Indef: Jangan Tutupi Kondisi Ekonomi Buruk

Selasa, 04 Agustus 2015 - 19:57 WIB
Indef: Jangan Tutupi...
Indef: Jangan Tutupi Kondisi Ekonomi Buruk
A A A
JAKARTA - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti menyayangkan sikap sejumlah pihak termasuk media yang selalu menutupi kondisi perekonomian sebenarnya dan hanya mengangkat cerita-cerita baik. Padahal, kondisi ekonomi buruk membutuhkan perhatian dari semua pihak, terutama pemerintah.

Menurutnya, media-media yang seperti ini seperti mendukung dengan menutupi berbagai kekurangan pemerintahan. Tapi, faktanya mereka justru sedang menjerumuskan pemerintahan saat ini dan bahkan rakyat Indonesia menuju jurang.

“Saya sering diwawancara, tapi kalau tidak sesuai atau mengkritik pemerintah tidak dimuat. Yang diberitakan hanya cerita-cerita baik dan keberhasilan yang juga tidak sesuai dengan fakta. Sementara yang faktual justru diabaikan. Ini berbahaya bukan hanya untuk pemerintahan saat ini, tapi juga rakyat Indonesia karena mereka justru mendorong pemerintahan dan negara ke jurang,” ujar Enny dalam diskusi dialektika demokrasi tentang RUU JPSK di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Dia juga menyayangkan sikap media-media seperti ini karena mereka ini justru meninabobokan pemerintahan seolah semua berhasil dan tidak ada masalah.

Enny menyebutkan, saat beberapa pakar ekonomi mengungkapkan 10 indikator kondisi perekonomian sudah lampu kuning, berdasarkan data yang dikeluarkan pemerintah, media-media tertentu tidak memuatnya.

“Kita kasih isyarat bahwa ada 10 indikator yang menegaskan bahwa kondisi saat ini sudah lampu kuning, tapi itu tidak dimuat. Padahal, kita harapkan dengan peringatan yang kita keluarkan, ada langkah-langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah supaya lampu bisa kembali mengarah ke hijau. Sekarang malah arahnya ke lampu merah,” imbuhnya.

Sebab itu, pemerintah selalu bisa memberikan alasan yang enteng bahwa fundamental ekonomi masih kuat, pelemahan rupiah tidak jadi masalah, pelemahan ekonomi hal biasa dan lainnya.

"Pemerintah pun seperti menggampangkan bahwa indikator penurunan ekonomi jika ada capital flight dan selama surat utang negara masih laku terjual maka itu tidak jadi masalah,” tegasnya.

Dia kembali mengingatkan sumber utama ekonomi Indonesia adalah konsumsi terdiri dari rumah tangga sebesar 60%, dan pemerintah 40%, yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekomomi.

Ketika daya beli atau konsumsi masyarakat dan pemerintah rendah, pengusaha tidak mampu berproduksi maka ekonomi pasti turun.

“Contoh lainnya kemarin BPS merilis inflasi pada saat lebaran hanya 0,9% dan itu ditegaskan adalah terendah selama ini. Tapi, tidak ditegaskan bahwa inflasi bahan makanan dan makanan jadi sebesar 2,2%, tertinggi selama ini. Sektor transporatsi juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Inflasi sandang kecil karena memang konsumsi sandang menurun. Kalau ini yang terjadi, maka berikutnya akan banyak gelombang pemutusan hubungan kerja karena sektor manufaktur tidak bisa berproduksi lagi,” tandas Enny.

Sebelumnya, sejumlah pihak dari partai yang berada di luar pemerintahan mengkhawatirkan kondisi ekonomi sudah seperti krisis 1998. Namun, partai anggota koalisi pendukung pemerintah membantah hal itu, dan mengatakan semuanya masih baik-baik saja.

Baca juga:

Indonesia Tidak Punya Lagi Penopang Ekonomi Kuat

Gawat! Rupiah Masih Akan Tertekan hingga Akhir Tahun

Menkeu: Rupiah Ambruk Urusan BI
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5140 seconds (0.1#10.140)