Rupiah Undervalued, BI Akan Intervensi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai bahwa pelemahan rupiah akhir-akhir ini sudah terlalu dalam (overshoot), sehingga telah berada jauh di bawah nilai fundamentalnya (undervalued).
Menyikapi perkembangan tersebut, BI telah dan akan terus berada di pasar atau melakukan intervensi untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
Gubernur BI Agus FW Martowardojo mengatakan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan dan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya.
Perkembangan rupiah dalam beberapa hari terakhir ini, terutama disebabkan oleh perkembangan global. Pasar masih bereaksi terhadap keputusan pemerintah China yang melakukan devaluasii mata uang yuan.
"Langkah tersebut dilakukan pemerintah China untuk mempertahankan kinerja ekspornya, yang menurun drastis sebesar 8,3% (yoy) pada Juli 2015, atau merupakan penurunan terbesar dalam empat bulan terakhir," kata dia di Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Secara global, devaluasi yuan memberi dampak pada negara-negara mitra dagang China, yang ekspornya mengandalkan sumber daya alam, termasuk Indonesia. (Baca: Khawatir Perang Mata uang, Rupiah Dibuka Terkapar)
Kebijakan tersebut pernah dilakukan pemerintah China pada 1994, yang juga berdampak pada perekonomian global saat itu.
Secara umum, hampir seluruh mata uang global mengalami depresiasi. Sebagai ilustrasi, ringgit Malaysia melemah sebesar 13,3% (ytd), won korea melemah sebesar 7,9% (ytd) , bath Thailand terkoreksi sebesar 7,4% (ytd).
Selain itu, yen susut 4,8% (ytd), euro anjlok sebesar 8,9% (ytd), real Brasil melemah 29,4% (ytd), dan dolar Australia tergerus sebesar 10,6% (ytd).
"Sementara rupiah dari Januari hingga minggu pertama Agustus 2015 melemah sebesar 9,8% (ytd)," ujarnya.
Sementara itu, perkembangan data terkini di Amerika Serikat (AS), seperti data ISM nonmanufacturing index, data tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda membaik, sehingga menimbulkan ekspektasi kenaikan suku bunga AS akan dilakukan lebih cepat.
Baca:
Donald Trump: Devaluasi Yuan Akan Hancurkan AS
China Berusaha Tenangkan Ketakutan Perang Mata Uang
Kinerja Rupiah Terburuka Kedua Di Asia
Menyikapi perkembangan tersebut, BI telah dan akan terus berada di pasar atau melakukan intervensi untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
Gubernur BI Agus FW Martowardojo mengatakan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan dan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya.
Perkembangan rupiah dalam beberapa hari terakhir ini, terutama disebabkan oleh perkembangan global. Pasar masih bereaksi terhadap keputusan pemerintah China yang melakukan devaluasii mata uang yuan.
"Langkah tersebut dilakukan pemerintah China untuk mempertahankan kinerja ekspornya, yang menurun drastis sebesar 8,3% (yoy) pada Juli 2015, atau merupakan penurunan terbesar dalam empat bulan terakhir," kata dia di Jakarta, Rabu (12/8/2015).
Secara global, devaluasi yuan memberi dampak pada negara-negara mitra dagang China, yang ekspornya mengandalkan sumber daya alam, termasuk Indonesia. (Baca: Khawatir Perang Mata uang, Rupiah Dibuka Terkapar)
Kebijakan tersebut pernah dilakukan pemerintah China pada 1994, yang juga berdampak pada perekonomian global saat itu.
Secara umum, hampir seluruh mata uang global mengalami depresiasi. Sebagai ilustrasi, ringgit Malaysia melemah sebesar 13,3% (ytd), won korea melemah sebesar 7,9% (ytd) , bath Thailand terkoreksi sebesar 7,4% (ytd).
Selain itu, yen susut 4,8% (ytd), euro anjlok sebesar 8,9% (ytd), real Brasil melemah 29,4% (ytd), dan dolar Australia tergerus sebesar 10,6% (ytd).
"Sementara rupiah dari Januari hingga minggu pertama Agustus 2015 melemah sebesar 9,8% (ytd)," ujarnya.
Sementara itu, perkembangan data terkini di Amerika Serikat (AS), seperti data ISM nonmanufacturing index, data tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda membaik, sehingga menimbulkan ekspektasi kenaikan suku bunga AS akan dilakukan lebih cepat.
Baca:
Donald Trump: Devaluasi Yuan Akan Hancurkan AS
China Berusaha Tenangkan Ketakutan Perang Mata Uang
Kinerja Rupiah Terburuka Kedua Di Asia
(rna)