Hindari Margin saat Bearish

Minggu, 16 Agustus 2015 - 08:51 WIB
Hindari Margin saat Bearish
Hindari Margin saat Bearish
A A A
Apa yang harus dilakukan investor di BEI saat ini agar indeks harga saham gabungan (IHSG) dapat naik atau minimal bertahan saat sentimen negatif mengepung bursa kita?

Ada dua hal yang dapat dilakukan investor untuk tidak membuat indeks terus turun. Pertama, dari sisi penawaran, investor harus berhenti menjual atau menawarkan sahamnya pada harga yang lebih rendah daripada harga penutupan sehari sebelumnya. Jika untuk setiap saham tidak ada yang menjual pada harga yang lebih rendah, indeks tentunya tidak akan turun. Kedua , dari sisi permintaan, investor harus diingatkan saat harga saham rendah adalah waktu yang pas untuk membeli dan mengumpulkan saham pilihan.

Bukankah strategi berinvestasi saham itu sama seperti investasi dalam aset lainnya yaitu buy low and sell high ? Prinsip inilah yang selalu dipegang investor saham tersukses, Warren Buffet. Intinya, dari sisi permintaan, investor harus disadarkan untuk membeli saham pada harga murah alias sedang ”sale ” yaitu jika IHSG berada di 4.500 atau lebih rendah. Jika semua investor menawarkan sahamnya pada harga yang lebih tinggi dan ada investor yang bersedia membelinya, indeks dipastikan akan naik.

Sebaliknya, jika investor menawarkan sahamnya pada harga lebih rendah, indeks dipastikan akan bergerak negatif. Mengapa ada investor yang bersedia menjual sahamnya pada harga yang sangat rendah itu? Apakah mereka rasional? Jika harga saham turun sekitar 10- 15%, kita dapat memahami alasanalasan mereka. Pertama, sangat mungkin mereka sedang membutuhkan kas atau kesulitan likuiditas.

Kemungkinan kedua, mereka adalah investor yang disiplin dalam menerapkan prinsip cut loss. Untuk investor yang tidak dapat menerima kerugian lebih besar dari 15%, cut loss sangat dianjurkan. Alasan ketiga adalah mungkin saja investor menjual sahamnya yang telah turun cukup besar untuk dipindahkan ke saham-saham yang merosotnya jauh lebih besar lagi, katakan 20-25%.

Masalahnya, investor yang butuh likuiditas atau yang terbiasa cut loss atau yang ingin memindahkan asetnya jarang yang bersedia melakukannya jika harga sahamnya sejak awal tahun sudah jatuh 30% atau lebih seperti yang terjadi pada beberapa saham minggu lalu. Jika ada investor yang tetap mau melepaskan sahamnya dalam kondisi seperti itu, pasti ada alasan lain. Sangat mungkin investor tersebut terpaksa melakukannya karena tak punya pilihan lain akibat menggunakan fasilitas margin.

Margin = Utang

Fasilitas margin pada dasarnya adalah investasi saham dengan menggunakan utang. Modal yang diperlukan atau margin awal untuk investasi saham dengan fasilitas ini adalah 50% dan sisanya 50% dari utang sehingga investor dapat membeli saham dua kali lebih banyak atau meningkat 100%. Terhadap utang dengan jaminan saham ini, investor akan dikenakan bunga sekitar 18-20% p.a.

Konsekuensi dari berinvestasi saham dengan utang ini, jika sahamsaham yang dibelinya itu naik, katakan sebesar 10% dalam tiga bulan, keuntungan investor itu adalah bukan 10%, melainkan 20% (dua kali lipat) sebelum dikurangi biaya bunga atau bersih 15,5% yaitu 20% kurang ¼ x 18% jika bunga adalah 18%. Tidak semua saham dapat dibeli dengan fasilitas ini.

Hanya saham yang sangat likuid dan berkapitalisasi besar yang diperbolehkan. Selain margin awal, investor juga mesti mengenal istilah margin call atau panggilan untuk menyetor dana tambahan saat persentase utang melebihi rasio maksimal tertentu atau ketika rasio ekuitas sudah di bawah rasio minimal.

Misalkan seorang investor saham membeli saham sebesar Rp400 juta dengan margin awal 50% dan margin call 30% yang berarti uang muka adalah 50% dan rasio utang m a k s i m a l adalah 70%. Untuk itu, investor tadi harus menyetor Rp200 juta pada awalnya. Jika kemudian nilai portofolionya turun 28,57% menjadi sekitar Rp285,71 juta, rasio utangnya akan menjadi > 70% (atau rasio ekuitas < 30%) karena utang tetap Rp200 juta (sebelum memperhitungkan biaya bunga), sementara ekuitas tersisa Rp85,71 juta.

Untuk itu, dia harus menyetor sekitar Rp57,15 juta untuk pelunasan sebagian utangnya agar rasio utangnya kembali menjadi 50% seperti semula. Dengan setoran ini, utang turun dan ekuitas naik, sama-sama menjadi Rp142,85 juta sehingga rasio ekuitas dan utang kembali 50%.

Dari mana angka-angka di atas, silakan baca Bab 12 buku teks Matematika Keuangan saya tentang perdagangan margin. Intinya, semakin besar penurunan harga saham dan semakin besar rasio utang, akan semakin besar setoran dana yang diperlukan.

Jual Paksa

Dalam kondisi investor tidak mempunyai dana lagi untuk disetor, sebagian atau seluruh sahamnya akan dijual paksa (forced sale) oleh perusahaan sekuritasnya untuk pelunasan utang plus bunga. Inilah sisi negatif perdagangan margin. Jika harga saham naik 10%, return Anda akan menjadi 15,5%.

Namun, jika harganya turun 10%, kerugian Anda menjadi 24,5% yaitu 20% + 4,5% biaya bunga. Belum lagi jika biaya transaksi (komisi pialang) dan opportunity cost diperhitungkan. Dalam kasus di atas, investor hanya akan menerima kas Rp85,71 juta dikurangi biaya bunga dan biaya transaksi dari modal Rp200 juta, setelah penjualan paksa dilakukan.

Karena itu, perusahaan sekuritas umumnya membatasi fasilitas ini hanya untuk nasabah yang berpenghasilan besar serta memiliki kekayaan bersih minimal tertentu. Meski demikian, untuk meningkatkan frekuensi dan nilai transaksi para nasabahnya, ada juga perusahaan sekuritas yang memberikan fasilitas ini kepada hampir semua nasabahnya.

Bagaimanapun juga, investasi saham dengan kekuatan sendiri lebih aman karena jika prediksi Anda meleset, fasilitas margin dapat membangkrutkan Anda dengan empat macam biaya/kerugian di atas.

Budi Frensidy
Staf Pengajar FEB-UI dan Perencana Keuangan Independen @BudiFrensidy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8467 seconds (0.1#10.140)