Sudirman Said Terancam Di-reshuffle
A
A
A
JAKARTA - Pergantian jabatan atau reshuffle anggota kabinet khususnya di bidang perekonomian makin menguat pascalebaran hingga bulan ini. Salah satunya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang disebut-sebut terancam di-reshuffle.
Saat ini, kandidat yang tengah dipertimbangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggantikan Sudirman Said, yaitu Kuntoro Mangkusubroto dan Dwi Soetjipto.
Nama Kuntoro Mangkusubroto sangat terkenal di industri minyak dan gas (migas) dan pemerintahan, yakni pernah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di era Presiden Soeharto dan posisi strategis di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara Dwi Soetjipto merupakan eksekutif sukses di Indonesia. Setelah berhasil melakukan konsolidasi industri semen nasional dengan operasi pabrik terbesar di Asia Tenggara, Dwi yang kini menjabat Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina dianggap berhasil melakukan pembenahan di BUMN terbesar tersebut.
"Nama-nama sudah dikantongi presiden, hanya saja saat ini masih fokus mempersiapkan nota keuangan dan pidato kenegaraan yang dibacakan di parlemen pada 18 Agustus 2015 nanti," kata sumber di lingkungan pemerintahan, Senin (10/8/2015).
Menurut dia, posisi Sudirman Said dianggap memiliki beberapa nilai minus. Bahkan memperoleh rapor merah dari hasil survei evaluasi enam bulan pemerintahan Presiden Jokowi-JK serta kerap menyulut berbagai polemik publik.
Bahkan mantan Dirut PT Pindad ini, kata dia, telah melakukan kecerobohan atau kelalaian berat (gross negligence), dengan melantik pejabat eselon I di Kementerian ESDM tanpa berbekal Keputusan Presiden (Kepres) yang jelas.
Tindakan tersebut merupakan bentuk ketidakpercayaan seorang menteri kepada perangkat administrasi kenegaraan yang ada di Kantor Presiden dengan melantik secara terburu-buru Rida Mulyana sebagai Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Belakangan diketahui bahwa berdasarkan Keputusan Presiden mengenai jabatan tersebut, pejabat yang ditunjuk sebagai Dirjen EBTKE sebenarnya bukan Rida, melainkan Arya Rezavaldi.
"Kelalaian berat ini sudah menjadi pembicaraan umum di kalangan pemerintahan. Sampai sekarang hal itu masih belum diambil tindakan," ujarnya.
Sedangkan sederetan polemik yang muncul di publik dan menjadi sorotan media, antara lain kontrak Blok Mahakam, kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pengadaan BBM melalui ISC, nasib status kontrak Freeport dan lainnya.
Sementara Koordinator Riset Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) Zul Haris menilai, Sudirman Said sering menyampaikan hal-hal kontroversial tanpa menyinggung pokok persoalan sesungguhnya di bidang energi dan sumber daya mineral, seperti kondisi investasi sektor hulu migas yang anjlok dan pengelolaan soal hilirisasi tambang yang tidak tuntas.
"Kondisinya memprihatinkan. Coba lihat Direktorat-Direktorat Jenderal KESDM tanpa arahan apapun dari yang bersangkutan," ujar Haris.
Bahkan, dia menambahkan, tidak melibatkan unit teknis di Ditjen dalam proses pembuatan keputusan dan hanya mengandalkan pejabat nonstruktural di lingkungannya, seperti Widyawan Prawiraatmaja dan Said Didu.
"Akibatnya, pegawai di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen mengalami demotivasi karena sering dicap sebagai pelaku korupsi dan tidak bisa bekerja," katanya.
Padahal, Menteri ESDM sendiri menunjukan kelakuan sebaliknya, sering menggunakan jet pribadi dalam menjalankan tugas dinasnya dengan dalih terpaksa.
