inflasi Juli 2015. Sementara, tingkat inflasi pada tahun kalender (Januari-Juli) 2015 mencapai 1,9%.
Suryamin memperkirakan, inflasi Juli sebesar 0,93% menjadi puncak inflasi selama 2015 karena momen Lebaran yang terjadi pada bulan tersebut. ”Inflasi yang disebabkan bahan makanan sebesar 0,4% karena puasa dan Lebaran. Lalu, yang juga tinggi ini transportasi dengan andil 0,35%. Transportasi ikut memberikan pengaruh cukup besar mendorong inflasi Juli karena ada dua momen, yaitu sebelum Lebaran ada arus mudik dan setelahnya ada arus balik,” ujar Suryamin dalam pemaparan perkembangan inflasi di Kantor BPS, Jakarta, kemarin.
Data BPS memperlihatkan, bahan makanan pada Juli mengalami inflasi 2,02%. Jenis bahan makanan yang naik harganya secara rata-rata antara lain ikan segar sebesar 3,05%, daging ayam ras 6,19%, cabai merah 14,36%, beras 0,68%, daging sapi 4,76%, dan cabai rawit 30,16%. ”Semuanya karena kenaikan permintaan, sementara pasokan terbatas,” jelasnya.
Sementara kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi 1,74% ,di mana transportasi menyumbang inflasi 2,68%. Suryamin menyebut, kenaikan harga transportasi disebabkan kenaikan tarif angkutan udara 24,24%, tarif angkutan antar-kota 11,8%, dan tarif kereta api 6,94%. Dia menambahkan, momen Lebaran juga berefek pada inflasi di pedesaan yang lebih terkontrol.
”Inflasi di perdesaan 0,89%. Lebih rendah dari inflasi di perkotaan 0,93% akibat arus mudik yang menambah suplai barang di desa,” katanya. Dilihat dari faktor sebaran wilayah, Suryamin menambahkan, pengendalian inflasi di PulauJawalebihbaikdibandingkan luarJawa. Pasalnya, 26kotadiJawa mengalami inflasi di bawah 1% sementara di luar Jawa tingkat inflasi lebih bervariasi dengan inflasi tertinggi di Pangkal Pinang, Bangka-Belitung, 3,18%.
”Yang di luar Jawa ini, pemerintah perlu meningkatkan pengendaliannya,” imbuhnya. Suryamin juga menggarisbawahi inflasi inti tahunan yang turun hingga 4,86%. Menurut dia, turunnya inflasi inti di bawah 5% juga berkat pengendalian inflasi komponen harga barang bergejolak oleh pemerintah. ”Kalau yang bergejolak ini bisa diatur, maka (inflasi) yang inti yang mengikuti. (Inflasi inti) ini menggambarkan komponen ekonomi secara umum yang mengarah kestabilan,” tambahnya.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Sasmita Hadi Wibowo memprediksi, inflasi pada Agustus akan lebih rendah dibandingkan inflasi Juli. Dia memperkirakan, inflasi bulan depan bisa di bawah 0,5%. ”Biasanya habis Lebaran kan rendah,” katanya. Dia menilai, rendahnya laju inflasi pada tahun ini membuka peluang kepada Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter untuk menurunkan tingkat suku bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
”Sepanjang tidak ada kenaikan (harga) luar biasa di pasar internasional, inflasi dalam bulan-bulan berikutnya akan tetap rendah,” tuturnya. Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, secara historis, tingkat inflasi masih terkontrol sesuai dengan target pemerintah, 4% plus minus 1%. Namun, dia menilai rendahnya inflasi juga dipengaruhi oleh lesunya daya beli masyarakat.
”Karena kalau kita lihat tahun kalender, itu inflasinya rendahsekali. Masih1,9%. Dayabeli masyarakat itu terefleksikan dari rendahnya inflasi, meskipun bukan satu-satunya faktor. Kita tidak bisa menafikan ada peran pemerintah mengendalikan harga di situ,” kata Eko kepada KORAN SINDO. Eko pun memprediksi, BI belum akan menurunkan suku bunga pada tahun ini meski inflasi terkendali. Pasalnya, BI juga fokus memantau neraca transaksi berjalan agar nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil melihat, inflasi Juli relatif terkendali. Namun, dia mengakui terdapat pula indikasi penurunan daya beli terhadap barang akibat perlambatan ekonomi. ”Ini hasil dari beberapa upaya pemerintah yang telah memperkuat Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah untuk memberikan hasil yang terbaik, biasanya bulan puasa dan Lebaran inflasi lebih tinggi dari ini,” ujarnya, kemarin.
Hal yang paling penting, lanjut dia, adalah menjaga stok bahan makanan supaya tidak berkurang dan harga menjadi lebih tinggi lagi. Pemerintah pun akan terus memantau arus barang, kelancaran barang, dan juga harga di pasar setelah ini. Salah satu pasokan yang akan diamankan adalah beras, sebelum masuknya periode kekeringan (El Nino) yang diproyeksikan sampai dengan bulan Oktober 2015.
Rahmat fiansyah/ rabia edra almira
(ars)