"Masih segar diingatan publik, saat Sudirman mengunakan pesawat carter dari Singapura ke Aceh dan balik ke Singapura lagi dan sudah diakuinya menerima fasilitas pesawat itu kepada media beberapa waktu lalu," tuturnya.
Saat ini, kandidat yang tengah dipertimbangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggantikan Sudirman Said, yaitu Kuntoro Mangkusubroto dan Dwi Soetjipto.
Nama Kuntoro Mangkusubroto sangat terkenal di industri minyak dan gas (migas) dan pemerintahan, yakni pernah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di era Presiden Soeharto dan posisi strategis di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sementara Dwi Soetjipto merupakan eksekutif sukses di Indonesia. Setelah berhasil melakukan konsolidasi industri semen nasional dengan operasi pabrik terbesar di Asia Tenggara, Dwi yang kini menjabat Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina dianggap berhasil melakukan pembenahan di BUMN terbesar tersebut.
"Nama-nama sudah dikantongi presiden, hanya saja saat ini masih fokus mempersiapkan nota keuangan dan pidato kenegaraan yang dibacakan di parlemen pada 18 Agustus 2015 nanti," kata sumber di lingkungan pemerintahan, Senin (10/8/2015).
Menurut dia, posisi Sudirman Said dianggap memiliki beberapa nilai minus. Bahkan memperoleh rapor merah dari hasil survei evaluasi enam bulan pemerintahan Presiden Jokowi-JK serta kerap menyulut berbagai polemik publik.
Bahkan mantan Dirut PT Pindad ini, kata dia, telah melakukan kecerobohan atau kelalaian berat (gross negligence), dengan melantik pejabat eselon I di Kementerian ESDM tanpa berbekal Keputusan Presiden (Kepres) yang jelas.
Tindakan tersebut merupakan bentuk ketidakpercayaan seorang menteri kepada perangkat administrasi kenegaraan yang ada di Kantor Presiden dengan melantik secara terburu-buru Rida Mulyana sebagai Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Belakangan diketahui bahwa berdasarkan Keputusan Presiden mengenai jabatan tersebut, pejabat yang ditunjuk sebagai Dirjen EBTKE sebenarnya bukan Rida, melainkan Arya Rezavaldi.
"Kelalaian berat ini sudah menjadi pembicaraan umum di kalangan pemerintahan. Sampai sekarang hal itu masih belum diambil tindakan," ujarnya.
Sedangkan sederetan polemik yang muncul di publik dan menjadi sorotan media, antara lain kontrak Blok Mahakam, kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pengadaan BBM melalui ISC, nasib status kontrak Freeport dan lainnya.
Sementara Koordinator Riset Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) Zul Haris menilai, Sudirman Said sering menyampaikan hal-hal kontroversial tanpa menyinggung pokok persoalan sesungguhnya di bidang energi dan sumber daya mineral, seperti kondisi investasi sektor hulu migas yang anjlok dan pengelolaan soal hilirisasi tambang yang tidak tuntas.
"Kondisinya memprihatinkan. Coba lihat Direktorat-Direktorat Jenderal KESDM tanpa arahan apapun dari yang bersangkutan," ujar Haris.
Bahkan, dia menambahkan, tidak melibatkan unit teknis di Ditjen dalam proses pembuatan keputusan dan hanya mengandalkan pejabat nonstruktural di lingkungannya, seperti Widyawan Prawiraatmaja dan Said Didu.
"Akibatnya, pegawai di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen mengalami demotivasi karena sering dicap sebagai pelaku korupsi dan tidak bisa bekerja," katanya.
Padahal, Menteri ESDM sendiri menunjukan kelakuan sebaliknya, sering menggunakan jet pribadi dalam menjalankan tugas dinasnya dengan dalih terpaksa.
"Masih segar diingatan publik, saat Sudirman mengunakan pesawat carter dari Singapura ke Aceh dan balik ke Singapura lagi dan sudah diakuinya menerima fasilitas pesawat itu kepada media beberapa waktu lalu," tuturnya.
(rna)